Hampir setiap manusia modern hidup dalam organisasi, namun apa yang
dimaksud dengan organisasi? dan mengapa dalam kehidupan modern orang harus
hidup dalam organisasi?. Definisi tentang organisasi dengan mudah dapat
dijumpai dalam banyak literatur tentang manajemen, yang mana pada intinya
didefinisikan sebagai sekelompok manusia yang bekerja sama untuk mencapai suatu
tujuan (Robbin, 2003). Melihat dari kerakteristik organisasi tersebut yang
meliputi; 1) merupakan sekelompok manusia yang bekerja sama, dan 2) memiliki
tujuan yang ingin dicapai bersama, maka kelompok manusia tersebut bukan
terbentuk secara alami atau secara kebetulan, tetapi terbentuk melalui kegiatan
rekayasa yang disengaja. Dengan demikian, sekelompok supporter sepak
bola yang baru ketemu dalam satu pertandingan, atau sekelompok penonton yang
hadir dalam satu pertunjukkan musik adalah bukan suatu organisasi, karena tidak
memenuhi karakteristik-karakteristik tersebut.
Selain itu, karena
kelompok orang tersebut harus saling bekerja sama, dan juga harus mencapai
suatu tujuan maka, kegiatannya harus ada yang mengkoordinasinya, sehingga dapat
dicapai suatu titik temu dan dapat diarahkan pada tujuan yang diinginkan
bersama. Orang yang mengkoordinasikan tersebut kemudian disebut dengan manajer,
pekerjaan yang dilakukannya disebut dengan manajemen. Itulah sebabnya kegiatan
manajemen ada pada suatu organisasi, dan profesi manajer terdapat dalam
organisasi. Tanpa organisasi, profesi manajer tidak diperlukan.
Dengan 2 karakteristik tersebut
itulah kemudian muncul berbagai jenis organisasi. Organisasi pendidikan baik
itu sekolah, madrasah, pondok pesantren, universitas, merupakan jenis
organisasi yang memiliki tujuan khusus dalam bidang pendidikan. Organisasi yang
bergerak dalam kegiatan keuangan akan memiliki tujuan dalam mencapai keuntungan
dengan melalui kegiatan keuangan, akan meliputi berbagai organisasi perbankan,
di Indonesia akan dikenal dengan BNI, BRI, Bank Mandiri, BCA, dan sebagainya.
Demikian pula pada organisasi-organisasi yang memiliki tujuan khusus yang lain.
Namun demikian seiring
dengan perubahan zaman, terdapat pergeseran pada beberapa konsep tentang
organisasi. Pergeseran tersebut umumnya dipengaruhi oleh kondisi eksternal yang
makin kompetitif dan makin cepat berubah atau bergerak dengan cepat.
Kondisi-kondisi tersebut kemudian mendorong organisasi untuk mampu menyesuaikan
diri agar supaya tetap dapat bertahan hidup dalam kondisi yang berubah.
Sebagaimana mahkluk hidup, organisasi memiliki siklus pertumbuhan, yaitu lahir,
berkembang, puncak karir, tua dan kemudian mati. Namun demikian, usia
organisasi dapat diperpanjang melalui kegiata perubahan. Kosep perubahan dalam
organisasi tersebut digambarkan oleh Kasali (2006) sebagaimana gambar 1.
Gambar 1: Perubahan dalam organisasi
Garis lengkung
menggambarkan siklus kehidupan organisasi. Lahir, kemudian memiliki kinerja
yang menurun, karena saat awal kehidupan organisasi, masih memerlukan berbagai
kebutuhan sumber daya, dan organisasi belum mampu memenuhi kebutuhan sumber
dayanya sendiri, sehingga sumber daya harus disubsidi dari luar. Seiring dengan
waktu organisasi akan mulai memiliki reputasi, mendapatkan berbagai kepercayaan
masyarakat, sehingga organisasi mulai mandiri dan mulai mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri, bahkan akan mampu mengembalikan modal awal yang digunakan
untuk membeli sumber daya dari subsidi luar pada saat awal berdirinya. Demikian
seterusnya semakin hari organisasi akan terus berkembang sampai pada titik
tertentu. Titi A merupakan titik dimana organisasi berada dalam kinerja
terbaik, reputasi sangat tinggi, kepercayaan masyarakat sangat baik,
produk-produk yang diluncurkan merupakan produk-produk yang sangat kompetitif.
