Sunday 29 May 2016

Inisiasi 4 Pemasaran Strategis


STRATEGI HARGA

Pendahuluan
Selamat berjumpa. Jadwal tutorial yg telah kami kirimkan menunjukkan bahwa Anda akan mempelajari tentang Strategi Harga pada inisiasi keempat. Utk itu, Anda diharapkan mempelajari modul 5 tentang Strategi Harga.

Kompetensi umum yg perlu Anda kuasai setelah mempelajari insisiasi 4 adalah mampu menjelaskan konsep dasar harga, sistematika penerapan harga, & strategi-strategi harga. Sedangkan kompetensi khusus yg harus Anda kuasai dari inisiasi 5 antara lain :
1.        Menjelaskan peran  harga
2.       Menjelaskan langkah -langkah penetapan harga
3.       Menjelaskan sistematika penerapan harga
4.      Menjelaskan faktor-faktor yg mempengaruhi elastisitas terhadap harga
5.       Menjelaskan strategi harga

A.  KONSEP DASAR HARGA
1.   Pengertian Harga
Harga merupakan nilai yg dipertukarkan konsumen utk suatu manfaat atas pengonsumsian, penggunaan, atau kepemilikan suatu barang & jasa. Sebagai nilai, harga tdk selalu berbentuk uang, akan tetapi bisa berbentuk barang, tenaga, waktu, & keahlian, sepanjang dikorbankan utk memperoleh suatu barang atau jasa. Utk memperoleh mesin jahit pak Madrun, misalnya, Juned harus bekerja di sawah pak Madrun selama sebulan penuh. Waktu & tenaga Juned yg dicurahkan selama sebulan itu merupakan harga juga. Tentu, waktu & tenaga Juned dpt dihitung dgn nilai uang. Namun, dalam peristiwa pertukaran tsb uang tdk dilibatkan.

2.            Kepentingan Harga
Pengembangan produk, pendesainan saluran distribusi serta perencanaan program promosi, membutuhkan waktu lama. Sedangkan penetapan harga dpt dilakukan dalam waktu singkat. Misalkan, bila jam 17.35 harga terigu/bal naik 100%, harga roti bisa dinaikkan pada jam 17.36.
Penetapan harga memang dpt dilakukan dgn mudah. Namun, penetapan harga yg tepat bukan persoalan sederhana. Banyak faktor yg perlu dipertimbangkan. Banyak pihak berkepentingan yg perlu dilibatkan.
Bagi perusahaan, dari seluruh komponen marketing mix, harga merupakan satu-satunya sumber penerimaan. Apabila ingin memperoleh keuntungan, harga tentunya tdk boleh lebih rendah dari biaya produksi & pemasaran produk. Harga tinggi, yg jauh melampaui biaya produksi & pemasaran, tentu memberikan marjin tinggi pula. Keuntungan merupakan hasil perkalian antara marjin per produk dgn volume produk terjual. Jadi, bisa saja marjin per produk rendah, tetapi dgn volume penjualan yg tinggi, marjin total tinggi. Idealnya adalah marjin per produk tinggi dgn volume penjualan yg tinggi pula. Karena itu, perusahaan harus mencari harga optimal, yaitu harga yg mendapat permintaan paling baik dari pasar sasaran sekaligus memberikan marjin tertinggi bagi perusahaan.
Bagi pembeli harga menimbulkan dampak ekonomis yg berkaitan dgn daya beli. Semakin tinggi harga semakin tinggi pula biaya finansial yg harus dikeluarkan & semakin sedikit pula produk yg mampu dibeli. Sebaliknya, semakin rendah harga, semakin banyak produk yg mampu dibeli.
Harga memiliki dampak psikologis berupa persepsi kualitas maupun manfaat emosional. Berbagai penelitian membuktikan bahwa semakin tinggi harga semakin tinggi pula persepsi kualitas produk. Tdk heran bila suatu saat perusahaan menurunkan harga melalui diskon, konsumen bersikap skeptis karena menganggap tindakan itu dilakukan hanya karena produk tdk laku. Dgn alasan itulah umumnya perusahaan-perusahaan mengaitkan pemberian diskon atau hadiah lain dgn momen-momen tertentu. Jangan lupa pula manfaat emosional, di mana semakin tinggi harga, semakin terbatas konsumen yg mampu membeli, sehingga semakin bangga pula konsumen terhadap produk yg dibelinya.

3.  Harga & Persaingan
Ketika dulu masuk pada pasar teh dalam botol siap minum, dgn botol lebih besar (400 ml), Tehkita menyamakan harga dgn Sosro (220 ml).  “Botol lebih besar, harga sama”, itulah ‘mantra’ yg diusung Tehkita kala itu.         Harga akhir Tehkita per unit memang sama dgn Sosro. Tetapi, apabila dihitung per mililiter, harga Tehkita lebih murah. Dgn harga rata-rata Rp 2000, maka harga Tehkita adalah Rp 5/ml, sedangkan Sosro adalah Rp 9,09/ml. Jelas Tehkita lebih murah Rp 4,09/ml. Strategi harga lebih murah ini merupakan salah satu faktor yg membuat Tehkita berhasil memasuki pasar yg sudah dikuasai sangat kuat oleh Sosro.
Apabila harga dipakai sebagai senjata pemasaran, maka perusahaan yg menggunakannya melakukan persaingan persaingan harga (price competition).  Perusahaan yg memiliki reputasi merek lebih rendah sering menggunakan pendekatan ini. Namun, apabila merek tdk menjadi pertimbangan penting, perusahaan-perusahaan yg bersaing, sering ramai-ramai terlibat dalam persaingan harga, seperti terjadi antar operator telepon seluler belakangan ini. Dalam situasi demikian, yg diuntungkan adalah konsumen.
   Apakah harga selalu menjadi kunci keberhasilan persaingan? Apabila konsumen dpt digiring utk lebih mempedulikan kualitas, fitur, layanan, promosi, kemasan, & daya tarik bukan harga lainnya, jawabnya adalah tdk.  Apabila menggunakan aspek-aspek tsb dalam persaingan, maka perusahaan terlibat dalam persaingan bukan harga (non-price competition). Dalam industri susu kental manis misalnya, susu Bendera mampu menguasai pasar walaupun memiliki harga paling mahal di antara produk-produk sejenis. Rupanya, sebagian besar konsumen susu kental manis lebih mengedepankan faktor-faktor bukan harga dalam menentukan pilihan.


B.   SISTEMATIKA PENETAPAN HARGA
Dalam ekonomi mikro, harga sering digambarkan dalam persamaan : P = 80 + aQ, di mana P = harga, a = koefisien, & Q = volume permintaan. Dalam persamaan tsb harga ditetapkan berdasarkan tingkat permintaan. Tdk diperlukan proses yg rumit dalam menetapkan harga. Apakah sesederhana itu?
Penetapan harga dpt dilakukan dgn cara sederhana (misalnya metode sekenanya) sampai rumit (misalnya menggunakan persamaan multivariate).  Memang tdk ada metode & rumus baku dalam menetapkan harga. Namun, seorang pemasar perlu memperhatikan berbagai variabel dalam penetapan harga & menggunakan pengalaman sebagai masukan. Adapun langkah-langkah penetapan harga adalah sbb (Bovee, Houston, & Thill 1995) :
Langkah I : Analisis Situasi Pasar
Aspek paling penting dari analisis situasi pasar adalah memahami hubungan permintaan & harga. Dalam berbagai kasus, harga berpengaruh signifikan terhadap permintaan. Pada beberapa kasus tdk signifikan. Terdapat berbagai variabel yg berpengaruh terhadap hubungan antara antara harga & permintaan, seperti bentuk pasar, konsumen, & pesaing.
Langkah II : Identifikasi Faktor-faktor Pembatas
Faktor pembatas adalah faktor-faktor yg membatasi keleluasaan perusahaan dalam menetapkan harga atau yg membuat perusahaan tdk semaunya menetapkan harga. Termasuk di antaranya adalah biaya, persepsi konsumen, etika, & peraturan pemerintah.
Langkah III : Tetapkan Sasaran
Tdk seorang pun akan menyangkal bahwa sasaran penetapan harga adalah keuntungan. Utk itu, logikanya, harga harus lebih tinggi dari biaya. Mungkinkah dibuat sebaliknya : harga lebih rendah dari biaya? Kenapa tdk? Adakalanya dalam penetapan harga perusahaan tdk memprioritaskan keuntungan. Jual rugi pun jadilah, apabila sasaran harga adalah utk mematikan pesaing, meraih pangsa pasar, menghabiskan stok lama, dst. Sasaran ini dpt berubah dari waktu ke waktu. Harga juga berubah mengikuti perubahan sasaran.

Langkah IV : Analisis Potensi Keuntungan
Apapun sasarannya, perusahaan harus siap akan keuntungan ataupun kerugian pada setiap skenario harga yg ditetapkannya. Harga, permintaan, biaya, & keuntungan adalah variabel-variabel yg terkait satu sama lain. Dari analisis pasar, perusahaan dpt memperkirakan permintaan pada setiap tingkat harga yg mungkin diterapkan, lalu mengestimasi tingkat-tingkat produksi utk memenuhinya, sekaligus rincian biaya pada setiap tingkat produksi.
Langkah V : Tentukan harga awal
Harga awal adalah harga pertama produk yg baru diluncurkan. Ada hukum tdk resmi penetapan harga yg diperoleh dari akumulasi pengalaman. Pertama, kalau kualitas sudah produk standar & harga antar produk yg sudah ada di pasaran seragam, ikuti saja harga yg berlaku. Misalnya, PT. Hanaehan Jaya ingin menetapkan harga air dalam kemasan produksi mereka. Ikuti saja harga yg berlaku. Kedua, kalau produk unik & tdk ada bandingan, tetapkan harga setinggi mungkin sepanjang masih mampu dibeli konsumen. Misalnya, dokter Jenny Norita berhasil membuat & mempatenkan obat anti-AIDS. Satu slot berisikan 12 tablet sudah cukup utk menyembuhkan AIDS dgn pemakaian 3 tablet satu hari. Pertanyaannya, berapa harga satu slot? 20 juta, 50 juta, 100 juta? Tergantung pada berapa yg masih terbeli konsumen.
Langkah VI : Kelola harga
Lingkungan selalu berubah. Dgn sendirinya harga juga demikian. Berapa besar harga dinaikkan atau diturunkan, bagaimana caranya, kapan dilakukan, merupakan pertanyaan-pertanyaan terkait perubahan harga yg harus dijawab dari waktu ke waktu. Contohnya, pada saat krisis ekonomi menghantam Indonesia akhir tahun 1990-an & awal 2000-an, apakah harga dinaikkan, tetap sama, ataukah diturunkan. Logikanya, dgn kenaikan biaya akibat inflasi, harga perlu dinaikkan. Namun, pada saat yg sama daya beli masyarakat juga melemah. Kenaikan harga & penurunan daya beli merupakan kombinasi yg menurunkan permintaan.  Bagaimana kalau diturunkan? Keputusan demikian tentu aneh dari sisi keuntungan finansial. Namun, kalau dari sisi penetrasi pasar, penurunan harga merupakan taktik yg tepat pada saat konsumen sensitif terhadap harga akibat daya beli yg menurun.

