STRATEGI HARGA
Pendahuluan
Selamat
berjumpa. Jadwal tutorial yg telah kami kirimkan menunjukkan bahwa Anda akan mempelajari
tentang Strategi Harga pada inisiasi keempat. Utk itu, Anda diharapkan mempelajari
modul 5 tentang Strategi Harga.
Kompetensi
umum yg perlu Anda kuasai setelah mempelajari insisiasi 4 adalah mampu
menjelaskan konsep dasar harga, sistematika penerapan harga, &
strategi-strategi harga. Sedangkan kompetensi khusus yg harus Anda kuasai dari inisiasi
5 antara lain :
1.
Menjelaskan peran
harga
2.
Menjelaskan langkah -langkah penetapan harga
3.
Menjelaskan sistematika penerapan harga
4.
Menjelaskan faktor-faktor yg mempengaruhi elastisitas
terhadap harga
5.
Menjelaskan strategi harga
A. KONSEP DASAR HARGA
1. Pengertian Harga
Harga
merupakan nilai yg dipertukarkan konsumen utk suatu manfaat atas pengonsumsian,
penggunaan, atau kepemilikan suatu barang & jasa. Sebagai nilai, harga tdk
selalu berbentuk uang, akan tetapi bisa berbentuk barang, tenaga, waktu, &
keahlian, sepanjang dikorbankan utk memperoleh suatu barang atau jasa. Utk
memperoleh mesin jahit pak Madrun, misalnya, Juned harus bekerja di sawah pak
Madrun selama sebulan penuh. Waktu & tenaga Juned yg dicurahkan selama
sebulan itu merupakan harga juga. Tentu, waktu & tenaga Juned dpt dihitung
dgn nilai uang. Namun, dalam peristiwa pertukaran tsb uang tdk dilibatkan.
2. Kepentingan
Harga
Pengembangan
produk, pendesainan saluran distribusi serta perencanaan program promosi,
membutuhkan waktu lama. Sedangkan penetapan harga dpt dilakukan dalam waktu
singkat. Misalkan, bila jam 17.35 harga terigu/bal naik 100%, harga roti bisa
dinaikkan pada jam 17.36.
Penetapan
harga memang dpt dilakukan dgn mudah. Namun, penetapan harga yg tepat bukan
persoalan sederhana. Banyak faktor yg perlu dipertimbangkan. Banyak pihak
berkepentingan yg perlu dilibatkan.
Bagi
perusahaan, dari seluruh komponen marketing mix, harga merupakan
satu-satunya sumber penerimaan. Apabila ingin memperoleh keuntungan, harga
tentunya tdk boleh lebih rendah dari biaya produksi & pemasaran produk. Harga
tinggi, yg jauh melampaui biaya produksi & pemasaran, tentu memberikan
marjin tinggi pula. Keuntungan merupakan hasil perkalian antara marjin per
produk dgn volume produk terjual. Jadi, bisa saja marjin per produk rendah,
tetapi dgn volume penjualan yg tinggi, marjin total tinggi. Idealnya adalah
marjin per produk tinggi dgn volume penjualan yg tinggi pula. Karena itu,
perusahaan harus mencari harga optimal, yaitu harga yg mendapat permintaan
paling baik dari pasar sasaran sekaligus memberikan marjin tertinggi bagi
perusahaan.
Bagi
pembeli harga menimbulkan dampak ekonomis yg berkaitan dgn daya beli. Semakin
tinggi harga semakin tinggi pula biaya finansial yg harus dikeluarkan &
semakin sedikit pula produk yg mampu dibeli. Sebaliknya, semakin rendah harga,
semakin banyak produk yg mampu dibeli.
Harga
memiliki dampak psikologis berupa persepsi kualitas maupun manfaat emosional.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa semakin tinggi harga semakin tinggi pula
persepsi kualitas produk. Tdk heran bila suatu saat perusahaan menurunkan harga
melalui diskon, konsumen bersikap skeptis karena menganggap tindakan itu
dilakukan hanya karena produk tdk laku. Dgn alasan itulah umumnya
perusahaan-perusahaan mengaitkan pemberian diskon atau hadiah lain dgn
momen-momen tertentu. Jangan lupa pula manfaat emosional, di mana semakin
tinggi harga, semakin terbatas konsumen yg mampu membeli, sehingga semakin
bangga pula konsumen terhadap produk yg dibelinya.
3. Harga & Persaingan
Ketika
dulu masuk pada pasar teh dalam botol siap minum, dgn botol lebih besar (400
ml), Tehkita menyamakan harga dgn Sosro (220 ml). “Botol lebih besar, harga sama”,
itulah ‘mantra’ yg diusung Tehkita kala itu. Harga
akhir Tehkita per unit memang sama dgn Sosro. Tetapi, apabila dihitung per
mililiter, harga Tehkita lebih murah. Dgn harga rata-rata Rp 2000, maka harga
Tehkita adalah Rp 5/ml, sedangkan Sosro adalah Rp 9,09/ml. Jelas Tehkita lebih
murah Rp 4,09/ml. Strategi harga lebih murah ini merupakan salah satu faktor yg
membuat Tehkita berhasil memasuki pasar yg sudah dikuasai sangat kuat oleh
Sosro.
Apabila
harga dipakai sebagai senjata pemasaran, maka perusahaan yg menggunakannya
melakukan persaingan persaingan harga (price competition). Perusahaan yg memiliki reputasi merek lebih
rendah sering menggunakan pendekatan ini. Namun, apabila merek tdk menjadi
pertimbangan penting, perusahaan-perusahaan yg bersaing, sering ramai-ramai
terlibat dalam persaingan harga, seperti terjadi antar operator telepon seluler
belakangan ini. Dalam situasi demikian, yg diuntungkan adalah konsumen.
Apakah harga selalu menjadi kunci
keberhasilan persaingan? Apabila konsumen dpt digiring utk lebih mempedulikan
kualitas, fitur, layanan, promosi, kemasan, & daya tarik bukan harga
lainnya, jawabnya adalah tdk. Apabila
menggunakan aspek-aspek tsb dalam persaingan, maka perusahaan terlibat dalam
persaingan bukan harga (non-price competition). Dalam industri susu
kental manis misalnya, susu Bendera mampu menguasai pasar walaupun memiliki
harga paling mahal di antara produk-produk sejenis. Rupanya, sebagian besar
konsumen susu kental manis lebih mengedepankan faktor-faktor bukan harga dalam
menentukan pilihan.
B.
SISTEMATIKA
PENETAPAN HARGA
Dalam
ekonomi mikro, harga sering digambarkan dalam persamaan : P = 80 + aQ, di mana
P = harga, a = koefisien, & Q = volume permintaan. Dalam persamaan tsb
harga ditetapkan berdasarkan tingkat permintaan. Tdk diperlukan proses yg rumit
dalam menetapkan harga. Apakah sesederhana itu?
Penetapan
harga dpt dilakukan dgn cara sederhana (misalnya metode sekenanya) sampai rumit
(misalnya menggunakan persamaan multivariate). Memang tdk ada metode & rumus baku dalam
menetapkan harga. Namun, seorang pemasar perlu memperhatikan berbagai variabel
dalam penetapan harga & menggunakan pengalaman sebagai masukan. Adapun
langkah-langkah penetapan harga adalah sbb (Bovee, Houston, & Thill 1995) :
Langkah I : Analisis Situasi
Pasar
Aspek
paling penting dari analisis situasi pasar adalah memahami hubungan permintaan &
harga. Dalam berbagai kasus, harga berpengaruh signifikan terhadap permintaan.
Pada beberapa kasus tdk signifikan. Terdapat berbagai variabel yg berpengaruh
terhadap hubungan antara antara harga & permintaan, seperti bentuk pasar,
konsumen, & pesaing.
Langkah II : Identifikasi Faktor-faktor
Pembatas
Faktor
pembatas adalah faktor-faktor yg membatasi keleluasaan perusahaan dalam
menetapkan harga atau yg membuat perusahaan tdk semaunya menetapkan harga. Termasuk
di antaranya adalah biaya, persepsi konsumen, etika, & peraturan
pemerintah.
Langkah III : Tetapkan Sasaran
Tdk
seorang pun akan menyangkal bahwa sasaran penetapan harga adalah keuntungan.
Utk itu, logikanya, harga harus lebih tinggi dari biaya. Mungkinkah dibuat
sebaliknya : harga lebih rendah dari biaya? Kenapa tdk? Adakalanya dalam
penetapan harga perusahaan tdk memprioritaskan keuntungan. Jual rugi pun
jadilah, apabila sasaran harga adalah utk mematikan pesaing, meraih pangsa
pasar, menghabiskan stok lama, dst. Sasaran ini dpt berubah dari waktu ke
waktu. Harga juga berubah mengikuti perubahan sasaran.
Langkah IV : Analisis Potensi
Keuntungan
Apapun
sasarannya, perusahaan harus siap akan keuntungan ataupun kerugian pada setiap
skenario harga yg ditetapkannya. Harga, permintaan, biaya, & keuntungan
adalah variabel-variabel yg terkait satu sama lain. Dari analisis pasar,
perusahaan dpt memperkirakan permintaan pada setiap tingkat harga yg mungkin
diterapkan, lalu mengestimasi tingkat-tingkat produksi utk memenuhinya,
sekaligus rincian biaya pada setiap tingkat produksi.
Langkah V : Tentukan harga awal
Harga
awal adalah harga pertama produk yg baru diluncurkan. Ada hukum tdk resmi
penetapan harga yg diperoleh dari akumulasi pengalaman. Pertama, kalau kualitas
sudah produk standar & harga antar produk yg sudah ada di pasaran seragam,
ikuti saja harga yg berlaku. Misalnya, PT. Hanaehan Jaya ingin menetapkan harga
air dalam kemasan produksi mereka. Ikuti saja harga yg berlaku. Kedua, kalau
produk unik & tdk ada bandingan, tetapkan harga setinggi mungkin sepanjang
masih mampu dibeli konsumen. Misalnya, dokter Jenny Norita berhasil membuat &
mempatenkan obat anti-AIDS. Satu slot berisikan 12 tablet sudah cukup utk
menyembuhkan AIDS dgn pemakaian 3 tablet satu hari. Pertanyaannya, berapa harga
satu slot? 20 juta, 50 juta, 100 juta? Tergantung pada berapa yg masih terbeli
konsumen.
Langkah VI : Kelola harga
Lingkungan
selalu berubah. Dgn sendirinya harga juga demikian. Berapa besar harga
dinaikkan atau diturunkan, bagaimana caranya, kapan dilakukan, merupakan
pertanyaan-pertanyaan terkait perubahan harga yg harus dijawab dari waktu ke
waktu. Contohnya, pada saat krisis ekonomi menghantam Indonesia akhir tahun
1990-an & awal 2000-an, apakah harga dinaikkan, tetap sama, ataukah
diturunkan. Logikanya, dgn kenaikan biaya akibat inflasi, harga perlu
dinaikkan. Namun, pada saat yg sama daya beli masyarakat juga melemah. Kenaikan
harga & penurunan daya beli merupakan kombinasi yg menurunkan
permintaan. Bagaimana kalau diturunkan?