Pada saat inilah saat terbaik dalam mengadakan perubahan organisasi. Organisasi
harus berfikir jauh kedepan, oranisasi harus mampu memperkirakan bahwa apa yang
unggul dan disukai masyarakat pada saat ini belum tentu akan disukai masyarakat
pada masa yang akan datang. Perubahan yang dilakukan ketika organisasi berada
pada titi A, tidak akan terasa berat, karena organisasi sedang dalam performance
puncak, dan perubahan dapat dilakukan secara evolutif.
Titik C merupakan titik
balik organisasi, kinerja organisasi mulai turun, namun kepercayaan masyarakat
masih tinggi dan produk-produk masih memiliki daya kompetitif, namun jika
kondisi ini dibiarkan terus maka kinerja organisasi lambat laun akan habis dan
menurun, kemudian akan ditinggalkan oleh masyarakat dan selanjutnya akan mati.
Jika organisasi mau memperpanjang umurnya, maka organisasi harus melakukan
perubahan secara revolusioner. Titik B1 merupakan titik perubahan yang
dilakukan organisasi dengan revolusioner, yang diistilahkan dengan turnaround,
atau “balik arah”. Perubahan yang dilakukan akan terasa berat, kinerja
organisasi sedang menurun, kepercayaan masyarakat juga dalam kondisi yang
menurun, produk-produk dan layanan-layanan mulai ditinggalkan oleh pelanggan.
Pada kondisi ini organisasi harus memaksa komponen organisasi untuk berubah.
Apa yang telah dikerjakan pada masa lalu dan sudah menjadi kebiasaan harus
mampu ditinggalkannya. Seluruh komponen organisasi harus “berubah haluan” mulai
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan baru, tradisi-tradisi baru, sistem baru, visi
baru, dan seterusnya. Perubahan harus dilakukan secara revolusioner dan
memaksa. Pada kondisi ini seringkali akan memakan korban. Orang-orang yang
tidak mampu menyesuaikan diri akan tertinggal atau tergantikan.
Jika organisasi tidak
melakukan turnaround maka organisasi akan masuk ke manajemen krisis
(titik B). Titik B merupakan titik harapan terakhir dari organisasi untuk
berubah atau mati. Jika organisasi mengadakan perubahan pada titik B ini maka
akan berlaku hukum sebagaimana pada turnaround tetapi jauh lebih
tegas, lebih revolutif, dan harus dijalankan dalam kurun waktu yang cepat dan
program yang sangat jelas. Perubahan dilakukan dalam konsep “ya atau tidak”,
tidak ada tawar menawar lagi, karena organisasi berada dalam ambang kematian.
Jika organisasi mampu
berubah maka organisasi akan hidup kembali atau memiliki usia yang panjang,
demikian seterusnya sehingga organisasi tersebut akan mampu bertahan dalam
perubahan lingkungan yang terus berkembang. Organisasi kampus seperti Oxford
University di Inggris, Leiden University di Belanda, Harvard
University, dan Massachuset Institue of Technology di Amerika
Serikat, Universitas Al-Azhar di Mesir, merupakan jenis-jenis organisasi
pendidikan yang bertahan ratusan tahun dan masih memiliki produk-produk
pendidikan yang kompetitif.
Robbin, Bergman, Stagg,
Coulter (2003) menggambarkan perbedaan antara organisasi tradisional dengan
baru sebagaimana pada gambar 2.
Organisasi tradisional
|
Organisasi Baru
|
· Stabil
· Tidak fleksibel
· berpusat pada pekerjaan
· Berorientasi individual
· Pekerjaan yang permanen
· Berorientasi pada perintah
· Manajer selalu membuat keputusan
· Berorientasi pada aturan
· Lingkungan kerja yang relatif homogen
· Jam kerja didefinisikan sebagai 9 – 5
· Hubungan yang hirarkhis
· Fasilitas kerja ada pada jam-jam tertentu
|
· Dinamis
· Fleksibel
· Berpusat pada keterampilan
· Pekerjaan di definisikan sebagai tugas-tugas
yang harus dikerjakan
· Berorientasi tim
· Pekerjaan yang temporal
· Berorientasi pada pelibatan
· Partisipasi seluruh pekerja dalam pengambilan
keputusan
· Berorientasi pada pelanggan
· Diversifikasi lingkungan kerja
· Tidak ada batas waktu kerja
· Hubungan dua arah dan jaringan
· Kerja dimana saja dan kapan saja
|
Tabel 1 : Perbedaan
karakteristik organisasi tradisional dan baru
Berbagai
perubahan-perubahan tersebut kemudian melahirkan berbagai konsep tentang
organisasi. Mulai dari organsasi yang sangat mengandalkan pemimpin sampai
dengan organisasi yang paling tidak mengandalkan pemimpin. Keseluruhan konsep organisasi
tersebut digambarkan sebagaimana pada gambar 3.