1.  Analisis Situasi Pasar
Titik awal penetapan harga adalah pengenalan akan bentuk pasar, elastisitas permintaan terhadap harga & faktor-faktor yg mempengaruhinya, kurva permintaan, & perilaku pesaing.
a.  Bentuk Pasar
Bentuk pasar berpengaruh terhadap keleluasaan sebuah perusahaan dalam menetapkan harga. Beberapa bentuk pasar yg dikenal adalah :
Pasar Persaingan Sempurna. Pasar terdiri dari banyak penjual & banyak pembeli dgn produk seragam atau serupa (uniform). Tdk ada penjual maupun pembeli yg dpt mempengaruhi harga. Seorang penjual tdk bisa menetapkan harga di atas harga yg berlaku karena para pembeli dpt membeli produk lain pada harga yg berlaku sebanyak yg mereka mau.  Menetapkan harga di bawah harga pasar juga merupakan kebodohan karena perusahaan dpt menjual produk pada harga yg berlaku (yg lebih tinggi) sebanyak yg dia mau. Dalam pasar yg begini ini, riset pemasaran, manajemen produk, manajemen harga, & kampanye promosi tdk ada gunanya. Pasar diatur oleh tangan-tangan yg tdk kelihatan (invisible hands). Perusahaan tinggal mengikuti saja.
Pasar Monopolistik. Pasar terdiri dari banyak penjual & banyak pembeli.  Tdk seperti pasar persaingan sempurna yg memiliki harga seragam, pada pasar ini, harga beragam & berjenjang, sehingga dpt diurutkan mulai harga terendah sampai tertinggi. Keberagaman harga ini disebabkan adanya kesempatan mendiferensiasi produk. Sebuah perusahaan memiliki kesempatan membuat harga (price maker) berbeda dari produk-produk lain, asalkan menawarkan manfaat (benefit) berbeda pula.
Pasar Oligopolistik. Hanya ada sedikit penjual. Perusahaan (penjual) yg satu sangat sensitif terhadap harga & strategi pemasaran perusahaan lain. Produk bisa seragam (semen, baja, minyak sawit), bisa pula beranekaragam (komputer, mobil, sepeda motor). Sedikitnya penjual disebabkan oleh hambatan masuk yg tinggi. Bayangkan pabrik semen. Berapa ratus milyar diperlukan utk mendirikannya?
Sama seperti pada pasar monopolistik, dalam pasar oligopolistik, penjual bertindak sebagai price maker. Namun, penetapan harga harus dilakukan penuh perhitungan karena pemain-pemain lain sensitif terhadap setiap gerakan yg dilakukan seorang penjual, apalagi kalau gerakan tsb bersifat bermusuhan (hostile). Amati saja promosi harga operator-operator telepon seluler, bukankah menyerang satu sama lain?
Para pemain yg disebut juga oligopolis sadar betul akan potensi permusuhan (retaliation) ini. Utk menghindarinya mereka melakukan kerjasama utk kepentingan bersama, secara resmi maupun tdk. Melalui kerjasama itu mereka bisa menetapkan harga bersama serta membagi-bagi pasar. Kerjasama demikianlah yg disebut Kartel. Kebanyakan di antaranya merugikan konsumen. Asosiasi Pengusaha Semen Indonesia (APSI) merupakan salah satu contoh. Pada masa Suharto organisasi ini sering menciptakan kelangkaan semen utk mendongkrak harga yg disebut harga pedoman setempat (HPS). Caranya, semen ditumpuk di gudang, sehingga persediaan semen di pasaran berkurang. Dgn sendirinya terjadilah kenaikan harga.
Pasar Monopoli. Hanya ada satu penjual sedangkan pembeli banyak. Ada 3 kemungkinan tipe penjual, yaitu pemerintah melalui BUMN (state-owned company), swasta yg diatur dgn undang-undang (regulated-private company), & swasta yg tdk diatur dgn undang-undang (unregulated-private company).  Utk tipe pertama & kedua, penetapan harga harus atas persetujuan pemerintah. Jadi perusahaan berkedudukan sebagai price taker. Utk tipe ketiga, perusahaan berkedudukan sebagai price maker karena dpt menetapkan sendiri harga produknya. Namun tdk serta merta mentang-mentang sendirian, penjual dapat seenaknya menetapkan harga setinggi-tingginya. Harga yg terlalu tinggi, selain sulit terjangkau konsumen, tentu dpt memancing campur tangan pemerintah. Lagi pula harga yg lebih rendah memang diperlukan utk mempercepat penetrasi pasar.

b. Elastisitas Permintaan terhadap Harga
Secara umum harga berkorelasi negatif dgn permintaan. Dgn kata lain, semakin tinggi, semakin sedikit jumlah produk yg dibeli konsumen. Memang, terdapat kekecualian pada produk-produk tertentu, di mana semakin tinggi harga sampai batas tertentu, permintaan semakin tinggi pula (Gambar A). Seperti terlihat pada Gambar A, saat harga dinaikkan dari P1 ke P2, permintaan justru naik dari Q1 ke Q2. Anggaplah P2 sebagai titik balik. Di atas harga itu, kenaikan harga akan menurunkan permintaan. Kenaikan harga dari P2 ke P3 misalnya, menurunkan permintaan dari Q2 ke Q3.
Katakanlah hubungan permintaan & harga diketahui berkorelasi negatif. Yg penting bagi para pemasar adalah bagaimana kepekaan konsumen terhadap perubahan harga. Pada berbagai kategori produk konsumen sangat sensitif terhadap harga. Contohnya, saat tiket pesawat dinaikkan sampai 150% saat awal krisis ekonomi melanda Indonesia, jumlah penumpang menurun drastis. Namun, pada masa-masa liburan anak sekolah maupun hari-hari besar keagamaan, kenaikan harga 200% pun tdk menyurutkan permintaan. Pada masa-masa demikian, permintaan tinggi & konsumen tdk peka terhadap kenaikan harga.
Kepekaan konsumen terhadap dinyatakan sebagai elastisitas permintaan terhadap harga. Konsep ini menyatakan seberapa besar perubahan permintaan yg diakibatkan oleh perubahan harga. Kalau harga berubah 10%, berapa persen permintaan berubah? Secara lebih terperinci, kalau harga naik 10%, berapa persen penurunan permintaan? Kalau harga turun 10%, berapa persen kenaikan permintaan? Katakanlah permintaan naik  20% kalau harga turun 10%, berarti elastisitas permintaan adalah 20%/10% = 2. Apabila elastisitas lebih besar dari 1 (ε>1), maka hubungan permintaan & harga dinyatakan elastis, di bawah 1 (ε<1) inelastis, & ε=1 antara elastis & inelastis.
Secara visual, permintaan elastis ditunjukkan oleh Gambar B. Pada gambar tsb terlihat bahwa kurva permintaan cenderung melandai. Elastisitas ditunjukkan oleh tanda panah perubahan Q1 ke Q2 yg lebih panjang dari tanda panah perubahan P1 ke P2. Hal berarti bahwa dgn perubahan harga yg sedikit saja, maka permintaan berubah lebih besar. Permintaan inelastis diilustrasikan Gambar C, di mana kurva permintaan cenderung curam. Perubahan harga yg lebih besar (ditunjukkan oleh tanda panah perubahan P1 ke P2), direspon oleh perubahan permintaan yg lebih kecil (ditunjukkan tanda panah perubahan Q1 ke Q2).
Ilustrasi dgn Gambar B & Gambar C di atas sebenarnya dpt menyesatkan sebab landai atau curamnya kurva ditentukan oleh satuan dimensi harga (P) & permintaan (Q) yg dipakai. Namun, sebagai ilustrasi cukuplah. Penentuan elastis-tidaknya permintaan harus dicari secara matematis, yg ditunjukkan dalam persamaan berikut. Dalam persamaan tsb, elastisitas dinyatakan dgn ε, harga dgn P & permintaan dgn Q.
Kalau perubahannya kecil, yg biasa dikatakan mendekati nol, maka elastisitas dinyatakan sebagai turunan pertama suatu persamaan.

Contoh soal 1
Harga tiket pesawat Lion Air saat ini adalah Rp 750.000 utk jurusan Jakarta - Medan. Pada tingkat harga demikian, jumlah tiket yg terjual per bulan adalah 10 ribu tiket. Kalau harga diturunkan menjadi Rp 60.000 diperkirakan jumlah tiket terjual adalah 15 ribu tiket. Carilah elastisitas permintaan terhadap harga tiket.

Jawab :
P1=Rp 750.000, Q1=10.000, P2=Rp 600000, Q2=15.000, DP=600.000-750.000 = -150.000, DQ=15.000-10.000=5.000. Jadi, ε=5.000/(-150.000) X 750.000/10.000 = |-2,5| = 2.5 (elastis).

Catatan : Tanda negatif pada nilai elastisitas di atas tdk berkaitan dgn elastisitas permintaan terhadap harga. Tanda itu hanya menyatakan bahwa permintaan berkorelasi negatif dgn harga. Nilai elastisitas sendiri adalah harga mutlak, sehingga walaupun hasil perhitungan adalah -2.5, namun elastisitas dianggap 2.5.

Contoh soal 2
Harga tiket pesawat Lion Air saat ini adalah Rp 750.000 utk jurusan Jakarta - Medan. Pada tingkat harga demikian, jumlah tiket yg terjual per bulan adalah 10 ribu tiket. Pada maskapai tsb, utk jurusan itu, hubungan antara permintaan & harga dinyatakan oleh persamaan : Q = 20000 – 0.013P. Berapakah elastisitas permintaan terhadap harga?

