A.
PENGERTIAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
Ada beberapa
pengertian mengenai Pengembangan Organisasi, yaitu:
- Pengembangan Organisasi merupakan suatu
proses yang meliputi serangkaian perencanaan perubahan yang sistematis
yang dilakukan secara terus-menerus oleh suatu organisasi
- Pengembangan Organisasi merupakan suatu
pendekatan situasional atau kontingensi untuk meningkatkan efektifitas
organisasi
- Pengembangan Organisasi lebih menekankan pada
sistem sebagai sasaran perubahan
- Pengembangan Organisasi meliputi perubahan
yang sengaja direncanakan
Pengembangan
organisasi mengukur prestasi suatu organisasi dari segi efisiensi, efektifitas
dan kesehatan:
- Efisien dapat diukur dengan perbandingan
antara masukan dan keluaran, yang mengacu pada konsep Minimaks (Masukan
minimum dan keluaran maksimum)
- Efektifitas adalah suatu tingkat prestasi
organisasi dalam mencapai tujuannya artinya kesejahteraan tujuan yang
telah ditetapkan dapat dicapai
- Kesehatan organisasi adalah suatu fungsi dari
sifat dan mutu hubungan antara para individu dan organisasi yaitu hubungan
yang dinamis dan adaptabilitas
B.
TUJUAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
- Menciptakan keharmonisan hubungan kejra
antara pimpinan dengan staf anggota organisasi
- Menciptakan kemampuan memecahkan persoalan
organisasi secara lebih terbuka
- Menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi
- Merupakan semangat kerja untuk para anggota
organisasi dan kemampuan mengendalikan diri
- Dalam kenyataannya organisasi seringkali
terjadi stagnan yang disebabkan keengganan manusia untuk mengikuti
perubahan, dimana perubahan dianggap bisa menyebabkan dis equilibrium. Hal
ini mengakibatkan patologi dalam organisasi sehingga perlu dilakukan
evaluasi, adaptasi, kaderisasi dan inovasi.
C.
SIFAT-SIFAT DASAR PENGEMBANGAN ORGANISASI
- Pengembangan Organisasi merupakan suatu
strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional, perubahan
yang dimaksud harus mempunyai sasaran yang jelas dan didasarkan pada suatu
diagnosis yang tepat mengenai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi
- Pengembangan Organisasi harus berupa
kolaborasi antara berbagai pihak yang akan mengalami dampak perubahan yang
akan terjadi, keterlibatan dan partisipasi para anggota organisasi harus
mendapat perhatian
- Program Pengembangan Organisasi menekankan
cara-cara baru yang diperlukan guna meningkatkan kinerja seluruh anggota
organisasi
- Pengembangan Organisasi mengandung
nilai-nilai humanistik dalam arti bahwa dalam meningkatkan efektifitas
organisasi, potensi manusia harus menjadi bagian yang penting
- Pengembangan Organisasi menggunakan
pendekatan kesisteman yang berarti selalu memperhitungkan pentingnya inter
relasi, interaksi dan inter dependensi
- Pengembangan Organisasi menggunakan
pendekatan ilmiah untuk mencapai efektivitas organisasi
D.
NILAI-NILAI DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI
- Penghargaan akan orang lain
- Percaya dan mendukung orang lain, sedangkan
individu sendiri harus mempunyai tanggung jawab
- Pengamanan kekuasaan (mengurangi tekanan pada
wewenang)
- Konfrontasi (masalah yang tidak
disembunyikan)
- Partisipasi (melibatkan orang-orang yang
mempunyai potensi dalam proses pengembangan organisasi)
E.
PROSES PENGEMBANGAN ORGANISASI
- Pengenalan masalah
- Diagnosis Organisasional
- Pengembangan strategi perubahan
- Intervensi
- Pengukuran dan Evaluasi
F.
STRATEGI PENGEMBANGAN ORGANISASI
Teknik
pengembangan oraganisasi pada hakekatnya adalah strategi interfensi yang dapat
dipergunakan untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh
organisasi atau di dalam melakukan perubahan-perubahan. Sampai sekarang cukup
banyak teknik pengembangan organisasi yang telah dikembangkan oleh para pakar.
Di antara teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut:
- Latihan Kepekaan (sensitivity taining);
Merupakan teknik pengembangan yang pertama diperkenalkan dan ayang dahulu
paling sering digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam
kelompok kelomok T (singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6
– 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan
kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam
hubunga antar-pribadi.
- Kisi Pengembangan Organisasi; Pendekatan grip
pada pengembangan organisasi di dasarkan pada konsep managerial grip yang
diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi
gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan
yang ideal, yang berorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek
produksi.
- Survai Umpan Balik; Tiap peserta diminta
menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap
mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan
mereka). Hasil surveini diumpan balikkan pada setiap peserta, termasuk
pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian
dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan
dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
- Konsultasi Proses; Dalam Process
consultation, konsultan pengembangan organisasi mengamati komunikasi, pola
pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, metode kerjasama, dan pemecahan
konflik dalam tiap unit organisasi. Konsultan kemudian memberikan umpan
balik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya,
serta menganjurkan tindakan koreksi.
- Pembentukan Tim; Adalah pendekatan yang
bertujuan memperdalam efektivitas serta kepuasaan tiap individu dalam
kelompok kerjanya atau tim. Teknik tim building sangat membantu
meningkatkan kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya
bersifat matriks.
- Transcational Analysis (TA); TA
berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar-individu. TA mengajarkan cara
menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab
yang wajar dan menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan
komunikasi yang buruk dan menyesatkan.