Keputusan demikian tentu aneh dari sisi keuntungan finansial. Namun, kalau dari
sisi penetrasi pasar, penurunan harga merupakan taktik yg tepat pada saat
konsumen sensitif terhadap harga akibat daya beli yg menurun.
1. Analisis
Situasi Pasar
Titik awal
penetapan harga adalah pengenalan akan bentuk pasar, elastisitas permintaan
terhadap harga & faktor-faktor yg mempengaruhinya, kurva permintaan, &
perilaku pesaing.
a. Bentuk Pasar
Bentuk
pasar berpengaruh terhadap keleluasaan sebuah perusahaan dalam menetapkan
harga. Beberapa bentuk pasar yg dikenal adalah :
Pasar
Persaingan Sempurna.
Pasar terdiri dari banyak penjual & banyak pembeli dgn produk seragam atau
serupa (uniform). Tdk ada penjual maupun pembeli yg dpt mempengaruhi harga.
Seorang penjual tdk bisa menetapkan harga di atas harga yg berlaku karena para
pembeli dpt membeli produk lain pada harga yg berlaku sebanyak yg mereka
mau. Menetapkan harga di bawah harga
pasar juga merupakan kebodohan karena perusahaan dpt menjual produk pada harga
yg berlaku (yg lebih tinggi) sebanyak yg dia mau. Dalam pasar yg begini ini,
riset pemasaran, manajemen produk, manajemen harga, & kampanye promosi tdk
ada gunanya. Pasar diatur oleh tangan-tangan yg tdk kelihatan (invisible
hands). Perusahaan tinggal mengikuti saja.
Pasar
Monopolistik.
Pasar terdiri dari banyak penjual & banyak pembeli. Tdk seperti pasar persaingan sempurna yg
memiliki harga seragam, pada pasar ini, harga beragam & berjenjang,
sehingga dpt diurutkan mulai harga terendah sampai tertinggi. Keberagaman harga
ini disebabkan adanya kesempatan mendiferensiasi produk. Sebuah perusahaan
memiliki kesempatan membuat harga (price maker) berbeda dari
produk-produk lain, asalkan menawarkan manfaat (benefit) berbeda pula.
Pasar
Oligopolistik.
Hanya ada sedikit penjual. Perusahaan (penjual) yg satu sangat sensitif
terhadap harga & strategi pemasaran perusahaan lain. Produk bisa seragam
(semen, baja, minyak sawit), bisa pula beranekaragam (komputer, mobil, sepeda
motor). Sedikitnya penjual disebabkan oleh hambatan masuk yg tinggi. Bayangkan
pabrik semen. Berapa ratus milyar diperlukan utk mendirikannya?
Sama
seperti pada pasar monopolistik, dalam pasar oligopolistik, penjual bertindak
sebagai price maker. Namun, penetapan
harga harus dilakukan penuh perhitungan karena pemain-pemain lain sensitif
terhadap setiap gerakan yg dilakukan seorang penjual, apalagi kalau gerakan tsb
bersifat bermusuhan (hostile). Amati saja promosi harga
operator-operator telepon seluler, bukankah menyerang satu sama lain?
Para
pemain yg disebut juga oligopolis sadar betul akan potensi permusuhan (retaliation) ini. Utk menghindarinya
mereka melakukan kerjasama utk kepentingan bersama, secara resmi maupun tdk.
Melalui kerjasama itu mereka bisa menetapkan harga bersama serta membagi-bagi
pasar. Kerjasama demikianlah yg disebut Kartel. Kebanyakan di antaranya merugikan
konsumen. Asosiasi Pengusaha Semen Indonesia (APSI) merupakan salah satu
contoh. Pada masa Suharto organisasi ini sering menciptakan kelangkaan semen
utk mendongkrak harga yg disebut harga pedoman setempat (HPS). Caranya, semen
ditumpuk di gudang, sehingga persediaan semen di pasaran berkurang. Dgn
sendirinya terjadilah kenaikan harga.
Pasar
Monopoli. Hanya
ada satu penjual sedangkan pembeli banyak. Ada 3 kemungkinan tipe penjual,
yaitu pemerintah melalui BUMN (state-owned company), swasta yg diatur
dgn undang-undang (regulated-private company), & swasta yg tdk
diatur dgn undang-undang (unregulated-private company). Utk tipe pertama & kedua, penetapan harga
harus atas persetujuan pemerintah. Jadi perusahaan berkedudukan sebagai price taker. Utk tipe ketiga, perusahaan
berkedudukan sebagai price maker karena dpt menetapkan sendiri harga
produknya. Namun tdk serta merta mentang-mentang sendirian, penjual dapat
seenaknya menetapkan harga setinggi-tingginya. Harga yg terlalu tinggi, selain
sulit terjangkau konsumen, tentu dpt memancing campur tangan pemerintah. Lagi
pula harga yg lebih rendah memang diperlukan utk mempercepat penetrasi pasar.
b. Elastisitas Permintaan
terhadap Harga
Secara
umum harga berkorelasi negatif dgn permintaan. Dgn kata lain, semakin tinggi,
semakin sedikit jumlah produk yg dibeli konsumen. Memang, terdapat kekecualian
pada produk-produk tertentu, di mana semakin tinggi harga sampai batas
tertentu, permintaan semakin tinggi pula (Gambar A). Seperti terlihat pada
Gambar A, saat harga dinaikkan dari P1 ke P2, permintaan
justru naik dari Q1 ke Q2. Anggaplah P2
sebagai titik balik. Di atas harga itu, kenaikan harga akan menurunkan
permintaan. Kenaikan harga dari P2 ke P3 misalnya,
menurunkan permintaan dari Q2 ke Q3.
Katakanlah
hubungan permintaan & harga diketahui berkorelasi negatif. Yg penting bagi
para pemasar adalah bagaimana kepekaan konsumen terhadap perubahan harga. Pada
berbagai kategori produk konsumen sangat sensitif terhadap harga. Contohnya,
saat tiket pesawat dinaikkan sampai 150% saat awal krisis ekonomi melanda
Indonesia, jumlah penumpang menurun drastis. Namun, pada masa-masa liburan anak
sekolah maupun hari-hari besar keagamaan, kenaikan harga 200% pun tdk
menyurutkan permintaan. Pada masa-masa demikian, permintaan tinggi &
konsumen tdk peka terhadap kenaikan harga.
Kepekaan
konsumen terhadap dinyatakan sebagai elastisitas permintaan terhadap harga.
Konsep ini menyatakan seberapa besar perubahan permintaan yg diakibatkan oleh
perubahan harga. Kalau harga berubah 10%, berapa persen permintaan berubah?
Secara lebih terperinci, kalau harga naik 10%, berapa persen penurunan
permintaan? Kalau harga turun 10%, berapa persen kenaikan permintaan?
Katakanlah permintaan naik 20% kalau
harga turun 10%, berarti elastisitas permintaan adalah 20%/10% = 2. Apabila
elastisitas lebih besar dari 1 (ε>1), maka hubungan
permintaan & harga dinyatakan elastis, di bawah 1 (ε<1)
inelastis, & ε=1 antara elastis &
inelastis.
Secara
visual, permintaan elastis ditunjukkan oleh Gambar B. Pada gambar tsb terlihat
bahwa kurva permintaan cenderung melandai. Elastisitas ditunjukkan oleh tanda
panah perubahan Q1 ke Q2 yg lebih panjang dari tanda
panah perubahan P1 ke P2. Hal berarti bahwa dgn perubahan
harga yg sedikit saja, maka permintaan berubah lebih besar. Permintaan
inelastis diilustrasikan Gambar C, di mana kurva permintaan cenderung curam.
Perubahan harga yg lebih besar (ditunjukkan oleh tanda panah perubahan P1
ke P2), direspon oleh perubahan permintaan yg lebih kecil (ditunjukkan
tanda panah perubahan Q1 ke Q2).
Ilustrasi
dgn Gambar B & Gambar C di atas sebenarnya dpt menyesatkan sebab landai
atau curamnya kurva ditentukan oleh satuan dimensi harga (P) & permintaan
(Q) yg dipakai. Namun, sebagai ilustrasi cukuplah. Penentuan elastis-tidaknya
permintaan harus dicari secara matematis, yg ditunjukkan dalam persamaan
berikut. Dalam persamaan tsb, elastisitas dinyatakan dgn ε,
harga dgn P & permintaan dgn Q.
Kalau
perubahannya kecil, yg biasa dikatakan mendekati nol, maka elastisitas
dinyatakan sebagai turunan pertama suatu persamaan.
Contoh
soal 1
Harga
tiket pesawat Lion Air saat ini adalah Rp 750.000 utk jurusan Jakarta - Medan. Pada
tingkat harga demikian, jumlah tiket yg terjual per bulan adalah 10 ribu tiket.
Kalau harga diturunkan menjadi Rp 60.000 diperkirakan jumlah tiket terjual
adalah 15 ribu tiket. Carilah elastisitas permintaan terhadap harga tiket.
Jawab :
P1=Rp
750.000, Q1=10.000, P2=Rp 600000, Q2=15.000, DP=600.000-750.000 = -150.000, DQ=15.000-10.000=5.000.
Jadi, ε=5.000/(-150.000) X
750.000/10.000 = |-2,5|
= 2.5 (elastis).
Catatan
: Tanda negatif pada nilai elastisitas di atas tdk berkaitan dgn elastisitas
permintaan terhadap harga. Tanda itu hanya menyatakan bahwa permintaan
berkorelasi negatif dgn harga. Nilai elastisitas sendiri adalah harga mutlak,
sehingga walaupun hasil perhitungan adalah -2.5, namun elastisitas
dianggap 2.5.
Contoh
soal 2
Harga
tiket pesawat Lion Air saat ini adalah Rp 750.000 utk jurusan Jakarta - Medan.
Pada tingkat harga demikian, jumlah tiket yg terjual per bulan adalah 10 ribu
tiket. Pada maskapai tsb, utk jurusan itu, hubungan antara permintaan &
harga dinyatakan oleh persamaan : Q = 20000 – 0.013P. Berapakah elastisitas
permintaan terhadap harga?
Jawab
:
ε=
-
0.013 X 750.000/10.000 = |- 0.975| = 0.975 (inelastis)
Elastisitas
& Penerimaan. Pemahaman
akan elastisitas membantu pemasar utk menetapkan harga yg menghasilkan
penerimaan optimal. Apabila permintaan inelastis, penurunan harga hanya akan
menurunkan penerimaan. Contoh berikut ini merupakan permintaan yg inelastis.
Pada saat harga tiket Jakarta – Bali Rp 500.000, maskapai penerbangan Star Air
dapat menjual 5 ribu tiket per bulan. Ketika harga diturunkan menjadi Rp
400.000 (penurunan 20%), tiket yg terjual meningkat menjadi 5500 tiket
(kenaikan 10%). Tentu elastisitas=0.5 (inelastis).
Bagaimana
dgn penerimaan? Sebelum penurunan harga tiket, penerimaan total adalah 500 ribu
x 5 ribu = Rp 2.500.000.000. Setelah harga tiket diturunkan, penerimaan adalah :
400 ribu x 5.500 = Rp 2.200.000.000. Terjadi penurunan penerimaan sebesar Rp
300.000.