Jawab :
ε- 0.013 X 750.000/10.000 = |- 0.975| = 0.975 (inelastis)

Elastisitas & Penerimaan. Pemahaman akan elastisitas membantu pemasar utk menetapkan harga yg menghasilkan penerimaan optimal. Apabila permintaan inelastis, penurunan harga hanya akan menurunkan penerimaan. Contoh berikut ini merupakan permintaan yg inelastis. Pada saat harga tiket Jakarta – Bali Rp 500.000, maskapai penerbangan Star Air dapat menjual 5 ribu tiket per bulan. Ketika harga diturunkan menjadi Rp 400.000 (penurunan 20%), tiket yg terjual meningkat menjadi 5500 tiket (kenaikan 10%). Tentu elastisitas=0.5 (inelastis).
Bagaimana dgn penerimaan? Sebelum penurunan harga tiket, penerimaan total adalah 500 ribu x 5 ribu = Rp 2.500.000.000. Setelah harga tiket diturunkan, penerimaan adalah : 400 ribu x 5.500 = Rp 2.200.000.000. Terjadi penurunan penerimaan sebesar Rp 300.000.
Pada permintaan yg elastis, penurunan harga dpt menaikkan penerimaan serta penaikan harga dpt menurunkan permintaan. Pada contoh 1 di atas, penerimaan sebelum perubahan harga adalah : 750 ribu x 10 ribu = Rp 7.500.000.000. Setelah harga diturunkan, penerimaan menjadi : 600 ribu x 15 ribu = Rp 9.000.000.000. Naik Rp 1.500.000.
Implikasi dari ilustrasi ini, pada saat permintaan inelastis, janganlah jadikan penurunan harga dalam segala bentuknya (misalnya diskon, subsidi uang muka, pengembalian kas, bunga ringan) sebagai daya tarik promosi. Namun, praktek-praktek demikian justru dianjurkan utk permintaan yg elastis terhadap harga.

c.       Faktor-faktor yg Mempengaruhi Elastisitas terhadap Harga
Gampang memang bicara elastisitas karena hanya menyangkut sebuah rasio. Yg sulit adalah memperoleh rasio itu. Perusahaan tdk selalu memiliki informasi tentang hubungan antara perubahan permintaan & perubahan harga. Bahkan perusahaan besar seperti Unilever sulit menjawab pertanyaan berapa elastisitas permintaan Blue Band terhadap harga. Masalahnya, harga Blue Band berbeda dari satu warung ke warung lain, supermarket ke supermarket lain, serta toko ke toko lain. Lalu, konsumen yg membeli juga beragam. Perusahaan sulit mengidentifikasi mana pembeli yg terpengaruh oleh harga mana yg bukan.
Kenapa masalah pembeli dibicarakan dalam konsep elastisitas? Karena, elastisitas menyatakan kepekaan konsumen terhadap perubahan harga. Oleh karena itu, kalau data elastisitas tidak tersedia, para pemasar dpt menggunakan informasi tentang faktor-faktor yg mempengaruhi sensitifitas harga utk memperkirakan elastisitas, seperti :
l  Harapan pembeli. Dalam benaknya, terhadap setiap produk yg dikenalnya, setiap pembeli mempunyai batas terendah & tertinggi harga yg dianggap layak. Batas tsb terbentuk berdasarkan pengalaman masa lalu, harga merek favorit, imajinasi sendiri, & daya beli. Apabila masih ada dalam batas, pembeli kurang sensitif terhadap harga. Misalnya, utk ukuran botol sedang (600 ml), harga air minum dalam kemasan adalah antara Rp 1500 sampai Rp 2500, tidak antara Rp 500 sampai Rp 10.000. Selama masih dalam batas tsb, pembeli kurang sensitif terhadap perubahan harga. Jadi, kalau harga Prima yg sebelumnya Rp 1.500 dinaikkan menjadi Rp 2.000, penaikan harga ini tdk disertai oleh penurunan permintaan secara signifikan.
l  Nilai yg unik pada produk. Semakin tinggi keunikan suatu produk, pembeli semakin kurang sensitif terhadap harga. Contohnya adalah barang-barang antik.
l  Kesadaran tentang barang pengganti. Apabila sadar akan adanya barang pengganti, pembeli sensitif terhadap harga. Pemilik mobil sensitif terhadap harga pertamax karena dgn sedikit penanganan (misalnya mencampurkan zat peningkat oktan), premium dpt digunakan sebagai pengganti. Coba kalau premium bersubsidi tdk ada, mau tdk mau pembeli membeli pertamax.
l  Sulit dibandingkan. Apabila atribut suatu produk sulit dibandingkan dgn produk lain, pembeli kurang sensitif terhadap harga.
l  Pengeluaran total. Semakin tinggi pengeluaran utk memperoleh produk, baik dalam bentuk uang, tenaga, pikiran, & waktu, pembeli semakin sensitif terhadap harga. Semakin besar porsi pengeluaran terhadap tabungan, pembeli semakin sensitif terhadap harga. Misalnya, Jono membeli televisi layar datar ukuran 29 inci yg harganya berkisar Rp 2.500.000 sampai Rp 5.000.000. Saldo tabungannya mencapai Rp 5.000.000. Jane juga ingin membeli barang yg sama, tetapi saldo tabungannya mencapai Rp 15.000.000. Tentu Jono lebih sensitif terhadap harga dibanding Jane.
l  Penanggulangan biaya. Pembeli kurang sensitif terhadap harga apabila sebagian biaya ditanggung pihak lain.
l  Investasi yg telah ditanamkan. Pembeli kurang sensitif terhadap harga apabila pembelian produk berkaitan dgn aset lain yg telah dibeli sebelumnya.
l  Kualitas produk. Pembeli kurang sensitif terhadap harga apabila produk dipersepsikan memiliki.

d. Analisis Interval & Preferensi Harga Konsumen
Setiap konsumen memiliki interval harga yg layak bagi sebuah produk.  Misalnya, bagi Jono, utk telepon seluler, interval harga yg layak adalah Rp 1.000.000 sampai Rp 3.000.000. Jono akan mengevaluasi berbagai merek telepon seluler yg berada pada interval harga tsb sebelum menjatuhkan pilihan. Telepon seluler yg harganya di bawah Rp 1.000.000 atau di atas Rp 3.000.000 keluar dari pilihan Jono.
Dalam interval tsb, yg paling penting sebenarnya adalah referensi harga (price reference) Jono terhadap telepon seluler, yaitu satu tingkat harga yg dijadikan patokan oleh Jono, misalnya Rp 2.000.000. Semakin dekat dgn referensi harga tsb, semakin besar peluang sebuah telepon seluler dibeli oleh Jono.
Informasi interval & referensi harga pasar sasaran sangat penting. Harga sebaiknya sama atau mendekati referensi harga atau setidaknya berada pada interval harga yg dipertimbangkan pasar sasaran.

e. Analisis Persaingan
Siapa Pesaing? Pertanyaan pertama yg perlu dijawab adalah siapa pesaing kita? Pertanyaan ini perlu dijawab agar perusahaan tdk memberikan perhatian pada perusahaan lain yg bukan pesaing. Contohnya, saingan susu kaya kalsium Calcimex adalah Anlene & Hi-Lo. Karena itu, Calcimex perlu memperhatikan strategi harga Anlene & Hi-Lo. Bagi Nokia yg harganya hanya sampai jutaan rupiah, telepon seluler premium Vertu yg harganya ratusan juta rupiah tentu bukan saingan.
Strategi Harga Pesaing Setelah mengenal siapa pesaing, selanjutnya perusahaan perlu mengetahui strategi harga mereka. Pertanyaan dimulai dari : berapa tingkat harga mereka, berapa besar marjin yg diberikan kepada perantara, apakah mereka memberikan diskon, dst. Informasi tsb perlu diketahui utk menentukan apakah perusahaan menggunakan persaingan harga atau bukan harga.
Pola Reaksi Pesaing Perusahaan perlu memprediksi bagaimana reaksi pesaing terhadap strategi harga mereka. Ada 4 bentuk reaksi yg mungkin diambil pesaing :
l  Coperative pricing. Dalam praktek ini terdapat kesepakatan resmi atau tdk resmi mengenai harga. Semua pemain menerapkan harga yg tdk jauh berbeda satu sama lain, sehingga tdk merusak pasar. Praktek ini sering terjadi pada pasar oligopolistik.
l  Adaptive pricing. Pesaing lebih kecil umumnya mengikuti harga yg ditetapkan pesaing lebih besar. Kata menyesuaikan (adaptive) tdk berarti harus sama, tetapi bisa di atas atau di bawah harga perusahaan (merek) besar. Harga Hit selalu ditetapkan di bawah harga Baygon, harga minyak Petronas & Shell juga selalu mengikuti pergerakan harga pertamax dari Pertamina.
l  Opportunistic pricing. Dalam praktek ini, pesaing mencari kesempatan memotong harga atau menunda kenaikan harga setelah pesaing menaikkan harga. Dgn kata lain, terdapat usaha utk menetapkan harga yg lebih rendah dari pesaing. Contohnya, pada saat tarif taksi dinaikkan di Jakarta, armada taksi yg besar-besar langsung menerapkan kesepakatan itu, namun sebagian armada taksi yg umumnya kecil-kecil, tetap menggunakan tarif lama & malah mempromosikan tarif lama itu sebagai daya tarik taksinya dgn harapan memperoleh kesempatan mendapat penumpang.
l  Predatory pricing. Penetapan harga begini dimaksudkan utk mengalahkan atau mematikan pesaing. Cara yg dipakai umumnya adalah menetapkan harga serendah mungkin atau memberi diskon, potongan harga, pengembalian kas, atau hadiah besar-besaran, sehingga harga yg ditetapkan pesaing menjadi tdk menarik bagi konsumen. Setelah pesaing babak belur, perusahaan mengembalikan harga pada harga semula atau harga lebih tinggi kalau pesaing kuat tdk ada lagi.