- Intergroup Activities; Fokus dalam teknik
intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik
antar-kelompok.Ketergantungan antar kelompok , yang membentuk kesatuan
organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup
activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan konflik
yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
- Third-party Peacemaking;Dalam menerapkan
teknik ini, konsultan pengembangan organisasi berperan sebagai pihak
ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai
teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar-individu
dan kelompok.
Pengembangan
organisasi merupakan salah satu pokok bahasan yang penting dalam perbincangan
organisasi. Hal ini dapat dimaklumi karena manusia, pekerjaan dan lingkungan
kerja atau organisasi dimana berada merupakan tiga hal yang saling berkaitan
secara erat, dan dalam pada itu pengembangan organisasi diperlukan tidak lain
untuk meningkatkan efektifitas organisasi yang berkualitas.
G. PENOLAKAN/ PERTENTANGAN PERUBAHAN ORGANISASI
Sebab-sebab penolakan/ penentangan terhadap perubahan adalah :
- Security; Merasa tidak aman dengan kondisi
baru yang belum diketahui sehingga perlu penyesuaian.
- Economic (berkaitan dengan untung rugi); Organisasi
cenderung menolak perubahan karena tidak mau menanggung kerugian dengan
adanya perubahan.
- Psikologis dan budaya/kebiasaan, yaitu :
a.
Persepsi;
Persepsi yang salah bisa menjadi sumber terjadinya sikap menentang terhadap
perubahan.
b.
Emosi; Emosi
akan menimbulkan prasangka sehingga cenderung menolak perubahan.
c.
Kultur; Berguna
sebagai dasar dalam menilai hal-hal baru yang diterimanya.
H. FAKTOR PENGEMBANGAN ORGANISASI
Faktor –faktor penyebab
dilakukannya pengembangan organisasi adalah :
a. Kekuatan eksternal
- Kompetisi yang semakin tajam antar organisasi.
- Perkembangan IPTEK.
- Perubahan lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial yang membuat
organisasi berfikir bagaimana mendapatkan sumber diluar organisasi untuk
masa depan organisasi.
b. Kekuatan internal
Struktur, sistem dan prosedur, perlengkapan dan fasilitas, proses dan sasaran bila tidak cocok akan membuat organisasi melakukan perbaikan. Perubahan organisasi dilakukan untuk mencocokkan dengan kebutuhan yang ada.
Struktur, sistem dan prosedur, perlengkapan dan fasilitas, proses dan sasaran bila tidak cocok akan membuat organisasi melakukan perbaikan. Perubahan organisasi dilakukan untuk mencocokkan dengan kebutuhan yang ada.
Karakteristik
Pengembangan Organisasi
- Keputusan penuh dengan pertimbangan.
- Diterapkan pada semua sub sistem manusia baik individu, kelompok dan
organisasi.
- Menerima intervensi baik dari luar maupun dalam organisasi yang
mempunyai kedudukan di luar mekanisme organisasi.
- Kolaborasi.
- Teori sebagai alat analisis.
Langkah-Langkah Pengembangan Organisasi
- Penilaian keadaan.
- Pemecahan masalah.
- Implementasi.
- Evaluasi.
Pengembangan Organisasi merupakan program yang
berusaha meningkatkan efektivitas keorganisasian dengan mengintegrasikan
keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian.
1.2. SEJARAH PENGEMBANGAN ORGANISASI
A. PANDANGAN BARU TENTANG PERKEMBANGAN ORGANISASI
Berikut ini
adalah sejarah singkat mengenai evolusi Perkembangan Organisasi yang berasal
dari lima batang tubuh sebagai berikut:
- Latar Belakang Pelatihan Laboratorium
Pelatihan
Laboratorium (Laboratory Training/LT) adalah pergerakan pertama,
pelopor, atau awal mula dari Perkembangan Organisasi. LT atau yang biasa
dikenal sebagai Kelompok T adalah suatu kelompok kecil tak terstruktur yang
mana di dalamnya, partisipan belajar dari interaksi mereka sendiri dan dari
dinamika perubahan seperti isu tentang hubungan antarpersonal, pertumbuhan
personal, kepemimpinan, dan dinamika kelompok. LT ini dimulai pada musim panas
tahun 1946 ketika Kurt Lewin dan stafnya yang ada di Research Center for Group
Dynamics di Massachusetts Institut of Technology diminta oleh Connecticut
Interracial Commission dan Committee on Community Interrelation dalam American
Jewish Congress untuk membantu penelitian pada pelatihan pemimpin masyarakat.
Suatu workshop pun dikembangkan dan disana, pemimpin masyarakat dibawa
bersama-sama untuk mempelajari kepemimpinan dan mendiskusikan masalah. Di tiap
akhir harinya, para peneliti mendiskusikan secara privat apa saja perilaku dan
dinamika kelompok yang mereka amati. Mengetahui hal itu, para pemimpin
masyarakat pun meminta izin agar mereka diikutsertakan dalam sesi umpan balik.
Awalnya para peneliti enggan, namun akhirnya mereka menyetujuinya. Dari
sinilah, Kelompok T pertama kali terbentuk. Para peneliti pun kemudian
mengambil dua kesimpulan mengenai ekperimen Kelompok T pertama ini sebagai
berikut: (1) umpan balik tentang interaksi kelompok adalah pengalaman belajar
yang sangat berharga, dan (2) proses pembangunan kelompok mempunyai potensi
bagi pembelajaran yang dapat dipindah ke situasi “kembali-pulang”.
Sebagai hasil
pengalaman ini, Office of Naval Research dan National Education Associaion
memberikan dukungan dana untuk membentuk National Training Laboratories, dan
Gould Academy di Bethel, Maine dipilih sebagai tempat kerjanya.