Pada
permintaan yg elastis, penurunan harga dpt menaikkan penerimaan serta penaikan
harga dpt menurunkan permintaan. Pada contoh 1 di atas, penerimaan sebelum
perubahan harga adalah : 750 ribu x 10 ribu = Rp 7.500.000.000. Setelah harga
diturunkan, penerimaan menjadi : 600 ribu x 15 ribu = Rp 9.000.000.000. Naik Rp
1.500.000.
Implikasi
dari ilustrasi ini, pada saat permintaan inelastis, janganlah jadikan penurunan
harga dalam segala bentuknya (misalnya diskon, subsidi uang muka, pengembalian
kas, bunga ringan) sebagai daya tarik promosi. Namun, praktek-praktek demikian
justru dianjurkan utk permintaan yg elastis terhadap harga.
c. Faktor-faktor yg Mempengaruhi Elastisitas terhadap Harga
Gampang
memang bicara elastisitas karena hanya menyangkut sebuah rasio. Yg sulit adalah
memperoleh rasio itu. Perusahaan tdk selalu memiliki informasi tentang hubungan
antara perubahan permintaan & perubahan harga. Bahkan perusahaan besar seperti
Unilever sulit menjawab pertanyaan berapa elastisitas permintaan Blue Band
terhadap harga. Masalahnya, harga Blue Band berbeda dari satu warung ke warung
lain, supermarket ke supermarket lain, serta toko ke toko lain. Lalu, konsumen
yg membeli juga beragam. Perusahaan sulit mengidentifikasi mana pembeli yg
terpengaruh oleh harga mana yg bukan.
Kenapa
masalah pembeli dibicarakan dalam konsep elastisitas? Karena, elastisitas
menyatakan kepekaan konsumen terhadap perubahan harga. Oleh karena itu, kalau data
elastisitas tidak tersedia, para pemasar dpt menggunakan informasi tentang
faktor-faktor yg mempengaruhi sensitifitas harga utk memperkirakan elastisitas,
seperti :
l
Harapan
pembeli.
Dalam benaknya, terhadap setiap produk yg dikenalnya, setiap pembeli mempunyai
batas terendah & tertinggi harga yg dianggap layak. Batas tsb terbentuk
berdasarkan pengalaman masa lalu, harga merek favorit, imajinasi sendiri, &
daya beli. Apabila masih ada dalam batas, pembeli kurang sensitif terhadap
harga. Misalnya, utk ukuran botol sedang (600 ml), harga air minum dalam
kemasan adalah antara Rp 1500 sampai Rp 2500, tidak antara Rp 500 sampai Rp
10.000. Selama masih dalam batas tsb, pembeli kurang sensitif terhadap
perubahan harga. Jadi, kalau harga Prima yg sebelumnya Rp 1.500 dinaikkan
menjadi Rp 2.000, penaikan harga ini tdk disertai oleh penurunan permintaan
secara signifikan.
l
Nilai
yg unik pada produk.
Semakin tinggi keunikan suatu produk, pembeli semakin kurang sensitif terhadap
harga. Contohnya adalah barang-barang antik.
l
Kesadaran
tentang barang pengganti.
Apabila sadar akan adanya barang pengganti, pembeli sensitif terhadap harga.
Pemilik mobil sensitif terhadap harga pertamax karena dgn sedikit penanganan
(misalnya mencampurkan zat peningkat oktan), premium dpt digunakan sebagai
pengganti. Coba kalau premium bersubsidi tdk ada, mau tdk mau pembeli membeli
pertamax.
l
Sulit
dibandingkan.
Apabila atribut suatu produk sulit dibandingkan dgn produk lain, pembeli kurang
sensitif terhadap harga.
l
Pengeluaran
total.
Semakin tinggi pengeluaran utk memperoleh produk, baik dalam bentuk uang,
tenaga, pikiran, & waktu, pembeli semakin sensitif terhadap harga. Semakin
besar porsi pengeluaran terhadap tabungan, pembeli semakin sensitif terhadap
harga. Misalnya, Jono membeli televisi layar datar ukuran 29 inci yg harganya
berkisar Rp 2.500.000 sampai Rp 5.000.000. Saldo tabungannya mencapai Rp
5.000.000. Jane juga ingin membeli barang yg sama, tetapi saldo tabungannya
mencapai Rp 15.000.000. Tentu Jono lebih sensitif terhadap harga dibanding
Jane.
l
Penanggulangan
biaya.
Pembeli kurang sensitif terhadap harga apabila sebagian biaya ditanggung pihak
lain.
l
Investasi
yg telah ditanamkan.
Pembeli kurang sensitif terhadap harga apabila pembelian produk berkaitan dgn
aset lain yg telah dibeli sebelumnya.
l
Kualitas
produk.
Pembeli kurang sensitif terhadap harga apabila produk dipersepsikan memiliki.
d. Analisis Interval & Preferensi Harga Konsumen
Setiap
konsumen memiliki interval harga yg layak bagi sebuah produk. Misalnya, bagi Jono, utk telepon seluler,
interval harga yg layak adalah Rp 1.000.000 sampai Rp 3.000.000. Jono akan
mengevaluasi berbagai merek telepon seluler yg berada pada interval harga tsb
sebelum menjatuhkan pilihan. Telepon seluler yg harganya di bawah Rp 1.000.000
atau di atas Rp 3.000.000 keluar dari pilihan Jono.
Dalam
interval tsb, yg paling penting sebenarnya adalah referensi harga (price reference) Jono terhadap telepon
seluler, yaitu satu tingkat harga yg dijadikan patokan oleh Jono, misalnya Rp
2.000.000. Semakin dekat dgn referensi harga tsb, semakin besar peluang sebuah
telepon seluler dibeli oleh Jono.
Informasi
interval & referensi harga pasar sasaran sangat penting. Harga sebaiknya
sama atau mendekati referensi harga atau setidaknya berada pada interval harga
yg dipertimbangkan pasar sasaran.
e. Analisis Persaingan
Siapa
Pesaing?
Pertanyaan pertama yg perlu dijawab adalah siapa pesaing kita? Pertanyaan ini
perlu dijawab agar perusahaan tdk memberikan perhatian pada perusahaan lain yg
bukan pesaing. Contohnya, saingan susu kaya kalsium Calcimex adalah Anlene &
Hi-Lo. Karena itu, Calcimex perlu memperhatikan strategi harga Anlene &
Hi-Lo. Bagi Nokia yg harganya hanya sampai jutaan rupiah, telepon seluler
premium Vertu yg harganya ratusan juta rupiah tentu bukan saingan.
Strategi
Harga Pesaing Setelah
mengenal siapa pesaing, selanjutnya perusahaan perlu mengetahui strategi harga
mereka. Pertanyaan dimulai dari : berapa tingkat harga mereka, berapa besar
marjin yg diberikan kepada perantara, apakah mereka memberikan diskon, dst.
Informasi tsb perlu diketahui utk menentukan apakah perusahaan menggunakan
persaingan harga atau bukan harga.
Pola
Reaksi Pesaing
Perusahaan perlu memprediksi bagaimana reaksi pesaing terhadap strategi harga
mereka. Ada 4 bentuk reaksi yg mungkin diambil pesaing :
l
Coperative
pricing.
Dalam praktek ini terdapat kesepakatan resmi atau tdk resmi mengenai harga.
Semua pemain menerapkan harga yg tdk jauh berbeda satu sama lain, sehingga tdk
merusak pasar. Praktek ini sering terjadi pada pasar oligopolistik.
l
Adaptive
pricing. Pesaing
lebih kecil umumnya mengikuti harga yg ditetapkan pesaing lebih besar. Kata
menyesuaikan (adaptive) tdk berarti harus sama, tetapi bisa di atas atau
di bawah harga perusahaan (merek) besar. Harga Hit selalu ditetapkan di bawah harga
Baygon, harga minyak Petronas & Shell juga selalu mengikuti pergerakan
harga pertamax dari Pertamina.
l
Opportunistic
pricing.
Dalam praktek ini, pesaing mencari kesempatan memotong harga atau menunda
kenaikan harga setelah pesaing menaikkan harga. Dgn kata lain, terdapat usaha
utk menetapkan harga yg lebih rendah dari pesaing. Contohnya, pada saat tarif
taksi dinaikkan di Jakarta, armada taksi yg besar-besar langsung menerapkan
kesepakatan itu, namun sebagian armada taksi yg umumnya kecil-kecil, tetap menggunakan
tarif lama & malah mempromosikan tarif lama itu sebagai daya tarik taksinya
dgn harapan memperoleh kesempatan mendapat penumpang.
l
Predatory
pricing.
Penetapan harga begini dimaksudkan utk mengalahkan atau mematikan pesaing. Cara
yg dipakai umumnya adalah menetapkan harga serendah mungkin atau memberi
diskon, potongan harga, pengembalian kas, atau hadiah besar-besaran, sehingga
harga yg ditetapkan pesaing menjadi tdk menarik bagi konsumen. Setelah pesaing
babak belur, perusahaan mengembalikan harga pada harga semula atau harga lebih
tinggi kalau pesaing kuat tdk ada lagi.
2. Mengidentifikasi
Faktor Pembatas Harga
Yg
termasuk sebagai faktor pembatas harga adalah sbb :
a. Biaya
Bagi
setiap perusahaan komersil, keuntungan akan diperoleh kalau harga jual lebih
tinggi dibanding biaya. Harga harus menutupi ongkos produksi, biaya pemasaran,
biaya admisnistrasi, & biaya tetap, sekaligus menyisakan marjin keuntungan.
Biaya merupakan faktor pembatas apabila perusahaan berniat menetapkan harga
serendah-rendahnya. Tentu saja, kalau menetapkan harga setinggi-tingginya,
biaya tdk menjadi faktor pembatas.
b. Peraturan Pemerintah
Peraturan
pemerintah dpt membatasi harga dgn membuat peraturan mengenai batas harga
tertinggi & terendah, diskriminasi harga (price discrimination),
pengelabuan harga (deceptive pricing), & praktek dumping.
Penetapan
harga tetap yg diatur pemerintah di Indonesia, atau yg harus memperoleh
persetujuan DPR adalah harga bahan bakar minyak, gas, pulsa telepon tetap,
listrik, & pupuk. Sedangkan praktek-praktek diskriminasi harga, pengelabuan
harga, & dumping, belum ditangani
pemerintah secara serius.
Diskriminasi
harga adalah praktek membeda-bedakan harga produk yg sama utk pembeli yg
berbeda, daerah yg berbeda, & volume pembelian yg berbeda. Berbagai negara
melarang diskriminasi harga. Pengelabuan harga adalah praktek penetapan harga
yg menipu pembeli, baik karena memberikan informasi tdk lengkap maupun
menyesatkan. Dumping adalah menjual produk di luar negeri lebih murah
dibanding dalam negeri.
c. Kepentingan Perantara
Saat
produk bergerak dari produsen, distributor, grosir, pengecer, sampai ke
konsumen, timbul biaya pada setiap tahap. Karenanya, harga pada konsumen akhir
harus lebih tinggi agar bisa menutupi biaya-biaya tsb, sekaligus memberikan
keuntungan, bayaran (fee), & komisi utk setiap anggota saluran,
selain menyisakan keuntungan bagi produsen.
d. Daur Hidup Produk
Dalam masa
perkenalan & pertumbuhan, penjual mempunyai keleluasaan dalam menetapkan
harga karena suplai belum memenuhi semua permintaan & pesaing masih
sedikit. Kalau produk sudah dewasa dalam daur hidupnya, di mana pertumbuhan
sudah stagnan & persaingan sudah tinggi, penjual tdk lagi leluasa
menetapkan harganya. Dalam situasi demikian, penjual perlu menilai kembali
harga yg ditetapkan, apakah perlu memberi diskon ataupun bentuk-bentuk promosi
penjual lainnya.
e. Jenis Persaingan
Seperti
telah dijelaskan, persaingan dpt dibedakan menjadi persaingan harga (price competition) & persaingan
bukan harga (non-price competition). Kalau persaingan yg dihadapi, perusahaan
lebih leluasa menetapkan harga. Namun, kalau konsumen lebih memperhatikan
faktor-faktor bukan harga, seperti kualitas, reputasi, jaminan, dst, harga
rendah tdk berarti banyak. Jadi, penjual kurang leluasa menetapkan harga.
Situasi seperti terjadi dalam dunia pendidikan tinggi. Tdk berarti bahwa
perguruan tinggi yg uang kuliahnya paling rendah juga memiliki jumlah mahasiswa
paling banyak.
f. Strategi Bauran
Pemasaran
Penetapan
harga sebenarnya bukanlah proses yg berdiri sendiri. Dalam rencana pemasaran
strategis, penetapan harga merupakan penjabaran posisi merek (brand position) yg dirancang perusahaan.
Sebagaimana diketahui, posisi merek dijabarkan melalui komponen-komponen marketing
mix, di mana harga merupakan salah satu di antaranya. Karena harus
mencerminkan citra yg sama, semua komponen bauran pemasaran tentu harus padu
satu sama lain. Sebagai contoh kita ambil sedan Volvo. Katakanlah mobil itu
diposisikan sebagai SEDAN PREMIUM YG AMAN.
Bagaimana posisi tsb dijabarkan? Lihat dalam ilustrasi berikut.
Ilustrasi
di atas menunjukkan bahwa harga harga diselaraskan dgn komponen bauran
pemasaran lainnya. Masuk akalkah kalau harga ditetapkan rendah sementara
komponen bauran pemasaran lainnya mencerminkan sedan Volvo premium & aman?
Kalau itu dilakukan posisi merek justru membingungkan karena harga tdk sinkron.
Jadi, sekali lagi, penetapan harga tdk bebas, tetapi dibatasi juga oleh
komponen bauran pemasaran lainnya.
g. Etika
Etika
adalah standar moral yg membatasi penjual dari praktek-praktek bisnis yg
merugikan orang lain. Harga tdk etis adalah harga yg terlalu tinggi, di mana
penjual mengambil porsi keuntungan terlalu besar, harga yg tidak sebenarnya,
harga yg perhitungannya dibuat rumit supaya pembeli bingung, pengenaan
biaya-biaya tambahan yg tdk disebutkan pada awal transaksi, dll.
3. Menetapkan
Sasaran
Memang,
harus dijelas sasaran apa yg mau dicapai melalui penetapan harga. Dalam
percakapan di atas, penetapan harga patung-patung kecil semata-mata ditujukan
utk memancing datangnya pengunjung. Sedangkan harga barang-barang eksklusif
ditetapkan dgn tujuan memperoleh keuntungan. Sasaran-sasaran penetapan harga
lebih rinci dijelaskan berikut ini.
a. Maksimisasi Keuntungan
Memang
tujuan semua usaha adalah memperoleh keuntungan. Namun, tdk setiap saat
penciptaan keuntungan menjadi sasaran utama. Pada saat tertentu bisa saja
perusahaan mengorbankan keuntungan utk meraih sasaran lain. Utk menetapkan
harga yg memperoleh keuntungan adalah sulit. Misalkan konsumen bersedia membeli
produk pada harga Rp 5.000, padahal harga Rp 4.000 sudah menghasilkan
keuntungan. Kalau sasarannya adalah memperoleh keuntungan, dari kedua tingkat
harga itu, yg mana dipilih? Kalau memang
yg dicari adalah keuntungan maksimal, pilihlah harga yg menghasilkannya.
b. Bertahan Hidup (Survival)
Sebenarnya,
apapun sasarannya, ujung-ujungnya adalah perusahaan dpt bertahan &
berkembang. Namun, yg dimaksud sekedar bertahan hidup di sini adalah suatu
usaha jangka pendek utk membuat perusahaan dpt beroperasi terus walaupun rugi,
impas, ataupun dgn keuntungan sedikit.
Keuntungan bukan tujuan lagi. Yg penting, bagaimana supaya perusahaan
tetap berjalan.
c. Tingkat Pengembalian
Investasi (Return on Investment-ROI)
Sasaran
ini sama saja dgn sasaran memperoleh keuntungan. Namun, yg menjadi perhatian
pada sasaran ini bukan nilai nominal keuntungan, melainkan persentase
keuntungan dari investasi yg ditanamkan.
Kebanyakan
keputusan investasi menggunakan sasaran ini. Namun, keputusan harga bersifat
mencoba-coba karena hanya didasarkan pada perhitungan di atas kertas. Dalam
perencanaan disodorkan sejumlah tingkat harga lengkap dgn ROI masing-masing.
Harga yg ditetapkan adalah yg memberikan ROI paling masuk akal (bukan paling
tinggi). Yg jelas, ROI harus di atas suku bunga pinjaman agar dianggap layak.
Bagaimana memperoleh ROI yg lebih tinggi? Di atas kertas mudah. Dgn hanya
memilih harga lebih tinggi dgn sendirinya ROI juga lebih tinggi. Masalahnya, bagaimana dgn reaksi pasar?
Inilah yg sering dilewatkan sasaran perusahaan semata-mata adalah memperoleh
ROI yg memuaskan.
d. Pangsa Pasar (Market Share)
Banyak
perusahaan yg ingin memperoleh pangsa pasar melalui penetapan harga. Pada pasar
yg elastis, sebuah perusahaan dpt memperoleh pangsa pasar melalui harga yg
rendah. Dalam jangka pendek, harga rendah memang tdk memberi keuntungan, namun
kalau yg ingin dicapai adalah pangsa pasar, sasaran keuntungan dibelakangkan
dulu. Soalnya, ada beberapa manfaat yg diperoleh dari pangsa pasar lebih besar.
Pertama, efisiensi biaya produksi dgn meningkatnya skala ekonomi (economic
of scale). Konsep ini menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat produksi,
biaya rata-rata semakin rendah. Kedua, perusahaan menikmati porsi lebih besar
dari pertumbuhan pasar. Katakanlah Mitsubishi menguasai 70% pasar truk ringan
di Indonesia. Kalau tahun depan diperkirakan terjadi kenaikan permintaan
sebanyak 100 ribu truk ringan, Mitsubishi berpeluang besar menikmati 70% atau
70 ribu truk ringan di antaranya. Yg sering terjadi, pemimpin pasar menikmati
porsi pertumbuhan lebih besar (misalnya Mitsubishi menikmati lebih dari 70%
kenaikan permintaan) dgn fenomena yg disebut double jeopardy. Fenomena
yg dpt diterjemahkan secara bebas sebagai pukulan beruntun, sebenarnya
ditujukan pada merek-merek kecil. Maksudnya, sudah pangsa pasarnya kecil,
promosi merek-merek kecil juga kurang direspon pasar. Pada sisi lain,
merek-merek besar memiliki keuntungan ganda, yaitu pangsa pasar yg lebih besar &
respon yg lebih tinggi terhadap usaha-usaha pemasarannya. Jadi, wajar saja
merek-merek pemimpin memperoleh porsi lebih besar dari pertumbuhan pasar.
e. Kualitas Produk
Harga dpt
digunakan utk menciptakan persepsi kualitas. Jarang sekali produk yg diklaim
sebagai produk berkualitas spesial tetapi memiliki harga rendah. Soalnya,
secara psikologis, konsumen umumnya menganggap bahwa harga yg tinggi menyatakan
kualitas tinggi pula. Ada pepatah yg menyatakan ‘harga tdk pernah berbohong’.
Artinya, produk berharga murah juga memiliki kualitas rendah. Sebaliknya,
produk berharga tinggi memiliki kualitas tinggi pula.
Menghabiskan
stok lama pada saat daur hidup produk memasuki masa menurun, satu-satunya
pilihan bagi perusahaan adalah melakukan cuci gudang. Dalam industri mobil,
apabila model baru mau muncul, perusahaan biasanya memberikan insentif
finansial & non-finansial sangat besar bagi pembelian model lama. Tindakan
ini bertujuan menghabiskan stok model lama sebelum model baru muncul.
f. Mematikan Pesaing
Harga dpt
digunakan utk menggerogoti, bahkan mematikan pesaing. Namun, tindakan ini
efektif hanya pada pasar yg di dalamnya berlaku persaingan harga. Banyak
perusahaan sengaja menjual produk di bawah biaya rata-rata semata-mata utk
menjegal pesaing. Harga ditetapkan lebih rendah signifikan di bawah pesaing
itu. Dalam pasar yg elastis, konsumen tentu beralih pada produk yg lebih murah.
Dalam menjalani taktik ini perusahaan harus memiliki sumberdaya lebih besar.
Sebab, apabila terjadi perang harga, perusahaan yg mampu bertahan lebih lamalah
yg menang. Setelah pesaing bangkrut,
perusahaan akan kembali pada harga semula.
4. Analisis
Potensi Keuntungan
Utk
menganalisis potensi keuntungan, para pemasar perlu mengombinasikan
sensitivitas harga dgn biaya. Para pemasar juga perlu memahami prinsip-prinsip
biaya, mulai dari biaya tetap, biaya variabel, biaya marjinal, biaya tetap
rata-rata, & biaya variabel rata-rata. Tentu bukan porsi kita menjelaskan
konsep-konsep tsb.
Analisis
potensi keuntungan bertujuan utk mengetahui potensi keuntungan atau resiko
kerugian serta volume yg menjadikan tercapainya titik impas pada setiap
skenario harga. Berikut ini diilustrasikan perkiraan produksi & biaya
(Tabel 1) serta keuntungan (Tabel 2) perusahaan fiktif McDonnald.
Tabel
1. Perkiraan Tingkat Produksi & Biaya Hamburger BigMc
Tingkat
Produksi
|
Biaya
Tetap
|
Biaya Tetap
Rata-rata
|
Biaya
Variabel
|
Biaya
Total
|
Biaya Total
Rata-rata
|
10
|
50,000
|
5,000
|
8,500
|
58,500
|
5,850
|
20
|
50,000
|
2,500
|
17,000
|
67,000
|
3,350
|
30
|
50,000
|
1,667
|
25,500
|
75,500
|
2,517
|
40
|
50,000
|
1,250
|
34,000
|
84,000
|
2,100
|
50
|
50,000
|
1,000
|
42,500
|
92,500
|
1,850
|
60
|
50,000
|
833
|
51,000
|
101,000
|
1,683
|
70
|
50,000
|
714
|
59,500
|
109,500
|
1,564
|
80
|
50,000
|
625
|
68,000
|
118,000
|
1,475
|
90
|
50,000
|
556
|
76,500
|
126,500
|
1,406
|
100
|
50,000
|
500
|
85,000
|
135,000
|
1,350
|
Tabel
2. Potensi Keuntungan pada Setiap Skenario Harga
Harga (Rp)
|
Penjualan
(Unit)
|
Penjualan
(Rp)
|
Biaya Total
|
Keuntungan
|
3,500
|
10
|
35,000
|
58,500
|
(23,500)
|
3,300
|
20
|
66,000
|
67,000
|
(1,000)
|
2,900
|
30
|
87,000
|
75,500
|
11,500
|
2,500
|
40
|
100,000
|
84,000
|
16,000
|
2,300
|
50
|
115,000
|
92,500
|
22,500
|
2,000
|
60
|
120,000
|
101,000
|
19,000
|
1,800
|
70
|
126,000
|
109,500
|
16,500
|
1,600
|
80
|
128,000
|
118,000
|
10,000
|
1,500
|
90
|
135,000
|
126,500
|
8,500
|
1,200
|
100
|
120,000
|
135,000
|
(15,000)
|
Dari
skenario tsb, perusahaan dpt memperkirakan berapa keuntungan ataupun kerugian
pada setiap tingkat harga. Apabila sasaran adalah memperoleh keuntungan, tentu
perusahaan akan menetapkan harga yg memberikan keuntungan terbesar, yaitu Rp 2.300
(Tabel 2). Lalu, apabila menetapkan harga serendah-rendahnya utk mematikan
pesaing, perusahaan harus siap rugi sebesar Rp 15.000.
Analisis
Titik Impas
Katakanlah
perusahaan memilih harga Rp 2300.
Pertanyaannya, pada tingkat harga tsb, berapa produk yg harus dijual
agar tercapai titik impas? Berdasarkan perhitungan di bawah ini, perusahaan
harus menjual 35 produk agar tercapai titik impas.
5. Menetapkan Harga Awal
Berdasarkan
faktor apa yg dijadikan sebagai acuan utama, ada 3 pendekatan dalam penetapan
harga awal, yaitu :
a. Penetapan Harga
Berdasarkan Pasar (market based pricing)
Acuan
utama adalah persepsi & kebutuhan konsumen. Ada beberapa teknik yg
tersedia, yaitu :
l
Value
pricing,
yaitu penetapan harga yg dimaksudkan utk memberi kesan bahwa konsumen
memperoleh nilai dgn uang yg dibayarkan. Perlu diketahui bahwa nilai merupakan
selisih antara manfaat (benefit) yg diperoleh & harga yg dibayarkan.
Agar memberi kesan memiliki nilai, harga harus terkesan rendah, tetapi dgn
catatan produk terkesan berkualitas. Kalau harga & produk sama-sama
terkesan rendah, maka kesan nilai tdk diperoleh. Hyundai Avega menggunakan pendekatan
ini.
l
Perceived
Quality Pricing, penetapan
harga utk menciptakan persepsi kualitas. Acuan utama bukan biaya produksi,
melainkan persepsi pembeli yg menganggap bahwa harga yg mahal mencerminkan
kualitas yg tinggi.
l
Odd-pricing, merupakan praktek
pembuatan harga-harga ganjil, misalnya Rp 3.977, Rp 15.970, Rp 21.365.000, dst.
Pembuatan harga seperti ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, memberi kesan
lebih murah karena belum menyentuh level harga di atasnya. Misalnya Rp 15.970
masih berada pada rentang 15 ribuan belum masuk level 16 ribuan. Kedua, lebih
sulit diingat dibanding harga-harga genap, sehingga kalau suatu saat dinaikkan,
konsumen lebih sulit menangkap kenaikan harga. Misalnya, harga Rp 21.399.500 yg
dinaikkan menjadi Rp 21.699.500, lebih sulit disadari dibanding kenaikan harga
dari Rp 21.400.000 menjadi Rp 21.700.000, walaupun kenaikannya sama-sama Rp
300.000 & harga sebelum & setelah naik kedua tingkat harga tdk berbeda
signifikan. Ketiga, memberi kesan bahwa
penetapan harga dilakukan secara matang karena perhitungan dilakukan sampai
satuan terkecil. Misalnya, harga Rp3.977 mengesankan bahwa perusahaan tdk
melakukan pembulatan, akan tetapi memperhitungkan harga sampai satuan terkecil
yg sebenarnya tdk berlaku lagi, yaitu satu rupiah.
b. Penetapan Harga
Berdasarkan Biaya
Acuan
utama penetapan harga adalah biaya. Terdapat 2 teknik yg biasa digunakan, yaitu
:
l
Mark-up
pricing,
yaitu dgn menambahkan mark-up yg
diinginkan pada penjualan. Perhitungan berikut ini disajikan sebagai contoh.
Tingkat
penjualan yg diinginkan= 50 unit produk
Biaya
tetap= Rp 50.000
Biaya
variabel= Rp 42.500
Biaya per
unit = (50.000 + 42.500)/50= Rp 1850
Misalkan mark-up yg diinginkan adalah 20%, maka
harga menjadi :
l
Target
return pricing,
yaitu penetapan harga yg didasarkan pada target pengembalian investasi yg
diinginkan. Misalnya, perusahaan sudah menginvestasikan Rp 75.000 & mampu
menjual 50 unit produk. Kalau perusahaan menginginkan tingkat pengembalian 20%,
maka harga dpt diutak-atik sbb :
c. Penetapan Harga
Berdasarkan Harga Pesaing
Harga
ditetapkan berdasarkan harga yg sudah atau diperkirakan akan ditetapkan
pesaing. 2 teknik yg lazim digunakan adalah :
l
Menetapkan
harga berdasarkan harga pesaing yg sudah ada, yaitu menetapkan harga sama, di
bawah, ataupun di atas harga yg telah ditetapkan pesaing. Apabila menetapkan
harga sama, perusahaan bersiap utk bersaing langsung dgn pesaing. Harga di
bawah pesaing memiliki resiko persepsi kualitas lebih rendah. Namun, selama
perusahaan dpt meyakinkan kualitas produk, strategi ini dpt berhasil, terutama
bila perbedaan harga signifikan & konsumen sensitif terhadap harga.
Penetapan harga di atas pesaing tentu bertujuan utk menciptakan persepsi
kualitas lebih tinggi. Strategi ini perlu didukung jaminan kualitas. Apabila
konsumen mengetahui bahwa kualitas produk kita sama saja dgn produk pesaing,
tentu mereka akan berpikir 2 kali utk membeli produk kita yg lebih mahal.
l
Penetapan
harga berdasarkan harga yg diperkirakan akan ditetapkan pesaing. Penetapan harga
seperti ini sering terjadi pada tender. Dalam tender setiap peserta membuat
perhitungan harga secara tertutup lalu diekspos saat tender dilakukan. Dalam
proses tsb tdk berarti bahwa harga terendah yg akan menang. Karena bagaimana
pun harga terkait dgn kualitas pekerjaan. Yg perlu diketahui perusahaan adalah
kualitas pekerjaan yg diinginkan pemilik proyek serta anggaran yg mereka
sediakan. Buatlah penawaran sesuai anggaran & kualitas yg diinginkan
pemilik proyek.
6. Mengelola Harga
Penjelasan
sebelumnya menyangkut 2 hal, pertama faktor-faktor yg perlu dipertimbangkan
dalam penetapan harga & kedua, proses penetapan harga. Lagi pula, kita baru
membicarakan penetapan harga utk satu produk (single price for single
product). Bagaimana kalau produk banyak & setiap produk diberi harga
berbeda? Contoh, Nissan Grand Livina memiliki 7 versi. Utk yg 1500 cc terdapat
versi SV, XV manual, & XV otomatis. Lalu, versi 1800 cc terdiri dari XV, XV
otomatis, Ultimate, & Ultimate Otomatis. Pertanyaannya, bagaimana menetapkan
harga setiap versi? Lalu, bagaimana menjaga perimbangan harga antar versi?
Pada
kenyataannya, harga memiliki dinamika yg kompleks. Utk produk standar saja,
misalnya listrik, harga sudah berbeda-beda berdasarkan siapa pelanggannya
(rumah tangga, lembaga sosial, unit bisnis) & kapasitas pemakaian (450
watt, 900 watt, 2200 watt, 3000 watt, 6000 watt, dst). Yg jelas, harga tdk
hanya menyangkut berapa nilai uang yg harus dibayar konsumen, akan tetapi juga
memiliki aspek strategis bagi perusahaan.
C. Strategi-strategi
Harga
Harga dpt
dipakai sebagai bagian strategi, khususnya bila menyangkut 4 hal, yaitu :
1. Penetapan
Harga Produk Baru
Sebuah
perusahaan dpt meluncurkan produk baru dgn :
a. Harga tinggi (Skimming Pricing)
Dgn
skimming price, bukan berarti harga tinggi selamanya. Cukup pada masa
perkenalan saja. Pada saat persaingan mulai ketat, barulah harga diturunkan. Harga
tinggi perlu utk menutup biaya riset serta pengembangan produk secepatnya. Dgn
harga tinggi, perusahaan dpt berjaga-jaga terhadap kemungkinan kekeliruan
penetapan harga. Kalau keliru, turunkan saja harganya. Ini lebih mudah
ketimbang menaikkan harga. Strategi ini baru berjalan baik bila konsumen tdk
sensitif terhadap harga, akan tetapi lebih memperhatikan keunikan-keunikan
produk yg terkait dgn kualitas, brand
image, personil maupun layanan tambahan.
Setelah
non-price
sensitive customer terlayani, perusahaan dpt membuat versi lebih murah
utk melayani price-sensitive customer. Keputusan demikian dpt bersamaan dgn
strategi perluasan lini produk ke hilir (down-ward stretching) dgn
meluncurkan produk-produk berbiaya lebih rendah. Perusahaan yg awalnya menjual
buku edisi hard-cover, dpt meluncurkan edisi soft-cover yg lebih murah.
Kondisi
lain yg dibutuhkan agar strategi ini berjalan baik adalah adanya hambatan masuk
(entry-barrier)
yg tinggi utk pesaing. Teknologi, investasi awal yg besar, hak paten maupun
konsumen yg loyal dpt menjadi penghambat masuknya pesaing. Kalau pesaing mudah
masuk, strategi harga tinggi justru akan menghancurkan perusahaan, sebab
pesaing berkesempatan meluncurkan produk dgn harga lebih murah.
b. Harga Rendah (Penetration Pricing)
Dgn
strategi ini, perusahaan meluncurkan produk baru dgn harga rendah dgn harapan
akan memperoleh volume penjualan yg besar dalam waktu yg relatif singkat. Dgn
volume besar, tentu biaya rata-rata akan menurun. Selanjutnya, biaya rendah ini dpt menghambat
masuknya pesaing. Keunggulan biaya inilah
yg disebut sebagai strategi cost-leadership oleh Porter (1985). Strategi
ini masuk hitungan kalau pasar sensitif terhadap harga. Itu yg pertama. Yg
kedua, terdapat korelasi negatif antara kenaikan volume penjualan dgn biaya,
dimana kalau volume penjualan meningkat maka biaya akan menurun. Ketiga, harga
rendah bisa menjadi keunggulan bersaing. Sekali lagi, utk kondisi ketiga ini,
pasar harus sensitif terhadap harga. Kalau pesaing bisa mendidik pasar
menomorduakan harga dalam mengambil pertimbangan, maka strategi ini lebih baik
dilupakan.
2. Adaptasi
Harga
Ada
2 kemungkinan motif yg mendorong perusahaan meninggalkan kebijakan satu harga.
Motif pertama adalah penyesuaian dgn situasi tertentu. Disini perusahaan
bersifat reaktif terhadap situasi yg mengharuskan. Motif kedua adalah
menggunakan harga sebagai stimuli utk memperoleh respon tertentu dari konsumen.
Ada
5 strategi harga yg berasal dari adaptasi harga, yaitu : geographical pricing, price
discount and allowance, promotional pricing, discriminatory pricing dan
product-mix pricing. Dalam penjelasan berikut konsep-konsep tsb ditulis
dalam istilah aslinya agar tdk kehilangan makna.
a.
Geographical Pricing
Strategi
ini adalah menetapkan harga berbeda utk area geografis ataupun negara berbeda.
Pertimbangannya bisa dari faktor biaya, daya beli penduduk maupun daur hidup
produk di daerah atau negara yg bersangkutan.
b.
Price Discount and
Allowance
Kebanyakan
perusahaan akan memodifikasi harga dasar sebagai imbalan utk
perbuatan-perbuatan pembeli yg dianggap baik oleh perusahaan, seperti
pembayaran di muka, pembelian dalam jumlah besar & pembelian di luar musim (off-season-buying). Sebelum dibahas
lebih jauh, perlu diingat terlebih dahulu bahwa tindakan ini dapat mengurangi
keuntungan perusahaan. Jadi, sebelum melakukan memberikan diskon-diskon,
perusahaan perlu menghitung untung-ruginya secara akurat.
Cash-discount. Ini adalah penurunan
harga kepada pembeli yg cepat membayar tagihan. Kode yg umum adalah “2/10, net
30”. Artinya, masa pembayaran tagihan adalah 30 hari. Tetapi kalau pembeli
membayar dalam 10 hari atau kurang, maka perusahaan akan memberikan diskon 2%. Keuntungannya bagi perusahaan adalah
meningkatnya likuiditas, menurunnya biaya penagihan serta jumlah bad-debt.
Quantity-discount. Ini adalah penurunan
harga yg diberikan karena volume pembelian yg besar. Ini biasa terjadi
antar-pedagang, bisa juga antara toko dgn konsumen. Malah, kadang-kadang,
pembeli sendiri yg meminta potongan harga kalau tahu volume pembeliannya besar.
Functional-discount. Ini merupakan
pemotongan harga oleh penjual karena pembeli melakukan fungsi-fungsi tertentu,
seperti pencatatan, penagihan maupun fungsi-fungsi lain. Konsekuensinya,
pemotongan harga bisa berbeda kalau fungsi yg dilakukan pembeli berbeda.
Seasonal
Discount.
Ini adalah potongan harga yg diberikan di luar musim. Misalnya, tempat rekreasi memberikan diskon
utk hari Senin sampai Jumat karena pada hari-hari tsb pengunjung sepi. Telkom
juga melakukan strategi ini utk telepon statis. Pada jam sibuk antara jam 18.00
sampai jam 23.00, harga pulsa dipotong 50%. Potongan lebih besar lagi (yaitu 75%)
antara jam 23.00 sampai jam 06.00, karena pemakai telepon lebih sepi pada
selang waktu tsb.
Tujuan
dari diskon ini adalah agar kapasitas tdk menganggur pada masa sepi. Sebagian
perusahaan menggunakan strategi ini sebagai bagian dari manajemen permintaan,
yaitu memindahkan sebagian permintaan yg tdk terlayani pada masa puncak (peak season) ke masa sepi (off-season).
Allowances.
Ini
juga merupakan bagian dari penurunan harga. Trade-in allowances adalah
penurunan harga yg diberikan utk penggantian item lama dgn yg baru. Misalnya,
ada perusahaan otomotif menawarkan seperti ini : “Tukar mobil lama Anda dgn yg
baru. Kami beri diskon 5%”. Tujuannya tentu agar perputaran produk lebih
tinggi. Selain itu, utk mengikat pemakai produk lama menjadi pembeli yg loyal.
Yg
perlu diperhatikan adalah produk lama yg ditukarkan pembeli mau diapakan?
Banyak perusahaan otomotif membuka anak perusahaan yg khusus menjual mobil
bekas. Nah, kesanalah mobil-mobil bekas itu diputar. Penurunan harga ini juga
diberikan kalau pembeli berpartisipasi dalam promosi maupun usaha-usaha
penjualan lainnya.
c.
Promotional Pricing
Perusahaan
dpt menggunakan teknik harga utk menstimulasi pembelian awal. Teknik-teknik tsb
adalah sbb :
·
Harga
penglaris (loss-leader pricing). Caranya adalah toko menurunkan harga
merek terkenal atau produk yg sensitif terhadap harga utk meningkatkan
kunjungan. Misalnya, sebuah toko bisa menurunkan harga beras, tetap produk lain
tetap. Karena dalam masa krisis konsumen sensitif terhadap harga beras, maka
dgn menurunkan harga sedikit saja, maka konsumen akan terpengaruh. Biasanya
produsen tdk suka kalau produknya dijadikan sebagai penglaris oleh supermarket
atau toko-toko.
·
Special-event
pricing.
Prakteknya adalah menurunkan harga utk menyambut even-even tertentu. Sepatu
Bata sering menurunkan harga utk menyambut Lebaran. Ada juga yg mengaitkan
penurunan harga dgn ulang tahun kemerdekaan RI. Tujuannya tentu adalah utk
menciptakan image yg baik, bahwa perusahaan peduli terhadap even-even yg
bermakna khusus bagi masyarakat.
·
Cash-rebate. Konsep ini disebut
juga cash-back. Daripada menurunkan harga, ada juga perusahaan yg
memberikan sejumlah uang utk pembelian produknya. Utk mendongkrak penjualannya,
Isuzu Panther tahun 1996 membuat iklan : “Beli Panther tipe apa saja, maka Rp
1.000.000 langsung Anda dapatkan”. Teknik ini dpt membantu produsen menurunkan
persediaan tanpa menurunkan daftar harga (Price-list).
·
Low-interest
financing.
Kalau kita amati iklan-iklan mobil belakangan ini, sering ditawarkan bunga
rendah, misalnya 8% per tahun. Malah, sebelum krisis, Astra pernah menawarkan
kredit satu tahun tanpa bunga utk pembelian Kijang. Namun, hati-hati menyikapi
iklan begini. Begitu sampai di showroom, seringkali calon pembeli merasa
terkecoh karena suku bunga rendah tsb harus memenuhi kondisi tertentu, misalnya
uang muka 30% atau jangka waktu kredit yg singkat.
·
Longer
payment terms.
Tujuannya adalah utk menurunkan bayaran bulanan. Waktu pertama diluncurkan, Nissan
Grand Livina menawarkan kredit sampai 5 tahun. Konsekuensinya tentu suku bunga
lebih tinggi. Tetapi, yg menjadi faktor
penarik adalah bayaran per bulan yg lebih rendah.
·
Warranties
and service contract.
Daripada menurunkan harga, perusahaan dpt menawarkan kontrak servis. Teknik ini
digunakan PT. KRAMAYUDHA TIGA BERLIAN utk mobil-mobil Mitsubishi yg dipasarkannya
di Indonesia. Perusahaan ini menawarkan paket bernama KONSER, yaitu kontrak
servis yg berlaku dalam jangka waktu tertentu.
Fasilitas yg ditawarkan dalam KONSER adalah bebas harga utk pelayanan
tertentu serta penurunan harga utk pelayanan lainnya.
·
Psychological
discounting.
Dgn teknik ini, perusahaan ingin menciptakan kesan adanya penghematan dari
penurunan harga. Misalnya : “Dulu Rp 100.000, sekarang Rp 60.000”. Yg menjadi
persoalan, apa benar sebelumnya harga Rp 100.000? Bila benar, berarti pembeli memang
dpt menghemat Rp 40.000. Kalau tdk, praktek ini merupakan suatu praktek
pengelabuan. Namun, pembeli jarang mempertanyakan kebenaran itu.
3. Diskriminasi
Harga
Perusahaan
seringkali memodifikasi harga dasar utk mengakomodasi perbedaan-perbedaan yg menyangkut
konsumen, produk, lokasi dll.
Diskriminasi harga terjadi pada saat perusahaan menjual produk dgn 2
atau lebih tingkat harga dimana perbedaan harga tdk mencerminkan perbedaan
biaya. Beberapa teknik diskriminasi adalah :
·
Diskriminasi
berdasarkan segmen. Kelompok pembeli yg berbeda dikenakan harga yg berbeda.
Misalnya, tiket masuk museum, lebih murah utk anak sekolah daripada umum.
·
Diskriminasi
berdasarkan bentuk produk (product-form pricing). Versi produk yg
berbeda dikenakan harga berbeda, tetapi tdk mencerminkan perbedaan harga secara
proporsional. Harga mineral Aqua ukuran gelas 220 ml adalah Rp 600. Sedangkan
ukuran botol ukuran 600 ml adalah Rp 1500.
Tentu, dgn harga demikian, harga air per ml kedua produk sudah berbeda.
·
Diskriminasi
berdasarkan lokasi (location pricing). Produk sama, tetapi tempat
berbeda, harga berbeda. Misalnya, kalau menonton konser, beda tiket utk VVIP (very very important person), VIP (very important person) & kelas
biasa. Di kapal laut juga demikian. Ada kelas ekonomi, Kelas III, Kelas II,
Kelas I & Kelas VIP.
·
Diskriminasi
berdasarkan waktu (time pricing). Ini adalah penetapan harga berbeda utk waktu yg
berbeda. Misalnya, hotel menetapkan harga berbeda utk weekend serta hari libur & hari-hari biasa. Lho, kalau begitu,
apa bedanya dgn seasonal discount? Ada bedanya, walaupun jatuh-jatuhnya sama
saja. Kalau seasonal discount, daftar
harga sama utk semua musim. Hanya saja waktu off-season diberikan
diskon, sehingga yg dibayarkan lebih murah.
Dgn diskriminasi harga, perusahaan memang menerapkan harga yg berbeda
utk waktu yg berbeda. Yg namanya diskon tdk diberlakukan karena memang daftar
harganya sudah diturunkan utk off-season.
Agar
diskriminasi harga berjalan baik, ada beberapa kondisi yg perlu diperhatikan.
Pertama, pasar harus tersegmentasi (segmentable)
& setiap segmen menunjukkan intensitas permintaan yg berbeda. Kedua,
pembeli pada segmen berharga murah harus tdk bisa menjual kembali produk kepada
segmen berharga mahal. Ketiga, pesaing harus tdk bisa memasuki segmen berharga
mahal dgn menjual menjual produk substitusi yg lebih murah. Keempat, biaya tdk lebih tinggi dari
penerimaan yg diperoleh dari diskriminasi harga. Kelima, diskriminasi tdk
mengecewakan konsumen. Keenam, diskriminasi harga tdk melanggar aturan.