2.            Mengidentifikasi Faktor Pembatas Harga
Yg termasuk sebagai faktor pembatas harga adalah sbb :
a.  Biaya 
Bagi setiap perusahaan komersil, keuntungan akan diperoleh kalau harga jual lebih tinggi dibanding biaya. Harga harus menutupi ongkos produksi, biaya pemasaran, biaya admisnistrasi, & biaya tetap, sekaligus menyisakan marjin keuntungan. Biaya merupakan faktor pembatas apabila perusahaan berniat menetapkan harga serendah-rendahnya. Tentu saja, kalau menetapkan harga setinggi-tingginya, biaya tdk menjadi faktor pembatas.
b.  Peraturan Pemerintah
     Peraturan pemerintah dpt membatasi harga dgn membuat peraturan mengenai batas harga tertinggi & terendah, diskriminasi harga (price discrimination), pengelabuan harga (deceptive pricing), & praktek dumping.
     Penetapan harga tetap yg diatur pemerintah di Indonesia, atau yg harus memperoleh persetujuan DPR adalah harga bahan bakar minyak, gas, pulsa telepon tetap, listrik, & pupuk. Sedangkan praktek-praktek diskriminasi harga, pengelabuan harga, & dumping, belum ditangani pemerintah secara serius.
     Diskriminasi harga adalah praktek membeda-bedakan harga produk yg sama utk pembeli yg berbeda, daerah yg berbeda, & volume pembelian yg berbeda. Berbagai negara melarang diskriminasi harga. Pengelabuan harga adalah praktek penetapan harga yg menipu pembeli, baik karena memberikan informasi tdk lengkap maupun menyesatkan. Dumping adalah menjual produk di luar negeri lebih murah dibanding dalam negeri.
c.  Kepentingan Perantara 
     Saat produk bergerak dari produsen, distributor, grosir, pengecer, sampai ke konsumen, timbul biaya pada setiap tahap. Karenanya, harga pada konsumen akhir harus lebih tinggi agar bisa menutupi biaya-biaya tsb, sekaligus memberikan keuntungan, bayaran (fee), & komisi utk setiap anggota saluran, selain menyisakan keuntungan bagi produsen.
d.  Daur Hidup Produk
     Dalam masa perkenalan & pertumbuhan, penjual mempunyai keleluasaan dalam menetapkan harga karena suplai belum memenuhi semua permintaan & pesaing masih sedikit. Kalau produk sudah dewasa dalam daur hidupnya, di mana pertumbuhan sudah stagnan & persaingan sudah tinggi, penjual tdk lagi leluasa menetapkan harganya. Dalam situasi demikian, penjual perlu menilai kembali harga yg ditetapkan, apakah perlu memberi diskon ataupun bentuk-bentuk promosi penjual lainnya.
e.  Jenis Persaingan
     Seperti telah dijelaskan, persaingan dpt dibedakan menjadi persaingan harga (price competition) & persaingan bukan harga (non-price competition).  Kalau persaingan yg dihadapi, perusahaan lebih leluasa menetapkan harga. Namun, kalau konsumen lebih memperhatikan faktor-faktor bukan harga, seperti kualitas, reputasi, jaminan, dst, harga rendah tdk berarti banyak. Jadi, penjual kurang leluasa menetapkan harga. Situasi seperti terjadi dalam dunia pendidikan tinggi. Tdk berarti bahwa perguruan tinggi yg uang kuliahnya paling rendah juga memiliki jumlah mahasiswa paling banyak.


f.  Strategi Bauran Pemasaran 
     Penetapan harga sebenarnya bukanlah proses yg berdiri sendiri. Dalam rencana pemasaran strategis, penetapan harga merupakan penjabaran posisi merek (brand position) yg dirancang perusahaan. Sebagaimana diketahui, posisi merek dijabarkan melalui komponen-komponen marketing mix, di mana harga merupakan salah satu di antaranya. Karena harus mencerminkan citra yg sama, semua komponen bauran pemasaran tentu harus padu satu sama lain. Sebagai contoh kita ambil sedan Volvo. Katakanlah mobil itu diposisikan sebagai SEDAN PREMIUM YG AMAN.  Bagaimana posisi tsb dijabarkan? Lihat dalam ilustrasi berikut.


Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa harga harga diselaraskan dgn komponen bauran pemasaran lainnya. Masuk akalkah kalau harga ditetapkan rendah sementara komponen bauran pemasaran lainnya mencerminkan sedan Volvo premium & aman? Kalau itu dilakukan posisi merek justru membingungkan karena harga tdk sinkron. Jadi, sekali lagi, penetapan harga tdk bebas, tetapi dibatasi juga oleh komponen bauran pemasaran lainnya.


g.  Etika  
     Etika adalah standar moral yg membatasi penjual dari praktek-praktek bisnis yg merugikan orang lain. Harga tdk etis adalah harga yg terlalu tinggi, di mana penjual mengambil porsi keuntungan terlalu besar, harga yg tidak sebenarnya, harga yg perhitungannya dibuat rumit supaya pembeli bingung, pengenaan biaya-biaya tambahan yg tdk disebutkan pada awal transaksi, dll.

3.   Menetapkan Sasaran
Memang, harus dijelas sasaran apa yg mau dicapai melalui penetapan harga. Dalam percakapan di atas, penetapan harga patung-patung kecil semata-mata ditujukan utk memancing datangnya pengunjung. Sedangkan harga barang-barang eksklusif ditetapkan dgn tujuan memperoleh keuntungan. Sasaran-sasaran penetapan harga lebih rinci dijelaskan berikut ini.
a.  Maksimisasi Keuntungan  
Memang tujuan semua usaha adalah memperoleh keuntungan. Namun, tdk setiap saat penciptaan keuntungan menjadi sasaran utama. Pada saat tertentu bisa saja perusahaan mengorbankan keuntungan utk meraih sasaran lain. Utk menetapkan harga yg memperoleh keuntungan adalah sulit. Misalkan konsumen bersedia membeli produk pada harga Rp 5.000, padahal harga Rp 4.000 sudah menghasilkan keuntungan. Kalau sasarannya adalah memperoleh keuntungan, dari kedua tingkat harga itu, yg mana dipilih?  Kalau memang yg dicari adalah keuntungan maksimal, pilihlah harga yg menghasilkannya.
b.  Bertahan Hidup (Survival) 
     Sebenarnya, apapun sasarannya, ujung-ujungnya adalah perusahaan dpt bertahan & berkembang. Namun, yg dimaksud sekedar bertahan hidup di sini adalah suatu usaha jangka pendek utk membuat perusahaan dpt beroperasi terus walaupun rugi, impas, ataupun dgn keuntungan sedikit.  Keuntungan bukan tujuan lagi. Yg penting, bagaimana supaya perusahaan tetap berjalan.
c.  Tingkat Pengembalian Investasi (Return on Investment-ROI) 
     Sasaran ini sama saja dgn sasaran memperoleh keuntungan. Namun, yg menjadi perhatian pada sasaran ini bukan nilai nominal keuntungan, melainkan persentase keuntungan dari investasi yg ditanamkan.
     Kebanyakan keputusan investasi menggunakan sasaran ini. Namun, keputusan harga bersifat mencoba-coba karena hanya didasarkan pada perhitungan di atas kertas. Dalam perencanaan disodorkan sejumlah tingkat harga lengkap dgn ROI masing-masing. Harga yg ditetapkan adalah yg memberikan ROI paling masuk akal (bukan paling tinggi). Yg jelas, ROI harus di atas suku bunga pinjaman agar dianggap layak. Bagaimana memperoleh ROI yg lebih tinggi? Di atas kertas mudah. Dgn hanya memilih harga lebih tinggi dgn sendirinya ROI juga lebih tinggi.  Masalahnya, bagaimana dgn reaksi pasar? Inilah yg sering dilewatkan sasaran perusahaan semata-mata adalah memperoleh ROI yg memuaskan.
d.  Pangsa Pasar  (Market Share) 
     Banyak perusahaan yg ingin memperoleh pangsa pasar melalui penetapan harga. Pada pasar yg elastis, sebuah perusahaan dpt memperoleh pangsa pasar melalui harga yg rendah. Dalam jangka pendek, harga rendah memang tdk memberi keuntungan, namun kalau yg ingin dicapai adalah pangsa pasar, sasaran keuntungan dibelakangkan dulu. Soalnya, ada beberapa manfaat yg diperoleh dari pangsa pasar lebih besar. Pertama, efisiensi biaya produksi dgn meningkatnya skala ekonomi (economic of scale). Konsep ini menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat produksi, biaya rata-rata semakin rendah. Kedua, perusahaan menikmati porsi lebih besar dari pertumbuhan pasar. Katakanlah Mitsubishi menguasai 70% pasar truk ringan di Indonesia. Kalau tahun depan diperkirakan terjadi kenaikan permintaan sebanyak 100 ribu truk ringan, Mitsubishi berpeluang besar menikmati 70% atau 70 ribu truk ringan di antaranya. Yg sering terjadi, pemimpin pasar menikmati porsi pertumbuhan lebih besar (misalnya Mitsubishi menikmati lebih dari 70% kenaikan permintaan) dgn fenomena yg disebut double jeopardy. Fenomena yg dpt diterjemahkan secara bebas sebagai pukulan beruntun, sebenarnya ditujukan pada merek-merek kecil. Maksudnya, sudah pangsa pasarnya kecil, promosi merek-merek kecil juga kurang direspon pasar. Pada sisi lain, merek-merek besar memiliki keuntungan ganda, yaitu pangsa pasar yg lebih besar & respon yg lebih tinggi terhadap usaha-usaha pemasarannya. Jadi, wajar saja merek-merek pemimpin memperoleh porsi lebih besar dari pertumbuhan pasar.
e.  Kualitas Produk 
     Harga dpt digunakan utk menciptakan persepsi kualitas. Jarang sekali produk yg diklaim sebagai produk berkualitas spesial tetapi memiliki harga rendah. Soalnya, secara psikologis, konsumen umumnya menganggap bahwa harga yg tinggi menyatakan kualitas tinggi pula. Ada pepatah yg menyatakan ‘harga tdk pernah berbohong’. Artinya, produk berharga murah juga memiliki kualitas rendah. Sebaliknya, produk berharga tinggi memiliki kualitas tinggi pula.
     Menghabiskan stok lama pada saat daur hidup produk memasuki masa menurun, satu-satunya pilihan bagi perusahaan adalah melakukan cuci gudang. Dalam industri mobil, apabila model baru mau muncul, perusahaan biasanya memberikan insentif finansial & non-finansial sangat besar bagi pembelian model lama. Tindakan ini bertujuan menghabiskan stok model lama sebelum model baru muncul.
f.  Mematikan Pesaing 
     Harga dpt digunakan utk menggerogoti, bahkan mematikan pesaing. Namun, tindakan ini efektif hanya pada pasar yg di dalamnya berlaku persaingan harga. Banyak perusahaan sengaja menjual produk di bawah biaya rata-rata semata-mata utk menjegal pesaing. Harga ditetapkan lebih rendah signifikan di bawah pesaing itu. Dalam pasar yg elastis, konsumen tentu beralih pada produk yg lebih murah. Dalam menjalani taktik ini perusahaan harus memiliki sumberdaya lebih besar. Sebab, apabila terjadi perang harga, perusahaan yg mampu bertahan lebih lamalah yg menang.  Setelah pesaing bangkrut, perusahaan akan kembali pada harga semula.

4.            Analisis Potensi Keuntungan
Utk menganalisis potensi keuntungan, para pemasar perlu mengombinasikan sensitivitas harga dgn biaya. Para pemasar juga perlu memahami prinsip-prinsip biaya, mulai dari biaya tetap, biaya variabel, biaya marjinal, biaya tetap rata-rata, & biaya variabel rata-rata. Tentu bukan porsi kita menjelaskan konsep-konsep tsb.
Analisis potensi keuntungan bertujuan utk mengetahui potensi keuntungan atau resiko kerugian serta volume yg menjadikan tercapainya titik impas pada setiap skenario harga. Berikut ini diilustrasikan perkiraan produksi & biaya (Tabel 1) serta keuntungan (Tabel 2) perusahaan fiktif McDonnald.