Gambar 2. Berbagai
konsep organisasi
Autocracy adalah organisasi yang semua hal apa kata
pemimpin. Pemimpin boleh maka dapat dijalankan sedangkan jika pemimpin tidak
mengijinkan maka tidak pula boleh dilakukan. Sedangkan diujung sebelah kanan
adalah organisasi Egalitarianism. Pada organisasi ini seluruh
keputusan ada di tangan anggota organisasi, hampir tidak diperlukan pemimpin,
tugas pemimpin hanya memfasilitasi saja terhadap diambilnya sebuah keputusan.
Sedangkan diantara itu ada organisasi bureocracy, system, decentralization,
collegialism, dan federations.
Jenis organisasi bureocracy
bersturktur hirarkhis, masing-masing orang mengepalai pada sub organisasi
tertentu, satu sub organisasi kemungkinan akan memiliki sub-sub organisasi yang
lain, dan seterusnya. Organisasi bureocracy bersifat sentralisasi. System
merupakan jenis organisasi yang mensinkronkan proses pada satu sub bagian atau
orang dengan sub bagian atau orang lain sehingga membentuk suatu proses yang
berjalan dengan baik. Sinkronisasi tersebut mengarah kepada tujuan tertentu
untuk mencapai tujuan besar dari organisasi. Decentralization merupakan
jenis organisasi yang bersifat setara antara satu sub organisasi dengan sub
organisasi lain dalam satu organisasi. Masing-masing satu sub organisasi
dipimpin oleh satu orang pemimpin. Masing-masing pimpinan sub organisasi
bersifat setara. Organisasi collegialism merupakan organisasi yang
memiliki struktur kolegial dalam mencapai tujuannya. Pada jenis organisasi ini
kedudukan orang-orang yang ada di dalam organisasi lebih bersifat setara, yang
mana hubungan sesama anggota organisasi layaknya kolega. Sedangkan pada
organisasi federations pemimpin pada sub organisasi memiliki wewenang
mutlak layaknya pemimpin pada organisasi utama.
2.2.
RESISTENSI
PERUBAHAN DAN PERUBAHAN TERENCANA
1. RESISTENSI
PERUBAHAN
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah
yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”.
Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan
(resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena
justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan
secara sembarangan. Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan
dalam bentuk yang standar.
Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera atau bisa juga tersirat
(implisit), dan lambat laun. Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan
sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual
dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional (Robbins, 2001) :
- Resistensi Individual, karena persoalan
kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai
sumber penolakan atas perubahan, seperti beberapa terkait: kebiasaan, rasa
aman, faktor ekonomi, takut akan sesuatu yang tidak diketahui, dan
persepsi.
- Resistensi Organisasional, organisasi, pada
hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Enam
sumber penolakan atas perubahan yaitu:
a.
Inersia
Struktural.
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi,
lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain
sebagainya menghasilkan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan
stabilitas terganggu.
b.
Fokus
Perubahan Berdampak Luas.
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi
hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu
sistem. Jika satu bagian diubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika
manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur
organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
- Inersia Kelompok Kerja. Ketika individu mau
mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya.
- Ancaman Terhadap Keahlian. Perubahan dalam
pola organisasional bisa mengancam keahlian kelompok kerja tertentu.
Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan
para juru gambar.
- Ancaman Terhadap Hubungan Kekuasaan yang
Telah Mapan. Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif
seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan
manajer tingkat menengah.
- Ancaman Terhadap Alokasi Sumberdaya. Kelompok-kelompok
dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif
besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Coch
dan French Jr. (1948) mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk
mengatasi resistensi perubahan, yaitu:
a.
pendidikan
dan komunikasi;
b.
partisipasi;
c.
memberikan
kemudahan dan dukungan;
d.
negosiasi
e.
manipulasi
dan kooptasi;
f.
paksaan.
2. PERUBAHAN
TERENCANA.