Lalu, suatu
fenomena baru muncul pada tahun 1950. Sebuah percobaan dilakukan untuk
mengadakan Kelompok T di pagi hari dan Kelompok Keterampilan Kognitif atau yang
biasa dikenal sebagai Kelompok A di sore hari. Percobaan ini menjadi awal mula
dari sebuah dekade ekperimen dan frustasi pembelajaran, terutama dalam
percobaan untuk memindah keterampilan yang dipelajari dalam Kelompok T ke
situasi “kembali-pulang”.
Pada tahun 1950, muncul 3 gejala
sebagai berikut:- Munculnya laboratorium regional.
- Ekspansi dari sesi program musim panas
menjadi sesi tahunan.
- Ekspansi kelompok T ke dalam bidang bisnis
dan industri. Tokoh pelopor dari upaya ini adalah Douglas McGregor di
Union Carbridge, Herbert Shepard dan Robert Blake di Esso Standard Oil,
dan McGregor dan Richard Beckhard di General Mills. Penggunaan metode
Kelompok T pada ketiga perusahaan inilah yang kemudian melahirkan istilah
Pengembangan Organisasi/ OD (organizing
development).
Penggunaan
teknik Kelompok T pada organisasi-organisasi kemudian dikenal sebagai
pembangunan tim (team building), yaitu suatu proses pembantuan
kelompok kerja untuk menjadi lebih efektif dalam menyelesaikan tugas dan
memuaskan kebutuhan anggota.
- Latar Belakang Penelitian
Tindakan dan Umpan Balik Survei
Kurt Lewin
ternyata juga terlibat dalam Penelitian Tindakan dan Umpan Balik Survei (Action
Research and Survey Feedback/ARASF), yaitu pergerakan kedua yang
memunculkan Pengembanagan Organisasi sebagai bidang praktis ilmu pengetahuan
sosial. Kontribusi penelitian tindakan sendiri dimulai pada tahun 1940 dengan
studi yang dipimpin oleh ahli ilmu sosial John Collier, Kurt Lewin, dan William
Whyte. Mereka menemukan bahwa suatu penelitian butuh untuk dihubungkan lebih
dekat dengan tindakan jika anggota organisasi ingin menggunakannya untuk
memanajemen perubahan. Suatu upaya kolaboratif diinisiasikan antara ahli sosial
dengan anggota organisasi untuk mengumpulkan data penelitian tentang fungsi
organisasi, untuk menganalisis penyebab permasalahannya, lalu untuk merencanakan
dan melaksanakan solusinya. Setelah pelaksanaan, data tersebut dikumpulkan
untuk dinilai hasilnya. Upaya tersebut terus dilakukan dalam suatu siklus yang
berkelanjutan. Lalu, hasil dari penelitian tindakan tersebut adalah sebagai
berikut: (a) anggota organisasi mampu mengadakan penelitian pada dirinya
sendiri untuk mengendalikan tindakan dan perubahan, dan (b) ahli ilmu sosial
mampu mempelajari bahwa proses untuk mendapatkan pengetahuan baru dapat
diadakan dimana saja. Adapun, komponen utama dari studi penelitian tindakan
adalah data survei adalah umpan balik kepada klien yang harus dikumpulkan
secara sistematis.
Pada tahun
1948, Rensis Likert dan Floyd Mann memimpin suatu survei perusahaan besar
tentang manajemen dan sikap tenaga kerja di Detroit Edison, yang mana hasilnya
adalah sebagai berikut: (a) sudut pandang 8000 tenaga kerja yang tak terawasi
tentang supervisor mereka, peluang promosi jabatan, dan kepuasan kerja dengan
rekannya, (b) kesamaan reaksi dari lini pertama dan kedua supervisor, dan (c) informasi
dari manajer yang lebih tinggi.
Lalu, proses
umpan balik yang dikembangkan adalah pertemuan berantai (interlocking chain
of conferences). Penemuan survei dilaporkan terlebih dahulu kepada
manajer tertinggi, baru setelah itu disebarluaskan ke seluruh organisasi. Sesi
umpan balik dibawa ke kelompok kerja, yang mana data tersebut kemudian
didiskusikan oleh supervisor dan bawahannya secara bersama-sama.
Studi ketiga
mengindikasikan bahwa perubahan yang lebih signifikan dan positif, seperti
kepuasan kerja, terjadi pada departemen yang menerima umpan balik. Dari
penemuan tersebut, Likert dan Mann memperoleh beberapa kesimpulan tentang efek
umpan balik survei pada perubahan organisasi. Hal ini kemudian membawa adanya
keanekaragaman metode umpan balik survei yang dapat digunakan.
- Latar Belakang Manajemen
Partisipasif
Kelanjutan
dari LT dan ARASF adalah adanya keyakinan bahwa hubungan manusia merupakan
suatu jalan terbaik untuk memanajemen organisasi. Adapun, terdapat 4 tipe
sistem manajemen dalam organisasi sebagai berikut :
a.
Sistem 1 –
Sistem Kekuasaan Eksploitatif. Sistem ini menampilkan adanya otokrasi,
kepemimpinan secara top-down. Motivasi pekerja didasarkan pada adanya hadiah
dan sanksi. Komunikasi sangat rendah dan hanya terdapat sedikit interaksi atau
kerjasama kelompok secara vertikal. Pengambilan keputusan dan pengawasan berada
pada tingkat atas organisasi. Sistem 1 menghasilkan performansi yang cukup atau
sedang.
b.
Sistem 2 –
Sistem Kekuasaan Bijak. Sistem ini hampir sama dengan sistem 1, namun manajernya
yang lebih paternalistik/kebapak-bapakan. Pekerja lebih diperbolehkan untuk
berinteraksi, berkomunikasi, dan berkeputusan, asalkan tetap dalam batasan yang
ditentukan oleh manajer.
c.
Sistem 3 –
Sistem Konsultatif. Sistem ini lebih menambah interaksi, komunikasi, dan
pengambilan keputusan bagi pekerja. Meskipun pekerja boleh berkonsultasi
tentang masalah dan keputusannya, namun manajer tetap menjadi pemegang dan
pengambil keputusan akhir. Dalam sistem ini, produktivitas organisasi baik dan
pekerja pun cukup puas.
d.
Sistem 4 –
Sistem Kelompok Partisipasif. Sistem ini adalah kebalikan dari sistem 1.
Didesain sedemikian rupa dalam metode kelompok untuk mengambil keputusan dan
melakukan pengawasan. Sistem ini membantu menaikkan derajat dan persentase dari
keterlibatan dan partisipasi anggota organisasi. Kelompok kerja terlibat penuh
dalam penetapan tujuan, pengambilan keputusan, perbaikan metode, dan penilaian
hasil. Komunikasi terjadi secara vertikal dan horisontal, dan keputusan
terhubung ke seluruh organisasi melalui keanggotaan kelompok. Dalam sistem ini,
produktivitas, kualitas, dan kepuasaan anggota sangat tinggi.
Dan dari
keempat sistem tersebut, Likert menggunakan sistem ke 4. Intervensi dimulai
dengan pengisian Profil Karakteristik Organisasi oleh anggota organisasi.
Survei tersebut menanyakan pendapat anggota tentang kondisi yang ada sekarang
dan kondisi yang ideal tentang 6 fitur organisasi, yaitu kepemimpinan,
motivasi, komunikasi, keputusan, tujuan, dan pengawasan. Setelah itu, data
diumpan balikkan kepada kelompok kerja yang berbeda dalam organisasi.
- Latar Belakang Produkitivitas
dan Kualitas Kehidupan Kerja
Kontribusi
latar belakang Produktivitas dan Kualitas Kehidupan Kerja (Productivity and Quality-of-Work-Life/QWL) dapat dideskripsikan
dalam 2 tahap. Tahap pertama dideskripisikan melalui proyek asli yang
dikembangkan di eropa pada tahun 1950 dan kemunculannya di Amerika Serikat pada
tahun 1960. Program QWL ini adalah program yang melibatkan partisipasi serikat
dan manajer dalam mendesain kerja. Dan, sebagai hasilnya adalah desain kerja
yang memberikan para pekerja kebijaksanaan, variasi kerja, dan umpan balik
tentang hasil yang tinggi. Adapun, karakteristik dari program QWL adalah
pengembangan kelompok kerja manajemen mandiri sebagai bentuk baru desain kerja.
Kelompok kerja manajemen mandiri ini terdiri dari para pekerja dengan berbagai
keterampilan, yang mana diberikan otonomi dan informasi yang sangat penting
untuk mendesain dan memanajemen performansi tugas mereka sendiri.
Lalu, ketika
program ini masuk ke Amerika, beranekaragam konsep dan teknik diadopsi,
sehingga akhirnya terdapat 2 definisi mengenai QWL pada awal perkembangannya.
QWL pertama kali didefinisikan dengan istilah reaksi orang untuk bekerja, yang
mana keluaran individualnya berhubungan dengan kepuasan kerja dan kesehatan
mental. Dengan definisi ini, QWL memusatkan perhatiannya pada konsekuensi
personal dalam pengalaman kerja dan pada cara perbaikan kerja untuk memuaskan
kebutuhan personal. Sedangkan, definisi kedua QWL adalah pendekatan atau metode
atau teknik untuk memperbaiki kerja.
Adapun, tahap
kedua kontribusi QWL muncul pada tahun 1979, selang 9 tahun dari berakhirnya
tahap pertama kontribusi QWL, yaitu tahun 1970. Faktor utama penyebabnya adalah
pertumbuhan persaingan internasional yang dihadapi Amerika Serikat di pasar
baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dan, salah satu bentuk persaingan
dari luar negeri adalah adanya barang asing yang menawarkan kualitas tinggi
dengan harga yang relatif rendah.
Alhasil,
program QWL pun melebarluaskan fokusnya pada desain kerja dengan memasukkan
fitur lain dari tempat kerja yang dapat mempengaruhi produktivitas dan kepuasan
pekerja, seperti sistem hadiah, aliran kerja, gaya kepemimpinan, dan lingkungan
fisik kerja.
Pada satu
poin, produktivitas dan QWL menjadi sangat populer, sehingga kemudian dikenal
sebagai suatu pergerakan ideologis. QWL pun menjadi semakin dikenal dalam
penyebaran lingkaran kualitas (qualities circle) ke dalam banyak
perusahaan. Lingkaran kualitas adalah suatu kelompok yang di dalamnya
memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai metode pemecahan masalah agar
dapat memecahkan masalah lingkungan kerja, produktivitas, pengendalian
kualitas, dan dapat mengembangkan cara kerja yang lebih efisien.
Pada masa
kini, aktivitas QWL berkembang lebih lanjut di bawah nama Keterlibatan Pekerja
(Employee Involvement/IE). IE signifikan dengan tumbuhnya perhatian
mengenai bagaimana pekerja dapat lebih berkontribusi untuk menjalankan
organisasi agar lebih fleksibel, produktif, dan kompetitif. Dan seiring
perkembangan waktu, istilah IE pun mengganti istilah Pemberdayaan Pekerja (Employee
Empowerment/EE) karena istilah EE terlalu terbatas perhatiannya pada aspek
kekuatan saja. Selain itu, dengan istilah EE, para praktisi bisa saja melupakan
elemen-elemen yang sangat dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan, seperti
informasi, keterampilan, dan hadiah.
Akhirnya,
produktivitas dan QWL memperoleh momentum baru melalui kekuatan penggabungan
dengan pergerakan mutu terpadu yang disarankan oleh Edwards Deming dan Joseph
Juran. Dalam pendekatan ini, organisasi terlihat sebagai sebuah kumpulan proses
yang dapat dihubungkan dengan kualitas produk dan layanan, yang dapat
dimodelkan dengan teknik statistik, yang dapat diperbaiki secara berkelanjutan.
- Latar Belakang Perubahan
Strategis
Latar belakang
Perubahan Strategis (Strategic Change/SC) adalah pengaruh terbaru dari
evolusi Pengembangan Organisasi. Sebagaimana organisasi dan lingkungan
teknologi, politik, dan sosialnya menjadi bertambah kompleks dan tidak pasti,
skala dan kerumitan perubahan organisasi pun juga turut bertambah. Gejala ini
akhirnya memunculkan adanya kebutuhan akan perspektif stategis dari Pengembangan
Organisasi dan menyarankan adanya proses perubahan terencana pada tingkat
organisasi.
SC meliputi
perbaikan jajaran antara lingkungan organisasi, strategi, dan desain
organisasi. Intervensi SC meliputi upaya perbaikan hubungan organisasi dengan
lingkungannya dengan penyesuain terhadap sistem teknik, politik, dan budayanya.
Kebutuhan akan SC biasanya didorong oleh adanya gangguan besar pada organisasi,
seperti syarat pengaturan, terobosan teknologi, ataupun datangnya eksekutif
baru dari luar organisasi.
Penggunaan SC
untuk yang pertama kalinya adalah pada sistem perencanaan terbuka Richard
Beckhard. Dia mengemukakan bahwa lingkungan organisasi dan strateginya dapat
dideskripsikan dan dianalis. Berdasarkan pada misi inti organisasi, perbedaan
antara apa yang organisasi minta dengan bagaimana organisasi merespon dapat
dikurangi. Selain itu, performansi perusahaan juga dapat diperbaiki. Sejak saat
itu, agen-agen perubahan pun mengusulkan beraneka ragam model SC yang mana
tiap-tiapnya mengakui bahwa SC melibatkan tingkatan terkecil dari organisasi
dan suatu perubahan dalam kebudayaannya, yang mana seringkali dijalankan
oleh atasan melalui eksekutif yang kuat dan mempunyai pengaruh yang penting
bagi performansi.
1.3. EVOLUSI
PENGEMBANGAN ORGANISASI
Pelaksanaan
Pengembangan Organisasi pada masa kini dipengaruhi sangat kuat oleh kelima
latar belakang di atas. Penelitian Laboratorium, Penelitian Tindakan dan Umpan
Balik Survei, dan Manajemen Partisipasif berkontribusi menjadi nilai dasar dari
pelaksanaan Pengembangan Organisasi, sedangkan Produktivitas dan Kualitas
Kehidupan Kerja dan Perubahan Strategis berkontribusi memperbaiki relevansi dan
kekakuan dari pelaksanaan Pengembangan Organisasi. Kelima latar belakang
tersebut juga menambah indikator efektivitas finansial dan ekonomi pada ukuran
tradisional Pengembangan Organisasi tentang kepuasan kerja dan pertumbuhan
personal.
Sekarang, Pengembangan
Organisasi tengah terpengaruh oleh gejala globalisasi dan teknologi informasi.
Dan mau tidak mau, Pengembangan Organisasi harus mengadaptasikan metodenya
dengan teknologi yang tengah ada dan tengah digunakan dalam organisasi.
Sebagaimana teknologi informasi terus berlanjut mempengaruhi lingkungan,
strategi, dan struktur organisasi, Pengembangan Organisasi akan terus
membutuhkan manajemen proses perubahan untuk menghadapinya.
A. Teori Perubahan Terencana
Gambaran perubahan yang terencana
cenderung terpusat pada bagaimana perubahan dapat diimplementasikan dalam
organisasi.
B. Model Perubahan Kurt Lewin
Kurt Lewin
menyatakan bahwa memodifikasi kekuatan-kekuatan mempertahankan status quo
menghasilkan ketegangan yangakurang dan resistensi dari kekuatan untuk
meningkatkan perubahan dan akibatnya adalah strategi perubahan yang lebih
efektif. Lewin memandang proses perubahan ini sebagai terdiri dari tiga langkah
berikut, yaitu :
1.
Unfreezing. Langkah ini biasanya melibatkan pengurangan
kekuatan-kekuatan untuk menjaga perilaku organisasi di tingkat yang
sekarang. Unfreezing kadang-kadang dilakukan melalui suatu
proses. Dengan memperkenalkan informasi yang menunjukkan perbedaan antara
perilaku yang diinginkan oleh anggota organisasi dan memperlihatkan perilaku
tersebut untuk saat ini, anggota dapat termotivasi untuk terlibat dalam
kegiatan perubahan.
2.
Bergerak. Langkah ini menggeser perilaku organisasi,
departemen, atau individu untuk tingkatan yang baru. Ini melibatkan campur
tangan dalam sistem untuk mengembangkan perilaku baru, nilai, dan sikap melalui
perubahan struktur organisasi dan proses.
3.
Refreezing. Langkah ini menstabilkan organisasi pada
keadaan keseimbangan baru. Hal ini sering dicapai melalui penggunaan
mekanisme pendukung yang memperkuat keadaan organisasi baru, seperti budaya
organisasi, norma, kebijakan, dan struktur.
C. Model Penelitian Tindakan
Model
penelitian tindakan berfokus pada perubahan terencana sebagai proses siklus di
mana penelitian awal tentang organisasi ini memberikan informasi untuk memandu
tindakan selanjutnya. Kemudian hasil dari tindakan yang dinilai untuk
memberikan tindakan lebih lanjut, dan sebagainya. Ini berulang siklus
penelitian dan tindakan melibatkan kolaborasi besar antara anggota organisasi
dan praktisi OD. Ini menempatkan penekanan pada pengumpulan data dan
diagnosis sebelum perencanaan tindakan dan pelaksanaan, serta evaluasi yang
cermat dari hasil setelah tindakan diambil.
Identifikasi Delapan langkah utama dalam model penelitian tindakan,
yaitu :
1. Masalah.
2. Konsultasi dengan ahli ilmu perilaku.
3. Pengumpulan data dan diagnosis awal
4. Umpan balik kepada klien kunci atau kelompok
5. Bersama diagnosis masalah
6. Bersama tindakan perencanaan
7. Pelaksanaan
8.
Pengumpulan
data setelah tindakan
D. Kontemporer Adaptasi Dari
Penelitian
Gaya penerapan
penelitian meliputi gerakan dari subunit kecil dari organisasi untuk sistem
total dan masyarakat. Dalam konteks yang lebih besar, tindakan siklus
penelitian dikoordinasikan di seluruh proses perubahan beberapa dan termasuk
keragaman stakeholder yang memiliki kepentingan dalam organisasi.
Dalam modifikasi
penelitian tindakan, peran Pengembangan Organisasi konsultan bekerja dengan
anggota untuk memfasilitasi proses pembelajaran. Kedua belah pihak adalah “co-pelajar”
dalam mendiagnosis organisasi, merancang perubahan, dan melaksanakan dan
menilai mereka. Tidak satu pihak pun mendominasi proses perubahan. Sebaliknya,
setiap peserta membawa informasi yang unik dan keahlian untuk situasi, dan
mereka menggabungkan sumber daya mereka untuk belajar cara mengubah organisasi.
Konsultan, misalnya, tahu bagaimana merancang alat diagnostik dan intervensi Pengembangan
Organisasi, dan anggota organisasi memiliki pengetahuan lokal tentang
organisasi dan bagaimana fungsinya. Setiap peserta belajar dari proses
perubahan. Anggota organisasi mengetahui bagaimana caranya mengubah organisasi
mereka dan bagaimana untuk menyempurnakan dan memperbaikinya. Konsultan Pengembangan
Organisasi belajar bagaimana memfasilitasi pembelajaran perubahan organisasi
yang kompleks.
E. Perbandingan Model
Perubahan
Dua model
pertama menekankan peran konsultan dengan keterlibatan anggota yang terbatas
dalam proses perubahan. Aplikasi kontemporer, di sisi lain, mengobati
kedua konsultan dan peserta sebagai co-pelajar yang sangat terlibat sebuah
perubahan terencana. Selain itu, model Lewin dan penelitian tindakan lebih
peduli dengan menyelesaikan masalah daripada dengan berfokus pada apa yang
organisasi tidak baik dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan tersebut. Perbedaan
dalam fokus berasal dari perbedaan dalam mendefinisikan realitas sebagai tujuan
atau konstruksi sosial
F. Memasukkan dan
Persetujuan
Memasuki suatu
organisasi melibatkan pengumpulan data awal untuk memahami masalah yang
dihadapi organisasi atau peluang positif untuk penyelidikan. Setelah
informasi ini dikumpulkan., Masalah atau peluang dibahas dengan manajer dan
anggota organisasi lain untuk mengembangkan kontrak atau perjanjian untuk
terlibat dalam perubahan terencana
G. Mendiagnosis
Proses
diagnostik adalah salah satu kegiatan yang paling penting dalam Pengembangan
Organisasi. Ini termasuk memilih model yang tepat untuk memahami
organisasi dan mengumpulkan, menganalisis, dan memberikan umpan balik informasi
kepada manajer dan anggota organisasi tentang masalah atau kesempatan yang ada
H. Perencanaan dan Pelaksana
Ubah
Pada tahap
ini, organisasi anggota dan praktisi bersama-sama merencanakan dan menerapkan
intervensi Pengembangan Organisasi. Mereka merancang intervensi untuk mencapai
visi organisasi atau tujuan dan membuat rencana aksi untuk
melaksanakannya. Ada beberapa kriteria untuk merancang intervensi,
termasuk kesiapan organisasi untuk perubahan, perubahan kemampuan saat ini
budaya dan distribusi kekuasaan
1.4. PARA PELAKU PENGEMBANGAN ORGANISASI
Pengembangan organisasi (PO) diterapkan kepada tiga jenis
manusia : spesialisasi individu di dalam PO sebagai profesi, orang-orang dari
lapangan terkait yang telah mencapai sejumlah kompetensi di dalam PO, dan para
manajer yang memiliki keahlian PO yang diperlukan untuk perubahan dan
mengembangkan organisasi atau departemen mereka.
Peranan profesional PO dapat diterapkan terhadap
konsultan internal, yang memiliki organisasi yang sedang mengalami perubahan,
dan terhadap konsultan eksternal yang menjadi anggota universitas dan
perusahaan konsultan atau bekerja sendiri, serta terhadap anggota tim konsultan
internal-eksternal. Peranan PO akan dideskripsikan secara tepat didalam istilah
marjinalitas. Orang-orang yang berorientasi pada marjinalitas nampak khususnya
beradaptasi untuk peran PO, karena mereka dapat menjaga kenetralan dan
objektivitas serta mengembangkan solusi yang integratif yang mengakurkan titik
pandang antara departemen-departemen oposisi. Sementara peranan PO di masa lalu
telah dideskripsikan sebagai ujung klien dari suatu kontinum mulai dari fungsi
clien-centered kepada consultant-centered. Pengembangan intervensi baru dan
beraneka ragam telah menggeser peranan profesional PO meliputi keseluruhan
rentang dari kontinum tersebut.