Tabel 1. Perkiraan Tingkat Produksi & Biaya Hamburger BigMc
Tingkat
Produksi
Biaya
Tetap
Biaya Tetap
Rata-rata
Biaya
Variabel
Biaya
Total
Biaya Total
Rata-rata
10
50,000
5,000
8,500
58,500
5,850
20
50,000
2,500
17,000
67,000
3,350
30
50,000
1,667
25,500
75,500
2,517
40
50,000
1,250
34,000
84,000
2,100
50
50,000
1,000
42,500
92,500
1,850
60
50,000
833
51,000
101,000
1,683
70
50,000
714
59,500
109,500
1,564
80
50,000
625
68,000
118,000
1,475
90
50,000
556
76,500
126,500
1,406
100
50,000
500
85,000
135,000
1,350

Tabel 2. Potensi Keuntungan pada Setiap Skenario Harga
Harga (Rp)
Penjualan
(Unit)
Penjualan
(Rp)
Biaya Total
Keuntungan
3,500
10
35,000
58,500
(23,500)
3,300
20
66,000
67,000
(1,000)
2,900
30
87,000
75,500
11,500
2,500
40
100,000
84,000
16,000
2,300
50
115,000
92,500
22,500
2,000
60
120,000
101,000
19,000
1,800
70
126,000
109,500
16,500
1,600
80
128,000
118,000
10,000
1,500
90
135,000
126,500
8,500
1,200
100
120,000
135,000
(15,000)

Dari skenario tsb, perusahaan dpt memperkirakan berapa keuntungan ataupun kerugian pada setiap tingkat harga. Apabila sasaran adalah memperoleh keuntungan, tentu perusahaan akan menetapkan harga yg memberikan keuntungan terbesar, yaitu Rp 2.300 (Tabel 2). Lalu, apabila menetapkan harga serendah-rendahnya utk mematikan pesaing, perusahaan harus siap rugi sebesar Rp 15.000.

Analisis Titik Impas Katakanlah perusahaan memilih harga Rp 2300.  Pertanyaannya, pada tingkat harga tsb, berapa produk yg harus dijual agar tercapai titik impas? Berdasarkan perhitungan di bawah ini, perusahaan harus menjual 35 produk agar tercapai titik impas.

5. Menetapkan Harga Awal
Berdasarkan faktor apa yg dijadikan sebagai acuan utama, ada 3 pendekatan dalam penetapan harga awal, yaitu :
a.  Penetapan Harga Berdasarkan Pasar (market based pricing)
Acuan utama adalah persepsi & kebutuhan konsumen. Ada beberapa teknik yg tersedia, yaitu :
l  Value pricing, yaitu penetapan harga yg dimaksudkan utk memberi kesan bahwa konsumen memperoleh nilai dgn uang yg dibayarkan. Perlu diketahui bahwa nilai merupakan selisih antara manfaat (benefit) yg diperoleh & harga yg dibayarkan. Agar memberi kesan memiliki nilai, harga harus terkesan rendah, tetapi dgn catatan produk terkesan berkualitas. Kalau harga & produk sama-sama terkesan rendah, maka kesan nilai tdk diperoleh. Hyundai Avega menggunakan pendekatan ini.
l  Perceived Quality Pricing, penetapan harga utk menciptakan persepsi kualitas. Acuan utama bukan biaya produksi, melainkan persepsi pembeli yg menganggap bahwa harga yg mahal mencerminkan kualitas yg tinggi.
l  Odd-pricing, merupakan praktek pembuatan harga-harga ganjil, misalnya Rp 3.977, Rp 15.970, Rp 21.365.000, dst. Pembuatan harga seperti ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, memberi kesan lebih murah karena belum menyentuh level harga di atasnya. Misalnya Rp 15.970 masih berada pada rentang 15 ribuan belum masuk level 16 ribuan. Kedua, lebih sulit diingat dibanding harga-harga genap, sehingga kalau suatu saat dinaikkan, konsumen lebih sulit menangkap kenaikan harga. Misalnya, harga Rp 21.399.500 yg dinaikkan menjadi Rp 21.699.500, lebih sulit disadari dibanding kenaikan harga dari Rp 21.400.000 menjadi Rp 21.700.000, walaupun kenaikannya sama-sama Rp 300.000 & harga sebelum & setelah naik kedua tingkat harga tdk berbeda signifikan.  Ketiga, memberi kesan bahwa penetapan harga dilakukan secara matang karena perhitungan dilakukan sampai satuan terkecil. Misalnya, harga Rp3.977 mengesankan bahwa perusahaan tdk melakukan pembulatan, akan tetapi memperhitungkan harga sampai satuan terkecil yg sebenarnya tdk berlaku lagi, yaitu satu rupiah.
b.  Penetapan Harga Berdasarkan Biaya
Acuan utama penetapan harga adalah biaya. Terdapat 2 teknik yg biasa digunakan, yaitu :
l  Mark-up pricing, yaitu dgn menambahkan mark-up yg diinginkan pada penjualan. Perhitungan berikut ini disajikan sebagai contoh.
Tingkat penjualan yg diinginkan= 50 unit produk
Biaya tetap= Rp 50.000
Biaya variabel= Rp 42.500
Biaya per unit = (50.000 + 42.500)/50= Rp 1850
Misalkan mark-up yg diinginkan adalah 20%, maka harga menjadi :
l  Target return pricing, yaitu penetapan harga yg didasarkan pada target pengembalian investasi yg diinginkan. Misalnya, perusahaan sudah menginvestasikan Rp 75.000 & mampu menjual 50 unit produk. Kalau perusahaan menginginkan tingkat pengembalian 20%, maka harga dpt diutak-atik sbb :
c.  Penetapan Harga Berdasarkan Harga Pesaing
Harga ditetapkan berdasarkan harga yg sudah atau diperkirakan akan ditetapkan pesaing. 2 teknik yg lazim digunakan adalah :
l  Menetapkan harga berdasarkan harga pesaing yg sudah ada, yaitu menetapkan harga sama, di bawah, ataupun di atas harga yg telah ditetapkan pesaing. Apabila menetapkan harga sama, perusahaan bersiap utk bersaing langsung dgn pesaing. Harga di bawah pesaing memiliki resiko persepsi kualitas lebih rendah. Namun, selama perusahaan dpt meyakinkan kualitas produk, strategi ini dpt berhasil, terutama bila perbedaan harga signifikan & konsumen sensitif terhadap harga. Penetapan harga di atas pesaing tentu bertujuan utk menciptakan persepsi kualitas lebih tinggi. Strategi ini perlu didukung jaminan kualitas. Apabila konsumen mengetahui bahwa kualitas produk kita sama saja dgn produk pesaing, tentu mereka akan berpikir 2 kali utk membeli produk kita yg lebih mahal.
l  Penetapan harga berdasarkan harga yg diperkirakan akan ditetapkan pesaing. Penetapan harga seperti ini sering terjadi pada tender. Dalam tender setiap peserta membuat perhitungan harga secara tertutup lalu diekspos saat tender dilakukan. Dalam proses tsb tdk berarti bahwa harga terendah yg akan menang. Karena bagaimana pun harga terkait dgn kualitas pekerjaan. Yg perlu diketahui perusahaan adalah kualitas pekerjaan yg diinginkan pemilik proyek serta anggaran yg mereka sediakan. Buatlah penawaran sesuai anggaran & kualitas yg diinginkan pemilik proyek.

6.  Mengelola Harga
Penjelasan sebelumnya menyangkut 2 hal, pertama faktor-faktor yg perlu dipertimbangkan dalam penetapan harga & kedua, proses penetapan harga. Lagi pula, kita baru membicarakan penetapan harga utk satu produk (single price for single product). Bagaimana kalau produk banyak & setiap produk diberi harga berbeda? Contoh, Nissan Grand Livina memiliki 7 versi. Utk yg 1500 cc terdapat versi SV, XV manual, & XV otomatis. Lalu, versi 1800 cc terdiri dari XV, XV otomatis, Ultimate, & Ultimate Otomatis. Pertanyaannya, bagaimana menetapkan harga setiap versi? Lalu, bagaimana menjaga perimbangan harga antar versi?
Pada kenyataannya, harga memiliki dinamika yg kompleks. Utk produk standar saja, misalnya listrik, harga sudah berbeda-beda berdasarkan siapa pelanggannya (rumah tangga, lembaga sosial, unit bisnis) & kapasitas pemakaian (450 watt, 900 watt, 2200 watt, 3000 watt, 6000 watt, dst). Yg jelas, harga tdk hanya menyangkut berapa nilai uang yg harus dibayar konsumen, akan tetapi juga memiliki aspek strategis bagi perusahaan.

C.  Strategi-strategi Harga
Harga dpt dipakai sebagai bagian strategi, khususnya bila menyangkut 4 hal, yaitu :
1.  Penetapan Harga Produk Baru
Sebuah perusahaan dpt meluncurkan produk baru dgn :
a.  Harga tinggi (Skimming Pricing)
Dgn skimming price, bukan berarti harga tinggi selamanya. Cukup pada masa perkenalan saja. Pada saat persaingan mulai ketat, barulah harga diturunkan. Harga tinggi perlu utk menutup biaya riset serta pengembangan produk secepatnya. Dgn harga tinggi, perusahaan dpt berjaga-jaga terhadap kemungkinan kekeliruan penetapan harga. Kalau keliru, turunkan saja harganya. Ini lebih mudah ketimbang menaikkan harga. Strategi ini baru berjalan baik bila konsumen tdk sensitif terhadap harga, akan tetapi lebih memperhatikan keunikan-keunikan produk yg terkait dgn kualitas, brand image, personil maupun layanan tambahan.
Setelah non-price sensitive customer terlayani, perusahaan dpt membuat versi lebih murah utk melayani price-sensitive customer. Keputusan demikian dpt bersamaan dgn strategi perluasan lini produk ke hilir (down-ward stretching) dgn meluncurkan produk-produk berbiaya lebih rendah. Perusahaan yg awalnya menjual buku edisi hard-cover, dpt meluncurkan edisi soft-cover yg lebih murah.
Kondisi lain yg dibutuhkan agar strategi ini berjalan baik adalah adanya hambatan masuk (entry-barrier) yg tinggi utk pesaing. Teknologi, investasi awal yg besar, hak paten maupun konsumen yg loyal dpt menjadi penghambat masuknya pesaing. Kalau pesaing mudah masuk, strategi harga tinggi justru akan menghancurkan perusahaan, sebab pesaing berkesempatan meluncurkan produk dgn harga lebih murah.
b.  Harga Rendah (Penetration Pricing)
     Dgn strategi ini, perusahaan meluncurkan produk baru dgn harga rendah dgn harapan akan memperoleh volume penjualan yg besar dalam waktu yg relatif singkat. Dgn volume besar, tentu biaya rata-rata akan menurun.  Selanjutnya, biaya rendah ini dpt menghambat masuknya pesaing.  Keunggulan biaya inilah yg disebut sebagai strategi cost-leadership oleh Porter (1985). Strategi ini masuk hitungan kalau pasar sensitif terhadap harga. Itu yg pertama. Yg kedua, terdapat korelasi negatif antara kenaikan volume penjualan dgn biaya, dimana kalau volume penjualan meningkat maka biaya akan menurun. Ketiga, harga rendah bisa menjadi keunggulan bersaing. Sekali lagi, utk kondisi ketiga ini, pasar harus sensitif terhadap harga. Kalau pesaing bisa mendidik pasar menomorduakan harga dalam mengambil pertimbangan, maka strategi ini lebih baik dilupakan.