Perubahan terencana merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh
Kurt Lewin, untuk membedakan perubahan yang disengaja digerakkan dan
direncanakan organisasi dengan perubahan yang berlangsung tidak disengaja. Menurut
Greenberg dan Baron (1997), terdapat beberapa faktor yang merupakan kekuatan
dibelakang kebutuhan akan perubahan. Mereka memisahkan antara perubahan
terencana dan perubahan tidak terencana. Mereka mendefiniskan :
1.
Perubahan
terencana adalah aktivitas yang dimaksudkan dan diarahkan dalam sifat dan
desainnya untuk memenuhi tujuan organisasi.
2.
Perubahan
tidak terencana merupakan pergeseran dalam aktivitas organisasi karena adanya
kekuatan yang sifatnya eksternal, di luar kontrol organisasi.
Menurut Mardikanto (2010) menyatakan bahwa perubahan terencana, pada
hakekatnya merupakan suatu proses yang dinamis, yang direncanakan oleh
seseorang (secara individual atau yang tergabung dalam suatu lembaga-lembaga
sosial). Artinya, perubahan tersebut memang menuntut dinamika masyarakat untuk
mengantisipasi keadaan-keadaan di masa mendatang (yang diduga akan mengalami
perubahan) melalui pengumpulan data (baik yang aktual maupun yang potensial)
dan menganalisisnya, untuk kemudian merancang suatu tujuan-tujuan dan cara
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan di masa mendatang.
Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin (1951) mencakup tiga langkah
dalam model perubahan terencana yaitu pertama : UNFREEZING the status quo, lalu
MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it
pemanent Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang
mendukung dan yang menolak. Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin,
kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin
sedikit. Tiga langkah diuraikan sebagai berikut :
- Unfreezing – Pencairan tingkat sekarang. Langkah
ini merupakan persiapan untuk berubah. Hal melibatkan pemahaman bahwa
perubahan adalah perlu, dan merupakan persiapan untuk pindah dari zone
kenyamanan saat ini. Langkah yang pertama ini untuk menyiapkan diri kita,
atau orang yang lain untuk perubahan (dan idealnya menciptakan suatu
situasi perubahan yang kita inginkan).
Unfreezing juga merupakan upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari
kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya
kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang
merasa kurang nyaman.
- MOVEMENT to the new state – Perpindahan ke
tingkatan baru Kurt Lewin sadar perubahan itu bukanlah suatu peristiwa,
tetapi lebih suatu proses. Ia menyebutkan bahwa proses itu adalah suatu
transisi (perpindahan ke tingkatan baru). Langkah yang kedua ini terjadi
ketika kita membuat bahwa perubahan itu diperlukan. Orang-orang yang
“tidak dibekukan/ dicairkan” akan menjadi bergerak ke arah perubahan yang
diinginkan. Pada tahap ini, secara bertahap (step by step) tapi pasti,
perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah
pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera
dirasakan.
- Refreezing
Langkah ini adalah menstabilitakan perubahan telah dibuat. Perubahan akan
diterima dan dijadikan norma yang baru. Orang-orang akan membentuk
hubungan baru dan menjadi yang nyaman dengan perubahan tersebut. Hal ini
akan memerlukan waktu yang lama. Pada tahap ini jika berhasil, maka jumlah
penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendukung makin
bertambah.
Rosyid (2009) menyatakan, tahap perubahan dan proses perubahan terencana
yang menyertai sebagai berikut:
1.
Fase
eskploratif, yaitu organisasi menimbang dan memutuskan membuat perubahan
spesifik dalam operasinya dan mengolakasikan sumberdaya- sumberdaya untuk
merencanakan perubahan dalam membantu pemecahan perubahan. Tahap ini merupakan
tahap dalam menumbukan kesadaran akan perlunya perubahan.
2.
Fase
perencanaan, yaitu proses perubahan yang terkait adalah mengumpulkan informasi
agar dapat ditetapkan diagnosa masalah secara tepat, tujuan perubahan dan
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
3.
Fase
tindakan, yaitu tahap ini organisasi mengimplementasikan perubahan hasil
perencanaan. Proses perubahan dirancang untuk menggerakkan organisasi dari
keadaan sekarang menuju ke masa depan.
4.
Fase
integrasi, tahap ini segera dimulai begitu perubahan telah sukses
diimplementasikan. Proses perubahan meliputi konsolidasi dan stabilisasi
perubahan guna menguatkan perilaku baru, serta memonitor perubahan dan
upaya-upaya perbaikan.
Menurut Mardikanto (2010) perubahan terencana
selalu menuntut adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan yang direncakanan, dan
evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakan.