Kenyataan - kenyataan yang boleh saya katakan "UGLY TRUTH" seperti:
- Beberapa Government Institution sudah mulai beralih menggunakan OTA namun meminta agar form Surat Perjalanan Dinas nya ditandatangani oleh hotel. Bahkan dengan adanya Paid at The Hotel sistem dari beberapa OTA, mempermudah tamu mendapatkan bill langsung dari hotel dengan menggunakan harga OTA. Walaupun harga OTA nya sekalipun > harga contract rate government institution tersebut, PIC Government yang melakukan pemesanan kamar lewat OTA tersebut mengakui bahwa hal tersebut adalah langkah meminimalisasi terjadinya kecurigaan disaat penyerahan laporan perjalanan dinas dari PIC Government yang bersangkutan karena invoice yang dikeluarkan adalah real dan tidak ada nilai mark up di dalamnya.
- Korporasi demi korporasi yang mulai beralih untuk mulai tidak melakukan direct contracting ke hotel namun memanfaatkan OTA / Corporate Incentive Management Travel Agent sebagai katalog akomodasi mereka. Tidak perlu mengumpulkan contract rate dari hotel dan susah - susah mencari sales person hotel lagi.
- Dengan keadaan dan kemajuan teknologi yang ada sebagaimana pembahasan "Changing Landscape of Indonesia Travel Technology" dampak utamanya adalah terbentuknya transparansi platform harga dan mengarah kepada harga yang seragam. Namun dalam keseragaman dan transparansi yang timbul membawa kepada perang harga hotel dan tabrak menabraknya harga jual dimana bintang 5 jualan harga bintang 4, bintang 4 jualan harga bintang 3, bintang 3 jualan harga bintang 2 / budget hotel rate. Perang harga yang terlihat memiliki 2 sumber antara memang hotelnya sendiri yang tidak percaya diri dengan "UNIQUE SELLING POINTS" yang dimiliki hotelnya sehingga harus berjualan tidak di kelasnya dan satu sumber lagi adalah harga OTA bersubsidi dimana hotelnya sih sudah memasang harga sesuai tetapi terdeduksi dengan subsidi harga jual sebagaimana yang dilakukan beberapa OTA dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini. Rasanya kalau ada kesempatan bertanya kemarin, pertanyaan Dimana posisi PHRI di saat perang harga OTA bersubsidi ini terjadi dan bagaimana setiap stake holder dapat bekerja sama dalam jalur yang seharusnya demi membangun dan mengembalikan sehatnya industri Pariwisata Indonesia. Entah tidak menyadari lebih pentingnya mengurusi hal ini sebagai issue mayor, kok PHRI malah mengadakan SEMINAR DIGITALISASI bukannya malah merapihkan global pricing issue yang berdampak kepada kerugian di banyak hotel.
- Dengan begitu banyaknya hotel dibangun, memang hotel - hotel di Indonesia dibidik sebagai target penjualan untuk banyaknya perusahaan digital / teknologi menjual teknologinya ke hotel. Dalam hal ini memang banyak teknologi dan digital tools yang sangat berguna, namun tetap membutuhkan adanya kerapihan struktur harga sehingga aplikasi teknologi yang ada dapat bekerja dengan maksimal. Para GM / HM / Hotel Leader harus mulai belajar dan memahami teknologi secara tepat guna dapat berfungsi sesuai kebutuhan hotel masing - masing karena pada akhirnya OWNER akan mempertanyakan BOTTOM LINE REVENUE apakah sesuai dengan budget target hotel dan berapa % GOP Hotel yang terealisasi.
Source Revenue Fighter Club
No comments:
Post a Comment