2.            Adaptasi Harga
Ada 2 kemungkinan motif yg mendorong perusahaan meninggalkan kebijakan satu harga. Motif pertama adalah penyesuaian dgn situasi tertentu. Disini perusahaan bersifat reaktif terhadap situasi yg mengharuskan. Motif kedua adalah menggunakan harga sebagai stimuli utk memperoleh respon tertentu dari konsumen.
Ada 5 strategi harga yg berasal dari adaptasi harga, yaitu : geographical pricing, price discount and allowance, promotional pricing, discriminatory pricing dan product-mix pricing. Dalam penjelasan berikut konsep-konsep tsb ditulis dalam istilah aslinya agar tdk kehilangan makna.
a.  Geographical Pricing
     Strategi ini adalah menetapkan harga berbeda utk area geografis ataupun negara berbeda. Pertimbangannya bisa dari faktor biaya, daya beli penduduk maupun daur hidup produk di daerah atau negara yg bersangkutan.
b.  Price Discount and Allowance
     Kebanyakan perusahaan akan memodifikasi harga dasar sebagai imbalan utk perbuatan-perbuatan pembeli yg dianggap baik oleh perusahaan, seperti pembayaran di muka, pembelian dalam jumlah besar & pembelian di luar musim (off-season-buying). Sebelum dibahas lebih jauh, perlu diingat terlebih dahulu bahwa tindakan ini dapat mengurangi keuntungan perusahaan. Jadi, sebelum melakukan memberikan diskon-diskon, perusahaan perlu menghitung untung-ruginya secara akurat.
Cash-discount. Ini adalah penurunan harga kepada pembeli yg cepat membayar tagihan. Kode yg umum adalah “2/10, net 30”. Artinya, masa pembayaran tagihan adalah 30 hari. Tetapi kalau pembeli membayar dalam 10 hari atau kurang, maka perusahaan akan memberikan diskon 2%.  Keuntungannya bagi perusahaan adalah meningkatnya likuiditas, menurunnya biaya penagihan serta jumlah bad-debt.
Quantity-discount. Ini adalah penurunan harga yg diberikan karena volume pembelian yg besar. Ini biasa terjadi antar-pedagang, bisa juga antara toko dgn konsumen. Malah, kadang-kadang, pembeli sendiri yg meminta potongan harga kalau tahu volume pembeliannya besar.
Functional-discount. Ini merupakan pemotongan harga oleh penjual karena pembeli melakukan fungsi-fungsi tertentu, seperti pencatatan, penagihan maupun fungsi-fungsi lain. Konsekuensinya, pemotongan harga bisa berbeda kalau fungsi yg dilakukan pembeli berbeda.
Seasonal Discount. Ini adalah potongan harga yg diberikan di luar musim.  Misalnya, tempat rekreasi memberikan diskon utk hari Senin sampai Jumat karena pada hari-hari tsb pengunjung sepi. Telkom juga melakukan strategi ini utk telepon statis. Pada jam sibuk antara jam 18.00 sampai jam 23.00, harga pulsa dipotong 50%. Potongan lebih besar lagi (yaitu 75%) antara jam 23.00 sampai jam 06.00, karena pemakai telepon lebih sepi pada selang waktu tsb.
Tujuan dari diskon ini adalah agar kapasitas tdk menganggur pada masa sepi. Sebagian perusahaan menggunakan strategi ini sebagai bagian dari manajemen permintaan, yaitu memindahkan sebagian permintaan yg tdk terlayani pada masa puncak (peak season) ke masa sepi (off-season).
Allowances. Ini juga merupakan bagian dari penurunan harga. Trade-in allowances adalah penurunan harga yg diberikan utk penggantian item lama dgn yg baru. Misalnya, ada perusahaan otomotif menawarkan seperti ini : “Tukar mobil lama Anda dgn yg baru. Kami beri diskon 5%”. Tujuannya tentu agar perputaran produk lebih tinggi. Selain itu, utk mengikat pemakai produk lama menjadi pembeli yg loyal.
Yg perlu diperhatikan adalah produk lama yg ditukarkan pembeli mau diapakan? Banyak perusahaan otomotif membuka anak perusahaan yg khusus menjual mobil bekas. Nah, kesanalah mobil-mobil bekas itu diputar. Penurunan harga ini juga diberikan kalau pembeli berpartisipasi dalam promosi maupun usaha-usaha penjualan lainnya.

c. Promotional Pricing
Perusahaan dpt menggunakan teknik harga utk menstimulasi pembelian awal. Teknik-teknik tsb adalah sbb :
·      Harga penglaris (loss-leader pricing). Caranya adalah toko menurunkan harga merek terkenal atau produk yg sensitif terhadap harga utk meningkatkan kunjungan. Misalnya, sebuah toko bisa menurunkan harga beras, tetap produk lain tetap. Karena dalam masa krisis konsumen sensitif terhadap harga beras, maka dgn menurunkan harga sedikit saja, maka konsumen akan terpengaruh. Biasanya produsen tdk suka kalau produknya dijadikan sebagai penglaris oleh supermarket atau toko-toko.
·      Special-event pricing. Prakteknya adalah menurunkan harga utk menyambut even-even tertentu. Sepatu Bata sering menurunkan harga utk menyambut Lebaran. Ada juga yg mengaitkan penurunan harga dgn ulang tahun kemerdekaan RI. Tujuannya tentu adalah utk menciptakan image yg baik, bahwa perusahaan peduli terhadap even-even yg bermakna khusus bagi masyarakat.
·      Cash-rebate. Konsep ini disebut juga cash-back. Daripada menurunkan harga, ada juga perusahaan yg memberikan sejumlah uang utk pembelian produknya. Utk mendongkrak penjualannya, Isuzu Panther tahun 1996 membuat iklan : “Beli Panther tipe apa saja, maka Rp 1.000.000 langsung Anda dapatkan”. Teknik ini dpt membantu produsen menurunkan persediaan tanpa menurunkan daftar harga (Price-list).
·      Low-interest financing. Kalau kita amati iklan-iklan mobil belakangan ini, sering ditawarkan bunga rendah, misalnya 8% per tahun. Malah, sebelum krisis, Astra pernah menawarkan kredit satu tahun tanpa bunga utk pembelian Kijang. Namun, hati-hati menyikapi iklan begini. Begitu sampai di showroom, seringkali calon pembeli merasa terkecoh karena suku bunga rendah tsb harus memenuhi kondisi tertentu, misalnya uang muka 30% atau jangka waktu kredit yg singkat.
·      Longer payment terms. Tujuannya adalah utk menurunkan bayaran bulanan. Waktu pertama diluncurkan, Nissan Grand Livina menawarkan kredit sampai 5 tahun. Konsekuensinya tentu suku bunga lebih tinggi.  Tetapi, yg menjadi faktor penarik adalah bayaran per bulan yg lebih rendah.
·      Warranties and service contract. Daripada menurunkan harga, perusahaan dpt menawarkan kontrak servis. Teknik ini digunakan PT. KRAMAYUDHA TIGA BERLIAN utk mobil-mobil Mitsubishi yg dipasarkannya di Indonesia. Perusahaan ini menawarkan paket bernama KONSER, yaitu kontrak servis yg berlaku dalam jangka waktu tertentu.  Fasilitas yg ditawarkan dalam KONSER adalah bebas harga utk pelayanan tertentu serta penurunan harga utk pelayanan lainnya.
·      Psychological discounting. Dgn teknik ini, perusahaan ingin menciptakan kesan adanya penghematan dari penurunan harga. Misalnya : “Dulu Rp 100.000, sekarang Rp 60.000”. Yg menjadi persoalan, apa benar sebelumnya harga Rp 100.000? Bila benar, berarti pembeli memang dpt menghemat Rp 40.000. Kalau tdk, praktek ini merupakan suatu praktek pengelabuan. Namun, pembeli jarang mempertanyakan kebenaran itu.

3.  Diskriminasi Harga
Perusahaan seringkali memodifikasi harga dasar utk mengakomodasi perbedaan-perbedaan yg menyangkut konsumen, produk, lokasi dll.  Diskriminasi harga terjadi pada saat perusahaan menjual produk dgn 2 atau lebih tingkat harga dimana perbedaan harga tdk mencerminkan perbedaan biaya. Beberapa teknik diskriminasi adalah :
·      Diskriminasi berdasarkan segmen. Kelompok pembeli yg berbeda dikenakan harga yg berbeda. Misalnya, tiket masuk museum, lebih murah utk anak sekolah daripada umum.
·      Diskriminasi berdasarkan bentuk produk (product-form pricing). Versi produk yg berbeda dikenakan harga berbeda, tetapi tdk mencerminkan perbedaan harga secara proporsional. Harga mineral Aqua ukuran gelas 220 ml adalah Rp 600. Sedangkan ukuran botol ukuran 600 ml adalah Rp 1500.  Tentu, dgn harga demikian, harga air per ml kedua produk sudah berbeda.
·      Diskriminasi berdasarkan lokasi (location pricing). Produk sama, tetapi tempat berbeda, harga berbeda. Misalnya, kalau menonton konser, beda tiket utk VVIP (very very important person), VIP (very important person) & kelas biasa. Di kapal laut juga demikian. Ada kelas ekonomi, Kelas III, Kelas II, Kelas I & Kelas VIP.
·      Diskriminasi berdasarkan waktu (time pricing). Ini adalah penetapan harga berbeda utk waktu yg berbeda. Misalnya, hotel menetapkan harga berbeda utk weekend serta hari libur & hari-hari biasa. Lho, kalau begitu, apa bedanya dgn seasonal discount? Ada bedanya, walaupun jatuh-jatuhnya sama saja.  Kalau seasonal discount, daftar harga sama utk semua musim. Hanya saja waktu off-season diberikan diskon, sehingga yg dibayarkan lebih murah.  Dgn diskriminasi harga, perusahaan memang menerapkan harga yg berbeda utk waktu yg berbeda. Yg namanya diskon tdk diberlakukan karena memang daftar harganya sudah diturunkan utk off-season.
Agar diskriminasi harga berjalan baik, ada beberapa kondisi yg perlu diperhatikan. Pertama, pasar harus tersegmentasi (segmentable) & setiap segmen menunjukkan intensitas permintaan yg berbeda. Kedua, pembeli pada segmen berharga murah harus tdk bisa menjual kembali produk kepada segmen berharga mahal. Ketiga, pesaing harus tdk bisa memasuki segmen berharga mahal dgn menjual menjual produk substitusi yg lebih murah.  Keempat, biaya tdk lebih tinggi dari penerimaan yg diperoleh dari diskriminasi harga. Kelima, diskriminasi tdk mengecewakan konsumen. Keenam, diskriminasi harga tdk melanggar aturan.
Diskriminasi harga sebenarnya justru sering dipicu oleh peraturan. Misalnya, di Indonesia, pemerintah mengharuskan pengembang perumahan utk menerapkan sistem 1 – 3 - 5. Artinya, setiap membangun satu rumah mewah, maka pengembang harus membangun 3 rumah menengah & 5 rumah sederhana.
Listrik juga demikian. PLN diharuskan membedakan tarik utk pelanggan kecil (sampai daya 900 watt), menengah (di atas 900 watt sampai 3000 watt) & atas (di atas 3000 watt). Selain itu, PLN juga menerapkan tarif berbeda utk rumah tinggal, perusahaan komersil, perusahaan nirlaba & institusi-institusi sosial.