1.5. KONFLIK DALAM ORGANISASI
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik organisasi adalah perbedaan pendapat atau
pertentangan antara dua atau lebih individu-individu atau kelompok-kelompok
atau unit-unit kerja dalam organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa
mereka harus membagi sumber daya yang terbatas dalam aktivitas kerja dan
kenyataan bahwa mereka memiliki tujuan, nilai, persepsi, dan interes yang
berbeda. Konflik dalam organisasi ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Terdapat perbedaan pendapat / petentangan antara individu atau kelompok.
b.
Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan disebabkan adanya perbedaan
persepsi dalam menafsirkan program organisasi.
c.
Terdapat pertentangan norma dan nilai-nilai individu atau kelompok,
d.
Adanya pertentangan sebagai akibat munculnya gagasan – gagasan baru dalam
mencapai tujuan organisasi secara efektif,
e.
Adanya sikap dan prilaku saling menghalangi pihak lain untuk memperoleh
kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas.
A. Pendekatan Dalam Manajemen Konflik
1. Stimulasi Konflik
f. Peningkatan persaingan antar individu dan kelompok
g. Pelibatan pihak eksternal ke dalam bagian dimana
konflik terjadi
h. Perubahan aturan main atau prosedur yang ada
2. Pengendalian Konflik
a. Perluasan penggunaan sumber daya organisasi
b. Peningkatan Kordinasi dalam organisasi
c. Penentuan tujuan bersama yang dapat mempertemukan
berbagai pihak yang terlibat dalam konflik
d. Mempertemukan perilaku dan kebiasaan kerja dari
para pegawai
3. Penyelesaian dan Penghilangan Konflik.
a. Penghindaran Konflik dengan jalan penghindaran
sumber-sumber konflik
b. Intervensi terhadap pihak-pihak yang terlibat
konflik untuk melakukan kompromi
c. Mengakomodasi keinginan pihak-pihak yang terlibat
konflik dalam suatu forum penyelesaian konflik
B. Memanajemen
Konflik Dalam Organisasi
Manajemen konflik merupakan pendekatan atau strategi yang
dirancang oleh pimpinan/kepala organisasi dalam mengoptimalkan konflik melalui
proses identifkasi masalah, klasifikasi masalah, analisis penyebab masalah,
serta penyelesaian masalah. Sedangkan strategi yang digunakan adalah; a)
resolusi konflik, b) menstimulasi konflik, mengurangi/menurunkan konflik.
Melalui penerapan manajemen konflik yang tepat diharapkan dapat mengatasi
masalah yang muncul dalam organisasi dan selanjutnya berimplikasi pada
peningkatan kinerja staf/karyawan.
Konflik (pertentangan atau perselisihan) adalah sesuatu
yang tidak pernah dapat dihindari, yang terjadi kapan saja sepanjang hidup dan
juga di dalam leadership. Penyelesaian konflik yang baik sangat penting dalam
meningkatkan ketrampilan sebagai leadership dan memindahkan praktek manajemen
dari paham otoritarian (kepatuhan pada seseorang) ke arah pendekatan kooperatif
yang menekankan pada persuasi rasional, kolaborasi, kompromi dan penyelesaian
yang saling menguntungkan.
Kemungkinan efek dari konflik, yaitu :
- Kemungkinan efek positif
- Kemungkinan efek negatif
- Meningkatkan usaha
- Merasa mendapat angin Saling
pengertian lebih baik satu dengan yang lain
- Mendorong terjadinya perubahan
Pengambilan keputusan yang lebih baik Isu-isu kunci muncul ke
permukaan Pemikiran kritis muncul
- Mengurangi produktivitas
- Penurunan komunikasi
- Perasaan negatif
- Stres
- Pengambilan keputusan yang
tidak baik
- Penurunan bentuk kerjasama
- Muncul kegiatan fitnah
Konflik organisasi disebabkan langkanya sumberdaya. Anne
Hubel & Caryn Medved:
Penyebab konflik: distorsi informasi akibat modifikasi pesan, ambiguitas akibat penggunaan bahasa yang tidak jelas dan kebohongan.
Penyebab konflik: distorsi informasi akibat modifikasi pesan, ambiguitas akibat penggunaan bahasa yang tidak jelas dan kebohongan.
Manajemen Konflik dalam Komunikasi Asumsi setiap orang
memiliki kecenderungan tertentu dalam menangani konflik. Terdapat 5
kecenderungan:
- Penolakan: konflik menyebabkan tidak nyaman
- Kompetisi: konflik memunculkan pemenang
- Kompromi: ada kompromi & negosiasi dalam
konflik untuk meminimalisasi kerugian
- Akomodasi: ada pengorbanan tujuan pribadi
untuk mempertahankan hubungan
- Kolaborasi: mementingkan dukungan &
kesadaran pihak lain untuk bekerja bersama-sama.
Robbins (1996) dalam “Organization
Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang
terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang
berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang
ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan
ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan
dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan
keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan
pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga
konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama
tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan
konflik namun mudah menjurus ke aarah konflik, terutuma bila ada persaingan
yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati.
Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak
memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja
tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak
selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan
(dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat
maupun bagi organisasi.
C. Kepemimpinan dan Manajemen Konflik
Penerapan manajemen kepemimpinan seringkali menimbulkan
berbagai masalah di lapangan. Persoalan tersebut
sebagai akibat dari pola manajemen yang tidak mumpuni dan tidak accountable, sehingga melahirkan
sejumlah masalah yang pads akhirnya menghambat dinamika sebuah
organisasi.