Diskriminasi
harga sebenarnya justru sering dipicu oleh peraturan. Misalnya, di Indonesia,
pemerintah mengharuskan pengembang perumahan utk menerapkan sistem 1 – 3 - 5.
Artinya, setiap membangun satu rumah mewah, maka pengembang harus membangun 3 rumah
menengah & 5 rumah sederhana.
Listrik
juga demikian. PLN diharuskan membedakan tarik utk pelanggan kecil (sampai daya
900 watt), menengah (di atas 900 watt sampai 3000 watt) & atas (di atas
3000 watt). Selain itu, PLN juga menerapkan tarif berbeda utk rumah tinggal,
perusahaan komersil, perusahaan nirlaba & institusi-institusi sosial.
4. Penetapan Harga Bauran Produk
Harga
sekumpulan produk dari satu perusahaan harus diatur sedemikian utk memperoleh
keuntungan yg optimal. Karena itulah dikenal penetapan harga lini produk (product-line
pricing), penetapan harga fitur opsional (optional-feature pricing),
penetapan harga utk produk yg telah dipegang (captive-product pricing),
penetapan harga 2 bagian (two-part pricing), penetapan harga
utk produk sampingan (byproduct pricing) & penetapan
harga utk sekumpulan produk sekaligus (product-bundling pricing).
a.
Product-line pricing
Umumnya
perusahaan menawarkan beberapa item produk sekaligus. Perusahaan otomotif dari Korea Hyundai,
misalnya, langsung menawarkan 12 item produk pada awal expansinya.
Produk-produk tsb kalau diamati dpt diurutkan mulai dari yg paling sederhana (bottom-line)
ATOZ M/T sampai yg paling mewah (upper-line) Grandeur 3.0 A/T.
Manajemen
tentu menetapkan selisih harga yg teratur (price-steps) mulai dari item
sederhana sampai ke yg paling mewah. Adapun selisih harga itu perlu
mempertimbangkan perbedaan biaya antar tipe, evaluasi perbedaan fitur &
harga-harga pesaing.
Jika jarak
harga terlalu rendah, maka pembeli akan cenderung membeli versi yg lebih mewah.
Sebaliknya, kalau terlalu jauh, maka versi lebih sederhana menjadi pilihan.
Memang agak sulit utk menetapkan selisih harga yg optimal (tdk terlalu jauh &
tdk telalu dekat). Namun, Monroe (1978) memberikan formula yg setidak-tidaknya
bisa dipertimbangkan.
Tabel
5-1. Daftar Harga Mobil Merek Hyundai
No.
|
Tipe
|
Harga
|
1.
|
ATOZ
M/T
|
Rp 85.000.000
|
2.
|
ATOZ
A/T
|
Rp 95.000.000
|
3.
|
ACCENT
M/T
|
Rp
110.000.000
|
4.
|
ACCENT
A/T
|
Rp
120.500.000
|
5.
|
GRACE
2.5 D. TURBO
|
Rp
185.000.000
|
6.
|
TRAJET
2.0 M/T
|
Rp
210.000.000
|
7.
|
TRAJET
2.0 A/T
|
Rp
225.000.000
|
8.
|
TRAJET
2.7 A/T
|
Rp
279.000.000
|
9.
|
SONATA
2.5 A/T
|
Rp
295.000.000
|
10.
|
TRAJET
2/7 A/T, SE
|
Rp
299.000.000
|
11.
|
COUPE
2.0 A/T
|
Rp
302.000.000
|
12.
|
GRANDEUR
3.0 A/T
|
Rp
425.000.000
|
Sumber: PT. WIRA ANDRAWINA MEGAH, Sept. 2000
NOTE: Harga tidak mengikat> Perkiraan BBN dan
harga OTR untuk wilayah DKI Jakarta.
Dalam
rumusannya, Monroe mempertimbangkan 3 faktor, yaitu harga tertinggi (Pmax),
harga terendah (Pmin) & jumlah anggota lini produk (n). Ketiga faktor tsb diformulasikan utk mencari
konstanta K dgn rumusan sbb:
Log K =
1/(n-1) (Log Pmax - Log Pmin)
Ambil
contoh harga lini produk Hyundai dari Tabel 5-1. Dari tabel tsb tampak bahwa
harga terendah adalah Rp 85.000.000 & harga tertinggi adalah Rp 425.000.000,
sedangkan jumlah anggota lini produk (n) adalah 12. Dgn demikian, dpt dicari :
Log K =
1/(12-1) (Log 425.000.000 - Log 85.000.000)
Log K =
1/11 (8,63 - 7,93)
K =
Anti log 0,06364
K = 1,1578
Dgn
nilai K di atas, maka secara teori, harga-harga item produk Hyundai adalah
sebagai ditampilkan dalam Tabel 5-2.
Tabel
5-2. Harga Lini Produk Hyundai Menurut Konsep Monroe
No.
|
Tipe
|
Perhitungan
|
Harga Menurut Konsep
Monroe
|
1.
|
ATOZ
M/T
|
-
|
85.000.000
|
2.
|
ATOZ
A/T
|
85.000.000
x 1,1576
|
98.392.422
|
3.
|
ACCENT
M/T
|
98.392.422
x 1,1576
|
113.894.927
|
4.
|
ACCENT
A/T
|
113.894.927
x 1,1576
|
131.839.974
|
5.
|
GRACE
2.5 D. TURBO
|
131.839.974
x 1,1576
|
152.612.405
|
6.
|
TRAJET
2.0 M/T
|
152.612.405
x 1,1576
|
176.657.697
|
7.
|
TRAJET
2.0 A/T
|
176.657.697
x 1,1576
|
204.491.515
|
8.
|
TRAJET
2.7 A/T
|
204.491.515
x 1,1576
|
236.710.771
|
9.
|
SONATA
2.5 A/T
|
236.710.771
x 1,1576
|
274.006.426
|
10.
|
TRAJET
2/7 A/T, SE
|
274.006.426
x 1,1576
|
317.178.306
|
11.
|
COUPE
2.0 A/T
|
317.178.306
x 1,1576
|
367.152.257
|
12.
|
GRANDEUR
3.0 A/T
|
367.152.257
x 1,1576
|
425.000.000
|
Apakah
harga lini produk yg dibuat agen Hyundai di Indonesia sudah memenuhi konsep
Monroe? Kita bandingkan harga agen dgn harga menurut konsep Monroe. Kelihatannya
ada perbedaan. Tetapi utk membuktikan secara sah, maka kita dpt menggunakan uji
statistik, yaitu “uji rata-rata 2
populasi dgn data berpasangan”.
Tabel
5-3. Uji Statistik utk Mengetahui Perbedaan Harga Lini Produk Menurut
Perusahaan & Konsep Monroe
No.
|
Tipe
|
X
|
Y
|
X-Y
|
(X-Y)2
|
1.
|
ATOZ
M/T
|
85,000,000
|
85,000,000
|
-
|
0
|
2.
|
ATOZ
A/T
|
95,000,000
|
98,392,422
|
(3,392,422)
|
1.15085E+14
|
3.
|
ACCENT
M/T
|
110,000,000
|
113,894,927
|
(3,894,927)
|
1.51705E+14
|
4.
|
ACCENT
A/T
|
120,500,000
|
131,839,974
|
(11,339,974)
|
1.28595E+15
|
5.
|
GRACE
2.5 D. TURBO
|
185,000,000
|
152,612,405
|
32,387,595
|
1.04896E+16
|
6.
|
TRAJET
2.0 M/T
|
210,000,000
|
176,657,697
|
33,342,303
|
1.11171E+16
|
7.
|
TRAJET
2.0 A/T
|
225,000,000
|
204,491,515
|
20,508,485
|
4.20598E+15
|
8.
|
TRAJET
2.7 A/T
|
279,000,000
|
236,710,771
|
42,289,229
|
1.78838E+16
|
9.
|
SONATA
2.5 A/T
|
295,000,000
|
274,006,426
|
20,993,574
|
4.40730E+15
|
10.
|
TRAJET
2/7 A/T, SE
|
299,000,000
|
317,178,306
|
(18,178,306)
|
3.30451E+15
|
11.
|
COUPE
2.0 A/T
|
302,000,000
|
367,152,257
|
(65,152,257)
|
4.24482E+16
|
12.
|
GRANDEUR
3.0 A/T
|
425,000,000
|
425,000,000
|
-
|
-
|
|
|
|
Total
|
47,563,300
|
9,540,913,869,836,750
|
|
|
|
Total2
|
2.26227E+16
|
|
Perhitungan
dimulai dgn menghitung standar deviasi (Sd) sbb :
Sd = 25.723.435
Hipotesis
yg mau diuji adalah:
Ho : my - mx = 0: Rata-rata harga keduanya
sama
Ha : my - mx ¹ 0: Rata-rata harga
keduanya tdk sama
=
= 5.945.423/7.425.720
= 0,80
Utk
pengujian 2 arah, dgn a = 0,05 & derajat kebebasan
(dk)=11, maka T tabel adalah 2,201. Dgn demikian, terima Ho yg menyatakan bahwa
harga menurut perusahaan sama dgn harga menurut teori Monroe. Jadi, walaupun
ada perbedaan, namun secara umum tingkat harga yg dibuat agen Hyundai di
Indonesia masih dpt diterima.
b.
Optional Feature
Pricing
Teknik ini
merupakan penawaran harga akhir yg didasarkan pada perlengkapan tambahan (fitur)
yg diinginkan pembeli. Banyak produk yg harga akhirnya ditentukan berdasarkan
perlengkapan tambahan yg diinginkan pembeli. Misalnya, harga mobil Kijang
standar adalah Rp 115 juta. Harga itu bisa meningkat menjadi Rp 125 juta,
misalnya, dgn tambahan tanduk depan, electric window, power steering, & air
conditioner.
c.
Captive-product
pricing
Misalkan Anda
membeli printer laser HP. Secara rutin, Anda harus membeli perlengkapan printer
tsb (misalnya toner) yg hanya dari HP, tdk bisa dari perusahaan lain. Inilah
yang disebut captive product.
Kalau
sudah membeli produk utamanya, mau tdk mau pembeli harus membeli produk
pelengkapnya. Pada umumnya, strategi yg digunakan perusahaan-perusahaan utk
menghadapi masalah ini adalah menetapkan harga murah utk produk utamanya &
harga tinggi utk produk pelengkapnya. Menurut Kotler (1999), memang pembeli
kurang sensitif terhadap harga produk pelengkap. Pertanyaannya adalah : apakah
semau perusahaan utk menetapkan harga produk pelengkap?
Jawabannya
tdk. Sebab, keputusan konsumen tdk hanya
didasarkan atas harga produk utama, akan tetapi juga produk pelengkap. Jadi,
kalau produk pelengkapnya terlalu mahal, akan mengurangi minat pembeli utk
membeli produk utama. Kenapa mobil-mobil Toyota laris manis? Salah satu
alasannya adalah harga spare part-nya yg murah.
d.
