Thursday 3 March 2016

Konsep Organisasi

Hampir setiap manusia modern hidup dalam organisasi, namun apa yang dimaksud dengan organisasi? dan mengapa dalam kehidupan modern orang harus hidup dalam organisasi?. Definisi tentang organisasi dengan mudah dapat dijumpai dalam banyak literatur tentang manajemen, yang mana pada intinya didefinisikan sebagai sekelompok manusia yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan (Robbin, 2003). Melihat dari kerakteristik organisasi tersebut yang meliputi; 1) merupakan sekelompok manusia yang bekerja sama, dan 2) memiliki tujuan yang ingin dicapai bersama, maka kelompok manusia tersebut bukan terbentuk secara alami atau secara kebetulan, tetapi terbentuk melalui kegiatan rekayasa yang disengaja. Dengan demikian, sekelompok supporter sepak bola yang baru ketemu dalam satu pertandingan, atau sekelompok penonton yang hadir dalam satu pertunjukkan musik adalah bukan suatu organisasi, karena tidak memenuhi karakteristik-karakteristik tersebut.
Selain itu, karena kelompok orang tersebut harus saling bekerja sama, dan juga harus mencapai suatu tujuan maka, kegiatannya harus ada yang mengkoordinasinya, sehingga dapat dicapai suatu titik temu dan dapat diarahkan pada tujuan yang diinginkan bersama. Orang yang mengkoordinasikan tersebut kemudian disebut dengan manajer, pekerjaan yang dilakukannya disebut dengan manajemen. Itulah sebabnya kegiatan manajemen ada pada suatu organisasi, dan profesi manajer terdapat dalam organisasi. Tanpa organisasi, profesi manajer tidak diperlukan.
Dengan 2 karakteristik tersebut itulah kemudian muncul berbagai jenis organisasi. Organisasi pendidikan baik itu sekolah, madrasah, pondok pesantren, universitas, merupakan jenis organisasi yang memiliki tujuan khusus dalam bidang pendidikan. Organisasi yang bergerak dalam kegiatan keuangan akan memiliki tujuan dalam mencapai keuntungan dengan melalui kegiatan keuangan, akan meliputi berbagai organisasi perbankan, di Indonesia akan dikenal dengan BNI, BRI, Bank Mandiri, BCA, dan sebagainya. Demikian pula pada organisasi-organisasi yang memiliki tujuan khusus yang lain.
Namun demikian seiring dengan perubahan zaman, terdapat pergeseran pada beberapa konsep tentang organisasi. Pergeseran tersebut umumnya dipengaruhi oleh kondisi eksternal yang makin kompetitif dan makin cepat berubah atau bergerak dengan cepat. Kondisi-kondisi tersebut kemudian mendorong organisasi untuk mampu menyesuaikan diri agar supaya tetap dapat bertahan hidup dalam kondisi yang berubah. Sebagaimana mahkluk hidup, organisasi memiliki siklus pertumbuhan, yaitu lahir, berkembang, puncak karir, tua dan kemudian mati. Namun demikian, usia organisasi dapat diperpanjang melalui kegiata perubahan. Kosep perubahan dalam organisasi tersebut digambarkan oleh Kasali (2006) sebagaimana gambar 1.