Dalam mengatasi masalah-masalah organisasi dibutuhkan
pemimpin yang mempunyai kemampuan mengarahkan dan menggerakkan karyawan ke arah tujuan yang ditetapkan serta mampu menerapkan gaya kepemimpinan secara tepat, maka
kepemimpinan yang efektif adalah
apabila seseorang atau sekelompok orang karyawan menjalankan peker aan sesuai dengan harapan pemimpin dan cocok dengan
kebutuhan pars karyawan serta mampu memberdayakan (empowering) dirinya
untuk kepentingan organisasi. Ini berarti kepemimpinan
seseorang tidak hanya didasari kekuasaan (power), akan tetapi atas kesadaran bawahan yang menganggap
bahwa peker aan merupakan bagian dari kebutuhan. Meskipun demikian,
untuk mencapai tujuan organisasi, tidak jarang terjadi perbedaan persepsi atau pandangan di antara individu atau di antara kelompok individu dalam
menerjemahkan misi organisasi sehingga menimbulkan konflik. Konflik bisa
terjadi secara vertikal, yakni antara pimpinan dalam suatu organisasi dan para
bawahannya. Namun konflik juga tidak
jarang merupakan benturan horizontal antara sate karyawan dengan karyawan lainnya. Konflik antar para karyawan ini terjadi sebagai akibat berbagai kepentingan yang
beragam dan situasi kerjayang tidak kondusif.
Konflik
vertikal terjadi sebagai akibat ketidakcocokan antara kebijakan pimpinan dengan keinginan maupun kepentingan
karyawan. Strategi kepemimpinan yang diterapkan secara top-down biasanya
cendrung melahirkan konflik. Sistem semacam
ini menjadikan pimpinan atau penguasa
menjadi pusat dan memegang peranan yang sangat kuat dalam menerapkan ide-ide barn serta perubahan sesuai dengan
kehendak dan pikiran-pikirannya semata.
Konflik, dalam
konteks organisasi, merupakan fenomena yang sangat lumrah. Tidak ada organisasi yang tidak pernah
mengalami suatu konflik. Akan
tetapi, kekuatan sebuah organisasi tidak terletak pads minimalnya suatu
konflik, melainkan bagaimana organisasi tersebut dapat menangani konflik secara baik, sehingga melahirkan
sebuah sinergi positif yang dapat
membesarkan organisasi. Sebaliknya, dan sekuat apapun suatu organisasi,
tetapi bila konflik di dalamnya tidak dapat ditangani (dimanaj) dengan baik, maka
kehancuran menjadi ancaman
yang pasti buat organisasi tersebut.
Konflik menjadi perilaku lumrah
dalam setiap organisasi manapun. Hal ini disebabkan karena organisasi, dalam
teori sistem, adalah satu elemen dari sejumlah elemen yang berinteraksi secara independen.
Organisasi tergantung pada lingkungan yang
memungkinkan terjadinya hubungan klien dan dan timbal-balik. Dengan begitu, perubahan yang terjadi dalam satu unsur akan mempengaruhi dan bahkan menyebabkan
perubahan pada unsur atau bagian lain. Menurut teori sistem, saling
berhubungan dan ketergantungan antara
bagian-bagian yang terpisah dalam organisasi akan menjadi lebih
produktif dibandingkan jika bertindak sendiri-sendiri. (J.A .F. Stoner &
C.Wankel.: 1993).
Sejauh menyangkut masalah konflik,
hubungan antara pimpinan dan karyawan agaknya memiliki peranan yang paling
sentral. Dalam hal ini peranan pimpinan, secara khusus, menjadi lebih
penting. Kegagalan dalam hubungan ini dapat menyebabkan kerusakan sistem
organisasi secara keseluruhan. Karena itu, pimpinan diharapkan dapat menerapkan manajemen
kepemimpinan secara baik sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen yang modern
dan bermutu.
Pemimpin adalah figur utama, dan kepemimpinan
adalah proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok
dalam usahanya mencapai tujuan yang ditetapkan. (Wahjosumidjo :1999) Kenyataannya, fenomena
seringkali memperlihatkan bahwa kepemimpinan seringkali tidak berjalan
secara efektif. Hal semacam ini dapat disaksikan dalam institusi-institusi
pendidikan/pelatihan, sehingga masalah tersebut tidak jarang melahirkan
konflik.
Kecemburuan
terhadap prestasi dan kinerja karyawan tertentu juga menimbulkan kecemburuan sosial antar para
karyawan lainnya. Bahkan, persaingan antar
etnis tidak jarang memainkan peran yang mencolok yang menimbulkan
konflik dan ketegangan. Fenomena semacam
ini, tentu bukan merupakan sebuah hal yang asing, sebab, masalah yang serupa juga sering
dialami dalam organisasi lainnya. Namun,
sebagai sebuah institusi yang bergerak di bidang pendidikan, hal semacam ini
sangat perlu ditangani dengan
bijaksana agar tidak menimbulkan efek samping yang sangat merugikan
eksistensi organisasi ini.
Kajian manajemen konflik ini merupakan sub bagian dari
manajemen prilaku organisasi (human behavior management) yang mengkaji
tentang prilaku individu atau kelompok dalam hubungan dengan orang lain dalam
organisasi. Kajian manajemen konflik dalam organisasi dalam konteks yang lebih
luas adalah wilayah studi manajemen, yang mengkaji bagaimana pengelolaan
hubungan antar individu – individu dan kelompok yang saling bertentangan
dalam organisasi sehingga mampu melahirkan kinerja dan produktivitas bagi
kepentingan organisasi.
No comments:
Post a Comment