4.  Penetapan Harga Bauran Produk
Harga sekumpulan produk dari satu perusahaan harus diatur sedemikian utk memperoleh keuntungan yg optimal. Karena itulah dikenal penetapan harga lini produk (product-line pricing), penetapan harga fitur opsional (optional-feature pricing), penetapan harga utk produk yg telah dipegang (captive-product pricing), penetapan harga 2 bagian (two-part pricing), penetapan harga utk produk sampingan (byproduct pricing) & penetapan harga utk sekumpulan produk sekaligus (product-bundling pricing).
a.  Product-line pricing
     Umumnya perusahaan menawarkan beberapa item produk sekaligus.  Perusahaan otomotif dari Korea Hyundai, misalnya, langsung menawarkan 12 item produk pada awal expansinya. Produk-produk tsb kalau diamati dpt diurutkan mulai dari yg paling sederhana (bottom-line) ATOZ M/T sampai yg paling mewah (upper-line) Grandeur 3.0 A/T.
Manajemen tentu menetapkan selisih harga yg teratur (price-steps) mulai dari item sederhana sampai ke yg paling mewah. Adapun selisih harga itu perlu mempertimbangkan perbedaan biaya antar tipe, evaluasi perbedaan fitur & harga-harga pesaing.
Jika jarak harga terlalu rendah, maka pembeli akan cenderung membeli versi yg lebih mewah. Sebaliknya, kalau terlalu jauh, maka versi lebih sederhana menjadi pilihan. Memang agak sulit utk menetapkan selisih harga yg optimal (tdk terlalu jauh & tdk telalu dekat). Namun, Monroe (1978) memberikan formula yg setidak-tidaknya bisa dipertimbangkan.



Tabel 5-1. Daftar Harga Mobil Merek Hyundai
No.
Tipe
Harga
1.
ATOZ M/T
Rp  85.000.000
2.
ATOZ A/T
Rp  95.000.000
3.
ACCENT M/T
Rp 110.000.000
4.
ACCENT A/T
Rp 120.500.000
5.
GRACE 2.5 D. TURBO
Rp 185.000.000
6.
TRAJET 2.0 M/T
Rp 210.000.000
7.
TRAJET 2.0 A/T
Rp 225.000.000
8.
TRAJET 2.7 A/T
Rp 279.000.000
9.
SONATA 2.5 A/T
Rp 295.000.000
10.
TRAJET 2/7 A/T, SE
Rp 299.000.000
11.
COUPE 2.0 A/T
Rp 302.000.000
12.
GRANDEUR 3.0 A/T
Rp 425.000.000
Sumber: PT. WIRA ANDRAWINA MEGAH, Sept. 2000
NOTE: Harga tidak mengikat> Perkiraan BBN dan harga OTR untuk wilayah DKI Jakarta.

Dalam rumusannya, Monroe mempertimbangkan 3 faktor, yaitu harga tertinggi (Pmax), harga terendah (Pmin) & jumlah anggota lini produk (n).  Ketiga faktor tsb diformulasikan utk mencari konstanta K dgn rumusan sbb:
Log K = 1/(n-1) (Log Pmax - Log Pmin)
Ambil contoh harga lini produk Hyundai dari Tabel 5-1. Dari tabel tsb tampak bahwa harga terendah adalah Rp 85.000.000 & harga tertinggi adalah Rp 425.000.000, sedangkan jumlah anggota lini produk (n) adalah 12. Dgn demikian, dpt dicari :
Log K = 1/(12-1) (Log 425.000.000 - Log 85.000.000)
Log K = 1/11 (8,63 - 7,93)
       K =  Anti log 0,06364
       K = 1,1578
Dgn nilai K di atas, maka secara teori, harga-harga item produk Hyundai adalah sebagai ditampilkan dalam Tabel 5-2.


Tabel 5-2. Harga Lini Produk Hyundai Menurut Konsep Monroe
No.
Tipe
Perhitungan
Harga Menurut Konsep Monroe
1.
ATOZ M/T
-
85.000.000
2.
ATOZ A/T
85.000.000 x 1,1576
98.392.422
3.
ACCENT M/T
98.392.422 x 1,1576
113.894.927
4.
ACCENT A/T
113.894.927 x 1,1576
131.839.974
5.
GRACE 2.5 D. TURBO
131.839.974 x 1,1576
152.612.405
6.
TRAJET 2.0 M/T
152.612.405 x 1,1576
176.657.697
7.
TRAJET 2.0 A/T
176.657.697 x 1,1576
204.491.515
8.
TRAJET 2.7 A/T
204.491.515 x 1,1576
236.710.771
9.
SONATA 2.5 A/T
236.710.771 x 1,1576
274.006.426
10.
TRAJET 2/7 A/T, SE
274.006.426 x 1,1576
317.178.306
11.
COUPE 2.0 A/T
317.178.306 x 1,1576
367.152.257
12.
GRANDEUR 3.0 A/T
367.152.257 x 1,1576
425.000.000

Apakah harga lini produk yg dibuat agen Hyundai di Indonesia sudah memenuhi konsep Monroe? Kita bandingkan harga agen dgn harga menurut konsep Monroe. Kelihatannya ada perbedaan. Tetapi utk membuktikan secara sah, maka kita dpt menggunakan uji statistik, yaitu “uji rata-rata 2 populasi dgn data berpasangan”.

Tabel 5-3. Uji Statistik utk Mengetahui Perbedaan Harga Lini Produk Menurut Perusahaan & Konsep Monroe
No.
Tipe
X
Y
X-Y
(X-Y)2
1.
ATOZ M/T
85,000,000
85,000,000
-
0
2.
ATOZ A/T
95,000,000
98,392,422
(3,392,422)
1.15085E+14
3.
ACCENT M/T
110,000,000
113,894,927
(3,894,927)
1.51705E+14
4.
ACCENT A/T
120,500,000
131,839,974
(11,339,974)
1.28595E+15
5.
GRACE 2.5 D. TURBO
185,000,000
152,612,405
32,387,595
1.04896E+16
6.
TRAJET 2.0 M/T
210,000,000
176,657,697
33,342,303
1.11171E+16
7.
TRAJET 2.0 A/T
225,000,000
204,491,515
20,508,485
4.20598E+15
8.
TRAJET 2.7 A/T
279,000,000
236,710,771
42,289,229
1.78838E+16
9.
SONATA 2.5 A/T
295,000,000
274,006,426
20,993,574
4.40730E+15
10.
TRAJET 2/7 A/T, SE
299,000,000
317,178,306
(18,178,306)
3.30451E+15
11.
COUPE 2.0 A/T
302,000,000
367,152,257
(65,152,257)
4.24482E+16
12.
GRANDEUR 3.0 A/T
425,000,000
425,000,000
-
-



Total
47,563,300
9,540,913,869,836,750



Total2
2.26227E+16


Perhitungan dimulai dgn menghitung standar deviasi (Sd) sbb :
 Sd = 25.723.435

Hipotesis yg mau diuji adalah:
Ho : mymx = 0: Rata-rata harga keduanya sama
Ha : mymx ¹ 0: Rata-rata harga keduanya tdk sama
       =
       = 5.945.423/7.425.720
       = 0,80

Utk pengujian 2 arah, dgn a = 0,05 & derajat kebebasan (dk)=11, maka T tabel adalah 2,201. Dgn demikian, terima Ho yg menyatakan bahwa harga menurut perusahaan sama dgn harga menurut teori Monroe. Jadi, walaupun ada perbedaan, namun secara umum tingkat harga yg dibuat agen Hyundai di Indonesia masih dpt diterima.
b.    Optional Feature Pricing 
     Teknik ini merupakan penawaran harga akhir yg didasarkan pada perlengkapan tambahan (fitur) yg diinginkan pembeli. Banyak produk yg harga akhirnya ditentukan berdasarkan perlengkapan tambahan yg diinginkan pembeli. Misalnya, harga mobil Kijang standar adalah Rp 115 juta. Harga itu bisa meningkat menjadi Rp 125 juta, misalnya, dgn tambahan tanduk depan, electric window, power steering, & air conditioner.
c.  Captive-product pricing
     Misalkan Anda membeli printer laser HP. Secara rutin, Anda harus membeli perlengkapan printer tsb (misalnya toner) yg hanya dari HP, tdk bisa dari perusahaan lain. Inilah yang disebut captive product
Kalau sudah membeli produk utamanya, mau tdk mau pembeli harus membeli produk pelengkapnya. Pada umumnya, strategi yg digunakan perusahaan-perusahaan utk menghadapi masalah ini adalah menetapkan harga murah utk produk utamanya & harga tinggi utk produk pelengkapnya. Menurut Kotler (1999), memang pembeli kurang sensitif terhadap harga produk pelengkap. Pertanyaannya adalah : apakah semau perusahaan utk menetapkan harga produk pelengkap?
Jawabannya tdk.  Sebab, keputusan konsumen tdk hanya didasarkan atas harga produk utama, akan tetapi juga produk pelengkap. Jadi, kalau produk pelengkapnya terlalu mahal, akan mengurangi minat pembeli utk membeli produk utama. Kenapa mobil-mobil Toyota laris manis? Salah satu alasannya adalah harga spare part-nya yg murah.
d.    Two-part Pricing  
     Kalau Anda pergi ke Ancol, maka Anda akan dikenakan tiket masuk.  Kemudian utk menikmati fasilitas yg disediakan, maka anda harus membeli tiket, bahkan utk buang air kecil saja harus bayar. PLN & Telkom juga menerapkan hal yg sama. Selain bayaran tetap (abonemen), ada pula biaya pulsa (utk telepon) & biaya beban pemakaian (utk listrik). Kalau ada 2 macam harga seperti ini, maka sebaiknya harga tetap dibuat rendah agar pembeli tdk sungkan.
e.  Byproduct Pricing
     Produksi dari beberapa barang sering menghasilkan produk sampingan.  Misalnya, produksi kopra menghasilkan batok kelapa sebagai sampingan.  Pabrik pakaian menghasilkan alas kaki (keset) dari guntingan-guntingan pakaian yg tdk terpakai. Kalau memang produk sampingan itu punya nilai, maka harga yg ditetapkan sebaiknya sesuai dgn nilainya di mata konsumen. Apabila mendatangkan pendapatan yg berarti, maka produk sampingan dpt mengurangi harga produk utama.
f.   Product-bundling pricing
     Beberapa produk yg dijual sekaligus umumnya lebih murah dibanding kalau dijual satu-satu. Misalnya, tiket terusan ke Ancol lebih murah dibanding total harga semua fasilitas. Sering pula barang yg berbeda dikemas menjadi satu bungkusan, kemudian dijual dgn satu harga. Katakanlah deterjen Daia 1 kg harganya Rp 7500, Giv harganya Rp 1000, & Omo Biru harganya Rp 2500.  Ketiga merek dikemas dalam satu bungkusan kemudian dihargai Rp 10 ribu.  Selain merangsang konsumen utk membeli lebih banyak, tujuan bundling pricing ini adalah utk memperkenalkan item kurang laku, yg didomplengkan dgn item yg laku. Produk baru sering didomplengkan dgn produk lama yg laku.