Gambar 1: Perubahan dalam organisasi
Garis lengkung menggambarkan siklus kehidupan organisasi. Lahir, kemudian memiliki kinerja yang menurun, karena saat awal kehidupan organisasi, masih memerlukan berbagai kebutuhan sumber daya, dan organisasi belum mampu memenuhi kebutuhan sumber dayanya sendiri, sehingga sumber daya harus disubsidi dari luar. Seiring dengan waktu organisasi akan mulai memiliki reputasi, mendapatkan berbagai kepercayaan masyarakat, sehingga organisasi mulai mandiri dan mulai mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, bahkan akan mampu mengembalikan modal awal yang digunakan untuk membeli sumber daya dari subsidi luar pada saat awal berdirinya. Demikian seterusnya semakin hari organisasi akan terus berkembang sampai pada titik tertentu. Titi A merupakan titik dimana organisasi berada dalam kinerja terbaik, reputasi sangat tinggi, kepercayaan masyarakat sangat baik, produk-produk yang diluncurkan merupakan produk-produk yang sangat kompetitif. Pada saat inilah saat terbaik dalam mengadakan perubahan organisasi. Organisasi harus berfikir jauh kedepan, oranisasi harus mampu memperkirakan bahwa apa yang unggul dan disukai masyarakat pada saat ini belum tentu akan disukai masyarakat pada masa yang akan datang. Perubahan yang dilakukan ketika organisasi berada pada titi A, tidak akan terasa berat, karena organisasi sedang dalam performance puncak, dan perubahan dapat dilakukan secara evolutif.
Titik C merupakan titik balik organisasi, kinerja organisasi mulai turun, namun kepercayaan masyarakat masih tinggi dan produk-produk masih memiliki daya kompetitif, namun jika kondisi ini dibiarkan terus maka kinerja organisasi lambat laun akan habis dan menurun, kemudian akan ditinggalkan oleh masyarakat dan selanjutnya akan mati. Jika organisasi mau memperpanjang umurnya, maka organisasi harus melakukan perubahan secara revolusioner. Titik B1 merupakan titik perubahan yang dilakukan organisasi dengan revolusioner, yang diistilahkan dengan turnaround, atau “balik arah”. Perubahan yang dilakukan akan terasa berat, kinerja organisasi sedang menurun, kepercayaan masyarakat juga dalam kondisi yang menurun, produk-produk dan layanan-layanan mulai ditinggalkan oleh pelanggan. Pada kondisi ini organisasi harus memaksa komponen organisasi untuk berubah. Apa yang telah dikerjakan pada masa lalu dan sudah menjadi kebiasaan harus mampu ditinggalkannya. Seluruh komponen organisasi harus “berubah haluan” mulai mengerjakan pekerjaan-pekerjaan baru, tradisi-tradisi baru, sistem baru, visi baru, dan seterusnya. Perubahan harus dilakukan secara revolusioner dan memaksa. Pada kondisi ini seringkali akan memakan korban. Orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan diri akan tertinggal atau tergantikan.
Jika organisasi tidak melakukan turnaround maka organisasi akan masuk ke manajemen krisis (titik B). Titik B merupakan titik harapan terakhir dari organisasi untuk berubah atau mati. Jika organisasi mengadakan perubahan pada titik B ini maka akan berlaku hukum sebagaimana pada turnaround tetapi jauh lebih tegas, lebih revolutif, dan harus dijalankan dalam kurun waktu yang cepat dan program yang sangat jelas. Perubahan dilakukan dalam konsep “ya atau tidak”, tidak ada tawar menawar lagi, karena organisasi berada dalam ambang kematian.
Jika organisasi mampu berubah maka organisasi akan hidup kembali atau memiliki usia yang panjang, demikian seterusnya sehingga organisasi tersebut akan mampu bertahan dalam perubahan lingkungan yang terus berkembang. Organisasi kampus seperti Oxford University di Inggris, Leiden University di Belanda, Harvard University, dan Massachuset Institue of Technology di Amerika Serikat, Universitas Al-Azhar di Mesir, merupakan jenis-jenis organisasi pendidikan yang bertahan ratusan tahun dan masih memiliki produk-produk pendidikan yang kompetitif.
Robbin, Bergman, Stagg, Coulter (2003) menggambarkan perbedaan antara organisasi tradisional dengan baru sebagaimana pada gambar 2.
Organisasi tradisional
Organisasi Baru
· Stabil
· Tidak fleksibel
· berpusat pada pekerjaan
· Berorientasi individual
· Pekerjaan yang permanen
· Berorientasi pada perintah
· Manajer selalu membuat keputusan
· Berorientasi pada aturan
· Lingkungan kerja yang relatif homogen
· Jam kerja didefinisikan sebagai 9 – 5
· Hubungan yang hirarkhis
· Fasilitas kerja ada pada jam-jam tertentu
· Dinamis
· Fleksibel
· Berpusat pada keterampilan
· Pekerjaan di definisikan sebagai tugas-tugas yang harus dikerjakan
· Berorientasi tim
· Pekerjaan yang temporal
· Berorientasi pada pelibatan
· Partisipasi seluruh pekerja dalam pengambilan keputusan
· Berorientasi pada pelanggan
· Diversifikasi lingkungan kerja
· Tidak ada batas waktu kerja
· Hubungan dua arah dan jaringan
· Kerja dimana saja dan kapan saja