Two-part Pricing
Kalau Anda
pergi ke Ancol, maka Anda akan dikenakan tiket masuk. Kemudian utk menikmati fasilitas yg
disediakan, maka anda harus membeli tiket, bahkan utk buang air kecil saja
harus bayar. PLN & Telkom juga menerapkan hal yg sama. Selain bayaran tetap
(abonemen), ada pula biaya pulsa (utk telepon) & biaya beban pemakaian (utk
listrik). Kalau ada 2 macam harga seperti ini, maka sebaiknya harga tetap dibuat
rendah agar pembeli tdk sungkan.
e.
Byproduct Pricing
Produksi
dari beberapa barang sering menghasilkan produk sampingan. Misalnya, produksi kopra menghasilkan batok
kelapa sebagai sampingan. Pabrik pakaian
menghasilkan alas kaki (keset) dari guntingan-guntingan pakaian yg tdk
terpakai. Kalau memang produk sampingan itu punya nilai, maka harga yg
ditetapkan sebaiknya sesuai dgn nilainya di mata konsumen. Apabila mendatangkan
pendapatan yg berarti, maka produk sampingan dpt mengurangi harga produk utama.
f.
Product-bundling
pricing
Beberapa
produk yg dijual sekaligus umumnya lebih murah dibanding kalau dijual
satu-satu. Misalnya, tiket terusan ke Ancol lebih murah dibanding total harga
semua fasilitas. Sering pula barang yg berbeda dikemas menjadi satu bungkusan,
kemudian dijual dgn satu harga. Katakanlah deterjen Daia 1 kg harganya Rp 7500,
Giv harganya Rp 1000, & Omo Biru harganya Rp 2500. Ketiga merek dikemas dalam satu bungkusan
kemudian dihargai Rp 10 ribu. Selain
merangsang konsumen utk membeli lebih banyak, tujuan bundling pricing ini adalah utk memperkenalkan item kurang laku, yg
didomplengkan dgn item yg laku. Produk baru sering didomplengkan dgn produk
lama yg laku.
5. Inisiasi Pemotongan Harga
Bayangkan
sebuah situasi persaingan, dimana harga-harga sedang stabil. Tiba-tiba sebuah
perusahaan memulai pemotongan harga. Nah, utk perusahaan dalam posisi seperti
itulah penjelasan berikut ini.
Hampir tdk
ada pemotongan harga yg didorong oleh niat baik perusahaan utk memberikan
keuntungan bagi konsumen. Motif dibaliknya umumnya adalah adanya kelebihan
produksi, penurunan pangsa pasar serta keinginan utk mendominasi pasar.
Hati-hati
memulai pemotongan harga. Yg jelas, tindakan demikian akan membangkitkan
persaingan harga. Kalau memang perusahaan kita paling kuat & efisien beroperasi,
ancaman pesaing mungkin tdk jadi masalah. Akan tetapi, kalau perusahaan kita
hanya sebagai penantang atau pengikut pasar, pemotongan harga bisa berdampak
fatal, apalagi kalau pesaing merasa terancam.
Selain
itu, ada beberapa resiko yg mesti dicermati, yaitu :
a.
Kesan
kualitas rendah. Bisa jadi, dgn pemotongan harga, konsumen menganggap kulitas
produk kita lebih rendah dari kualitas produk pesaing yg harganya lebih tinggi.
b.
Pangsa
pasar yg rentan. Bisa saja dalam jangka pendek pangsa pasar meningkat, akan
tetapi konsumen tdk memiliki loyalitas, sehingga mudah berpindah apabila muncul
produk lain yg lebih murah.
c.
Pemiskinan
diri-sendiri. Kalau pemotongan harga diikuti oleh pesaing-pesaing yg lain,
apalagi perusahaan berskala lebih besar, akibatnya bisa merugikan perusahaan
kalau rugi bersaing.
6. Menaikkan Harga
Kenaikan
harga selalu diklaim oleh perusahaan karena terpaksa. Beberapa alasan yg santer
terdengar adalah inflasi & melemahnya nilai tukar mata uang rupiah yg
berdampak pada meningkatnya biaya produksi. Padahal, sering juga peningkatan
harga didorong oleh motif mencari keuntungan, misalnya karena permintaan yg
terlalu tinggi atau karena konsumen tdk punya pilihan lain. Ini lazim dalam situasi monopoli.
Dalam
situasi bersaing, sebenarnya penaikan harga memiliki resiko berpindahnya
konsumen ke produk pesaing. Utk menghindari resiko itu, ada beberapa pilihan
utk menaikkan harga tanpa menaikkan price list-nya, seperti berikut ini :
a.
Mengurangi
volume efektif atau isi produk. Syaratnya, penurunan volume tdk dipedulikan
konsumen serta tidak melanggar peraturan & etika. Sebuah permen yg beratnya
25 gr dihargai Rp 100, atau Rp 4/gram. Setelah beratnya dikurangi menjadi 20
gram, dgn harga tetap Rp 100, sebenarnya perusahaan sudah menaikkan harga
sebesar Rp 20, karena sekarang harganya menjadi Rp 5/gram.
b.
Mengurangi
layanan.
Sebuah restoran yg sebelumnya menyajikan sendiri makanan di meja makan, merubah
pola pemesanan dimana konsumen sendirilah yg mengambil makanan & minuman yg
dipesannya (swalayan). Sebenarnya,
secara tdk langsung, tindakan begini termasuk menaikkan harga. Sebab, walaupun
harga tetap, tetapi harga tsb dikenakan utk komponen produk yg lebih sedikit.
c.
Membayar
di muka.
Selama krisis, pembelian mobil Kijang umumnya indent selama 3 bulan. Artinya, bayar lunas sekarang, tetapi mobil
baru bisa diperoleh pembeli 3 bulan mendatang. Sebenarnya, harga mobil bukanlah
harga yg dibawarkan pembeli sekarang, akan tetapi uang yg diberikan sekarang
disertai bunga uang selama jangka waktu mobil belum diserahkan. Misalnya, harga mobil Rp 100 Juta. Bunga
tabungan 12%/tahun. Maka, harga mobil utk penyerahan 3 bulan yg akan datang
adalah Rp 100 juta + Rp 3 juta (berupa bunga) = Rp 103 juta.
d.
Harga
yg tdk mengikat. Banyak
perusahaan otomotif di Indonesia memberikan daftar harga dgn catatan tambahan :
harga tdk mengikat. Kondisi ini memungkinkan perusahaan menaikkan harga
sewaktu-waktu tanpa bisa diprotes oleh konsumen, terutama utk mobil yg
penyerahannya indent. Contohnya,
terjadilah deal sekarang dgn harga Rp 100 juta. Pembeli memberikan tanda jadi
Rp 2,5 juta. Karena harga tdk mengikat, bisa saja harga menjadi Rp 105 juta
saat penyerahan. Kalau konsumen membatalkan pembelian, hilanglah tanda jadi yg
dibayarkannya.
e.
Mengurangi
atau menghilangkan diskon-diskon yg diberikan sebelumnya. Misalnya, selama ini diskon diberikan sebesar
30%. Sekarang, diskon dikurangi menjadi 27,5%. Sebenarnya, ini sudah menaikkan
harga sebesar 2,5%.
7. Pertimbangan-Pertimbangan Khusus dalam
Penetapan Harga
Pada
bagian pertama, kita dihadapkan pada sistematika penetapan harga awal utk
sebuah produk. Bagian kedua dilandasi oleh sifat harga yg dinamis, sehinga kita
perlu melakukan penyesuaian & pengelolaan sesuai situasi yg dihadapi. Persoalan yg belum dibahas pada bagian pertama
& kedua adalah pertimbangan-pertimbangan khusus dalam strategi harga, yaitu
:
a. Penetapan Harga utk
Perantara (Cravens
& Piercy, 2003)
Pembahasan
sebelumnya berkaitan dgn penetapan harga utk konsumen akhir. Apabila
penyampaian produk dari produsen ke konsumen melalui perantara (misalnya toko),
tentu harus diatur berapa harga ke perantara agar harga akhir ke konsumen yg
direncanakan tercapai. Misalnya, harga pompa air Sanyo pada konsumen akhir
ditetapkan Rp 400 ribu. Pompa dijual melalui toko. Perusahaan harus menetapkan
berapa harga ke toko. Apabila merek kita sudah kuat, harga ke toko bisa lebih
rendah. Sebab, tanpa rekomendasi pihak toko pun konsumen dpt memilih produk
kita. Utk produk yg belum punya nama, harga dpt berfungsi sebagai insentif agar
perantara (toko) merekomendasikan produk kita. Toko tentu mengutamakan produk
yg lebih menguntungkan, entah karena lebih banyak dicari konsumen atau karena
marjin keuntungan toko yg lebih besar.
b. Penetapan Harga utk
Pasar Bisnis
Pasar
bisnis ditandai oleh hubungan dekat & terus-menerus antara penjual &
pembeli, terutama utk produk-produk berupa bahan baku maupun komponen. Harga
dari penjual merupakan komponen biaya pembeli, sehingga mempengaruhi keunggulan
bersaing produk yg dihasilkan pembeli. Apabila produk keluaran pembeli banyak
terjual karena unggul, dgn sendirinya permintaan terhadap bahan baku atau
komponen dari penjual juga meningkat. Karena itu, penentuan harga, yg dalam
penjelasan sebelumnya terkesan dilakukan secara sepihak oleh penjual, pada
pasar bisnis, sering dilakukan bersama-sama antara penjual & pembeli, utk
kepentingan bersama pula.
c. Fleksibilitas Harga (Cravens & Piercy,
2003)
Berdasarkan
kesamaan setiap waktu & situasi, ada 2 pilihan harga, yaitu harga sama atau
harga fleksibel utk semua kondisi & situasi. Harga tetap memberikan
kepastian bagi konsumen tentang uang yg disiapkan utk membeli produk.
Pendekatan ini juga mengefektifkan proses penciptaan citra produk maupun
perusahaan.
Pada sisi
lain, banyak juga perusahaan yg melakukan penyesuaian harga berdasarkan situasi
yg dihadapi. Utk mudahnya, bayangkan tiket pesawat terbang. Harga tiket bisa
berbeda dalam hitungan menit, tergantung pada permintaan. Pada saat permintaan
tinggi, harga langsung dinaikkan. Namun, pada saat sepi, harga diturunkan.
d. Harga Tetap Versus
Harga Negosiasi (Ferrel,
Hartline, & Lucas, 2002)
Mirip dgn
poin ketiga di atas. Perusahaan perlu memutuskan apakah kaku dgn daftar
harganya ataukah dpt dinegosiasi pelanggan. Pengenaan harga berdasarkan daftar
harga secara kaku membuat semua konsumen mendapat harga yg sama. Namun, unsur
insentif harga hilang dalam praktek ini, sehingga tdk dpt dipakai utk memancing
pembelian.
Harga
negosiasi memunculkan unsur insentif. Daftar harga sudah ada. Yg dinegosiasikan
adalah berapa diskon yg diperoleh pembeli. Penjual memiliki limit diskon yg
tersedia. Besar-kecilnya diskon tergantung pada kuat-kuatan negosiasi antara
pembeli & penjual. Pembeli merasa puas kalau dpt menegosiasikan diskon yg
besar. Namun, kepuasan tsb dpt berkurang kalau mereka mengetahui bahwa pembeli
lain memperoleh diskon lebih besar lagi. Resiko lain, diskon menurunkan
persepsi kualitas.