5.  Inisiasi Pemotongan Harga
Bayangkan sebuah situasi persaingan, dimana harga-harga sedang stabil. Tiba-tiba sebuah perusahaan memulai pemotongan harga. Nah, utk perusahaan dalam posisi seperti itulah penjelasan berikut ini.
Hampir tdk ada pemotongan harga yg didorong oleh niat baik perusahaan utk memberikan keuntungan bagi konsumen. Motif dibaliknya umumnya adalah adanya kelebihan produksi, penurunan pangsa pasar serta keinginan utk mendominasi pasar.
Hati-hati memulai pemotongan harga. Yg jelas, tindakan demikian akan membangkitkan persaingan harga. Kalau memang perusahaan kita paling kuat & efisien beroperasi, ancaman pesaing mungkin tdk jadi masalah. Akan tetapi, kalau perusahaan kita hanya sebagai penantang atau pengikut pasar, pemotongan harga bisa berdampak fatal, apalagi kalau pesaing merasa terancam.
Selain itu, ada beberapa resiko yg mesti dicermati, yaitu :
a.    Kesan kualitas rendah. Bisa jadi, dgn pemotongan harga, konsumen menganggap kulitas produk kita lebih rendah dari kualitas produk pesaing yg harganya lebih tinggi.
b.   Pangsa pasar yg rentan. Bisa saja dalam jangka pendek pangsa pasar meningkat, akan tetapi konsumen tdk memiliki loyalitas, sehingga mudah berpindah apabila muncul produk lain yg lebih murah.
c.    Pemiskinan diri-sendiri. Kalau pemotongan harga diikuti oleh pesaing-pesaing yg lain, apalagi perusahaan berskala lebih besar, akibatnya bisa merugikan perusahaan kalau rugi bersaing.

6.  Menaikkan Harga
Kenaikan harga selalu diklaim oleh perusahaan karena terpaksa. Beberapa alasan yg santer terdengar adalah inflasi & melemahnya nilai tukar mata uang rupiah yg berdampak pada meningkatnya biaya produksi. Padahal, sering juga peningkatan harga didorong oleh motif mencari keuntungan, misalnya karena permintaan yg terlalu tinggi atau karena konsumen tdk punya pilihan lain.  Ini lazim dalam situasi monopoli.
Dalam situasi bersaing, sebenarnya penaikan harga memiliki resiko berpindahnya konsumen ke produk pesaing. Utk menghindari resiko itu, ada beberapa pilihan utk menaikkan harga tanpa menaikkan price list-nya, seperti berikut ini :
a.    Mengurangi volume efektif atau isi produk. Syaratnya, penurunan volume tdk dipedulikan konsumen serta tidak melanggar peraturan & etika. Sebuah permen yg beratnya 25 gr dihargai Rp 100, atau Rp 4/gram. Setelah beratnya dikurangi menjadi 20 gram, dgn harga tetap Rp 100, sebenarnya perusahaan sudah menaikkan harga sebesar Rp 20, karena sekarang harganya menjadi Rp 5/gram.
b.   Mengurangi layanan. Sebuah restoran yg sebelumnya menyajikan sendiri makanan di meja makan, merubah pola pemesanan dimana konsumen sendirilah yg mengambil makanan & minuman yg dipesannya (swalayan).  Sebenarnya, secara tdk langsung, tindakan begini termasuk menaikkan harga. Sebab, walaupun harga tetap, tetapi harga tsb dikenakan utk komponen produk yg lebih sedikit.
c.    Membayar di muka. Selama krisis, pembelian mobil Kijang umumnya indent selama 3 bulan. Artinya, bayar lunas sekarang, tetapi mobil baru bisa diperoleh pembeli 3 bulan mendatang. Sebenarnya, harga mobil bukanlah harga yg dibawarkan pembeli sekarang, akan tetapi uang yg diberikan sekarang disertai bunga uang selama jangka waktu mobil belum diserahkan.  Misalnya, harga mobil Rp 100 Juta. Bunga tabungan 12%/tahun. Maka, harga mobil utk penyerahan 3 bulan yg akan datang adalah Rp 100 juta + Rp 3 juta (berupa bunga) = Rp 103 juta.
d.   Harga yg tdk mengikat. Banyak perusahaan otomotif di Indonesia memberikan daftar harga dgn catatan tambahan : harga tdk mengikat. Kondisi ini memungkinkan perusahaan menaikkan harga sewaktu-waktu tanpa bisa diprotes oleh konsumen, terutama utk mobil yg penyerahannya indent. Contohnya, terjadilah deal sekarang dgn harga Rp 100 juta. Pembeli memberikan tanda jadi Rp 2,5 juta. Karena harga tdk mengikat, bisa saja harga menjadi Rp 105 juta saat penyerahan. Kalau konsumen membatalkan pembelian, hilanglah tanda jadi yg dibayarkannya.
e.    Mengurangi atau menghilangkan diskon-diskon yg diberikan sebelumnya.  Misalnya, selama ini diskon diberikan sebesar 30%. Sekarang, diskon dikurangi menjadi 27,5%. Sebenarnya, ini sudah menaikkan harga sebesar 2,5%.


7.  Pertimbangan-Pertimbangan Khusus dalam Penetapan Harga
Pada bagian pertama, kita dihadapkan pada sistematika penetapan harga awal utk sebuah produk. Bagian kedua dilandasi oleh sifat harga yg dinamis, sehinga kita perlu melakukan penyesuaian & pengelolaan sesuai situasi yg dihadapi.  Persoalan yg belum dibahas pada bagian pertama & kedua adalah pertimbangan-pertimbangan khusus dalam strategi harga, yaitu :
a.  Penetapan Harga utk Perantara (Cravens & Piercy, 2003)
     Pembahasan sebelumnya berkaitan dgn penetapan harga utk konsumen akhir. Apabila penyampaian produk dari produsen ke konsumen melalui perantara (misalnya toko), tentu harus diatur berapa harga ke perantara agar harga akhir ke konsumen yg direncanakan tercapai. Misalnya, harga pompa air Sanyo pada konsumen akhir ditetapkan Rp 400 ribu. Pompa dijual melalui toko. Perusahaan harus menetapkan berapa harga ke toko. Apabila merek kita sudah kuat, harga ke toko bisa lebih rendah. Sebab, tanpa rekomendasi pihak toko pun konsumen dpt memilih produk kita. Utk produk yg belum punya nama, harga dpt berfungsi sebagai insentif agar perantara (toko) merekomendasikan produk kita. Toko tentu mengutamakan produk yg lebih menguntungkan, entah karena lebih banyak dicari konsumen atau karena marjin keuntungan toko yg lebih besar.
b.  Penetapan Harga utk Pasar Bisnis
     Pasar bisnis ditandai oleh hubungan dekat & terus-menerus antara penjual & pembeli, terutama utk produk-produk berupa bahan baku maupun komponen. Harga dari penjual merupakan komponen biaya pembeli, sehingga mempengaruhi keunggulan bersaing produk yg dihasilkan pembeli. Apabila produk keluaran pembeli banyak terjual karena unggul, dgn sendirinya permintaan terhadap bahan baku atau komponen dari penjual juga meningkat. Karena itu, penentuan harga, yg dalam penjelasan sebelumnya terkesan dilakukan secara sepihak oleh penjual, pada pasar bisnis, sering dilakukan bersama-sama antara penjual & pembeli, utk kepentingan bersama pula.

c.  Fleksibilitas Harga (Cravens & Piercy, 2003)
     Berdasarkan kesamaan setiap waktu & situasi, ada 2 pilihan harga, yaitu harga sama atau harga fleksibel utk semua kondisi & situasi. Harga tetap memberikan kepastian bagi konsumen tentang uang yg disiapkan utk membeli produk. Pendekatan ini juga mengefektifkan proses penciptaan citra produk maupun perusahaan.
     Pada sisi lain, banyak juga perusahaan yg melakukan penyesuaian harga berdasarkan situasi yg dihadapi. Utk mudahnya, bayangkan tiket pesawat terbang. Harga tiket bisa berbeda dalam hitungan menit, tergantung pada permintaan. Pada saat permintaan tinggi, harga langsung dinaikkan. Namun, pada saat sepi, harga diturunkan.
d.  Harga Tetap Versus Harga Negosiasi (Ferrel, Hartline, & Lucas, 2002)
     Mirip dgn poin ketiga di atas. Perusahaan perlu memutuskan apakah kaku dgn daftar harganya ataukah dpt dinegosiasi pelanggan. Pengenaan harga berdasarkan daftar harga secara kaku membuat semua konsumen mendapat harga yg sama. Namun, unsur insentif harga hilang dalam praktek ini, sehingga tdk dpt dipakai utk memancing pembelian. 

Harga negosiasi memunculkan unsur insentif. Daftar harga sudah ada. Yg dinegosiasikan adalah berapa diskon yg diperoleh pembeli. Penjual memiliki limit diskon yg tersedia. Besar-kecilnya diskon tergantung pada kuat-kuatan negosiasi antara pembeli & penjual. Pembeli merasa puas kalau dpt menegosiasikan diskon yg besar. Namun, kepuasan tsb dpt berkurang kalau mereka mengetahui bahwa pembeli lain memperoleh diskon lebih besar lagi. Resiko lain, diskon menurunkan persepsi kualitas.

No comments:

Post a Comment