Tabel 1 : Perbedaan karakteristik organisasi tradisional dan baru
Berbagai perubahan-perubahan tersebut kemudian melahirkan berbagai konsep tentang organisasi. Mulai dari organsasi yang sangat mengandalkan pemimpin sampai dengan organisasi yang paling tidak mengandalkan pemimpin. Keseluruhan konsep organisasi tersebut digambarkan sebagaimana pada gambar 3.

Gambar 2. Berbagai konsep organisasi
Autocracy adalah organisasi yang semua hal apa kata pemimpin. Pemimpin boleh maka dapat dijalankan sedangkan jika pemimpin tidak mengijinkan maka tidak pula boleh dilakukan. Sedangkan diujung sebelah kanan adalah organisasi Egalitarianism. Pada organisasi ini seluruh keputusan ada di tangan anggota organisasi, hampir tidak diperlukan pemimpin, tugas pemimpin hanya memfasilitasi saja terhadap diambilnya sebuah keputusan. Sedangkan diantara itu ada organisasi bureocracy, system, decentralization, collegialism, dan federations.
Jenis organisasi bureocracy bersturktur hirarkhis, masing-masing orang mengepalai pada sub organisasi tertentu, satu sub organisasi kemungkinan akan memiliki sub-sub organisasi yang lain, dan seterusnya. Organisasi bureocracy bersifat sentralisasi. System merupakan jenis organisasi yang mensinkronkan proses pada satu sub bagian atau orang dengan sub bagian atau orang lain sehingga membentuk suatu proses yang berjalan dengan baik. Sinkronisasi tersebut mengarah kepada tujuan tertentu untuk mencapai tujuan besar dari organisasi. Decentralization merupakan jenis organisasi yang bersifat setara antara satu sub organisasi dengan sub organisasi lain dalam satu organisasi. Masing-masing satu sub organisasi dipimpin oleh satu orang pemimpin. Masing-masing pimpinan sub organisasi bersifat setara. Organisasi collegialism merupakan organisasi yang memiliki struktur kolegial dalam mencapai tujuannya. Pada jenis organisasi ini kedudukan orang-orang yang ada di dalam organisasi lebih bersifat setara, yang mana hubungan sesama anggota organisasi layaknya kolega. Sedangkan pada organisasi federations pemimpin pada sub organisasi memiliki wewenang mutlak layaknya pemimpin pada organisasi utama.
2.2.
RESISTENSI PERUBAHAN DAN PERUBAHAN TERENCANA

1.      RESISTENSI PERUBAHAN

Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar.

Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun. Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional (Robbins, 2001) :
  1. Resistensi Individual, karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan, seperti beberapa terkait: kebiasaan, rasa aman, faktor ekonomi, takut akan sesuatu yang tidak diketahui, dan persepsi.
  2. Resistensi Organisasional, organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Enam sumber penolakan atas perubahan yaitu:
a.       Inersia Struktural.
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasilkan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
b.      Fokus Perubahan Berdampak Luas.
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian diubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
  1. Inersia Kelompok Kerja. Ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya.
  2. Ancaman Terhadap Keahlian. Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keahlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
  3. Ancaman Terhadap Hubungan Kekuasaan yang Telah Mapan. Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
  4. Ancaman Terhadap Alokasi Sumberdaya. Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Coch dan French Jr. (1948) mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan, yaitu:
a.       pendidikan dan komunikasi;
b.      partisipasi;
c.       memberikan kemudahan dan dukungan;
d.      negosiasi
e.       manipulasi dan kooptasi;
f.       paksaan.

2.      PERUBAHAN TERENCANA.

Perubahan terencana merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin, untuk membedakan perubahan yang disengaja digerakkan dan direncanakan organisasi dengan perubahan yang berlangsung tidak disengaja. Menurut Greenberg dan Baron (1997), terdapat beberapa faktor yang merupakan kekuatan dibelakang kebutuhan akan perubahan. Mereka memisahkan antara perubahan terencana dan perubahan tidak terencana. Mereka mendefiniskan :
1.      Perubahan terencana adalah aktivitas yang dimaksudkan dan diarahkan dalam sifat dan desainnya untuk memenuhi tujuan organisasi.
2.      Perubahan tidak terencana merupakan pergeseran dalam aktivitas organisasi karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, di luar kontrol organisasi.

Menurut Mardikanto (2010) menyatakan bahwa perubahan terencana, pada hakekatnya merupakan suatu proses yang dinamis, yang direncanakan oleh seseorang (secara individual atau yang tergabung dalam suatu lembaga-lembaga sosial). Artinya, perubahan tersebut memang menuntut dinamika masyarakat untuk mengantisipasi keadaan-keadaan di masa mendatang (yang diduga akan mengalami perubahan) melalui pengumpulan data (baik yang aktual maupun yang potensial) dan menganalisisnya, untuk kemudian merancang suatu tujuan-tujuan dan cara mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan di masa mendatang.

Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin (1951) mencakup tiga langkah dalam model perubahan terencana yaitu pertama : UNFREEZING the status quo, lalu MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it pemanent Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak. Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit. Tiga langkah diuraikan sebagai berikut :
  1. Unfreezing – Pencairan tingkat sekarang. Langkah ini merupakan persiapan untuk berubah. Hal melibatkan pemahaman bahwa perubahan adalah perlu, dan merupakan persiapan untuk pindah dari zone kenyamanan saat ini. Langkah yang pertama ini untuk menyiapkan diri kita, atau orang yang lain untuk perubahan (dan idealnya menciptakan suatu situasi perubahan yang kita inginkan).
    Unfreezing juga merupakan upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.
  2. MOVEMENT to the new state – Perpindahan ke tingkatan baru Kurt Lewin sadar perubahan itu bukanlah suatu peristiwa, tetapi lebih suatu proses. Ia menyebutkan bahwa proses itu adalah suatu transisi (perpindahan ke tingkatan baru). Langkah yang kedua ini terjadi ketika kita membuat bahwa perubahan itu diperlukan. Orang-orang yang “tidak dibekukan/ dicairkan” akan menjadi bergerak ke arah perubahan yang diinginkan. Pada tahap ini, secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.
  3. Refreezing
    Langkah ini adalah menstabilitakan perubahan telah dibuat. Perubahan akan diterima dan dijadikan norma yang baru. Orang-orang akan membentuk hubungan baru dan menjadi yang nyaman dengan perubahan tersebut. Hal ini akan memerlukan waktu yang lama. Pada tahap ini jika berhasil, maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendukung makin bertambah.

Rosyid (2009) menyatakan, tahap perubahan dan proses perubahan terencana yang menyertai sebagai berikut:
1.      Fase eskploratif, yaitu organisasi menimbang dan memutuskan membuat perubahan spesifik dalam operasinya dan mengolakasikan sumberdaya- sumberdaya untuk merencanakan perubahan dalam membantu pemecahan perubahan. Tahap ini merupakan tahap dalam menumbukan kesadaran akan perlunya perubahan.
2.      Fase perencanaan, yaitu proses perubahan yang terkait adalah mengumpulkan informasi agar dapat ditetapkan diagnosa masalah secara tepat, tujuan perubahan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
3.      Fase tindakan, yaitu tahap ini organisasi mengimplementasikan perubahan hasil perencanaan. Proses perubahan dirancang untuk menggerakkan organisasi dari keadaan sekarang menuju ke masa depan.
4.      Fase integrasi, tahap ini segera dimulai begitu perubahan telah sukses diimplementasikan. Proses perubahan meliputi konsolidasi dan stabilisasi perubahan guna menguatkan perilaku baru, serta memonitor perubahan dan upaya-upaya perbaikan.


Menurut Mardikanto (2010) perubahan terencana selalu menuntut adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan yang direncakanan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakan.

No comments:

Post a Comment