BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pelatihan dan pengembangan sering
kita dengar dalam dunia kerja di perusahaan, organisasi, lembaga, atau bahkan
dalam instansi kesehatan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelatihan dan
pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih menguasai dan lebih baik terhadap
pekerjaan yang dijabat atau akan dijabat kedepan. Tidak terlalu jauh dalam
instansi kesehatan, pelatihan dan pengembangan sering dilakukan sebagai upaya
meningkatkan kinerja para tenaga kesehatan yang dianggap belum mampu untuk
mengemban pekerjaannya karena faktor perkembangan kebutuhan masyarakat dalarn kesehatan.
Secara deskripsi tertentu potensi para pekerja kesehatan mungkin sudah memenuhi
syarat administarasi pada pekerjaannya, tapi secara aktual para pekerja
kesehatan harus mengikuti atau mengimbangi perkembangan dunia kesehatan sesuai
dengan tugas yang dijabat atau yang akan dijabatnya. Hal ini yang mendorong
pihak instansi kesehatan untuk memfasilitasi pelatihan dan pengembangan karir
para tenaga kesehatan guna mendapatkan hasil kinerja yang baik, efektif dan efisien.
Salah satu fungsi manajemen
surmber daya manusia
adalah training and development
artinya bahwa untuk mendapatkan tenaga kesehatan yang bersumber daya manusia
yang baik dan tepat sangat perlu pelatihan dan pengembangan. Hal ini sebagai upaya untuk mempersiapkan para tenaga kesehatan
untuk menghadapi tugas pekerjaan jabatan yang dianggap belum menguasainya. Management
thought yang dikernukakan Taylor, bahwa tenaga kerja membutuhkan latihan
kerja yang tepat. Teori ini sangat tepat untuk rnenghindari kemungkinan
terburuk dalam kemampuan dan tanggung jawab bekerja, sehingga dalam menyelesaikan tugas jabatan lebih efektif dan
efIsien sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dalam instansi kesehatan
biasanya para tenaga kerja yang akan menduduki jabatan baru yang tidak didukung
dengan pendidikannya atau belum mampu melaksanakan tugasnya, biasanya upaya
yang ditempuh adalah dengan melakukan pelatihan dan pengembangan karir. Dengan
melalui pelatihan dan pengembangan, tenaga kerja akan mampu mengerjakan,
meningkatkan, mengembangkan pekerjaannya. Dalarn kaitannya dengan tema ini, pemakalah mencoba dengan menyajikan poin penting yang ada kaitannya dengan pelatihan
dan pengembangan sebagai berikut:
Pengertian, tujuan, proses, metode, sudi kasus.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1. Apakah
pengertian pelatihan dan pengembangan ?
2. Apakah
tujuan dari pelatihan dan pengembangan?
3. Bagaimana
proses pelatihan dan pengembangan?
4. Apa
yang dibutuhkan saat perencanaan pelatihan dan pengembangan ?
5. Apa
itu Training Need Assessment (TNA) ?
6. Metode
apa saja yang dapat digunakan dalam pelatihan dan pengembangan ?
7. Bagaimana
evaluasi pelatihan dan pengembangan ?
8. Bagaimana
penerapan pelatihan dan pengembangan pada organisasi terutama di bidang
kesehatan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
pengertian pelatihan dan pengembangan.
2. Mengetahui
tujuan dari pelatihan dan pengembangan.
3. Mengetahui
proses pelatihan dan pengembangan.
4. Mengetahui
apa saja yang dibutuhkan saat perencanaan
pelatihan dan pengembangan.
5. Mengetahui
apa itu Training need Assessment
(TNA).
6. Mengetahui
metode yang digunakan saat pelatihan dan pengembangan.
7. Mengetahui
evaluasi dari pelatihan dan pengembangan
8. Mengetahui
penerapan pelatihan dan pengembangan pada organisasi terutama di bidang
kesehatan.
BAB 2
Kajian Pustaka
2.1 Pelatihan dan Pengembangan
2.1.1 Definisi Pelatihan dan Pengembangan
2.1.1.1 Definisi Pelatihan
1. Willian
G. Scott
“Training
in the behavioral is an activity of line and staff which he has its goal
executive developement to achieve greater individual job effectiveness,
improved interpersonal relationships in the organization, and ennhanced
executive adjustment to the context of his total environment”.
Pelatihan dalam ilmu pengetahuan
perilaku adalah suatu kegiatan yang
bertujuan untuk mengembangkan pemimpin untuk mencapai efektivitas pekerjaan
perorangan yang lebih besar, hubungan antara pribadi dalam dalam organisasi
yang lebih baik dan menyesuaikan pemimpin kepada konteks seluruh lingkungannya.
2. John H. Proctor and
william M. Thronton
“Trainning is the
intentional act of providing means for learning to take place.”
Pelatihan adalah tindakan yang
disengaja memberikan alat agar pembelajaran dapat dilaksanakan.
3.
Andrew E. Sikula
“Training is
shot-term educational process utilizing a systematic and organized procedure by
which non managerial personnal learn tecnical knowledge and skills for definite
purpose”
Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek
memanfaatkan prosedur yang sistematis dan terorganisir, di mana personal non
manajerial mempelajari kemampuan dan pengetahuan teknis untuk tujuan tertentu.
4. Keith
Davis and William B. Werther,Jr
“Training prepares
people to do their present job and development prepares employees needed
knowledge, skill and attitude”
Pelatihan adalah mempersiapkan
orang untuk melakukan pekerjaan mereka sekarang dan pengembangan mempersiapkan
pagawai yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
5. Edwin
B. Flippo
Pelatihan adalah proses membantu
pegawai memperoleh efektivitas dalam pekerjaan sekarang atau yang akan datang
melalui pengembangan kebiasaan, fikiran, dan tindakan, kecelakan, pengetahuan
dan sikap
6. Intruksi
Presiden No. 15 tahun 1974
Pelatihan adalah bagian dari pendidikan menyangkut proses
belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ketrampilan di luar sistem pendidikan
yang berlaku, dalam waktu yang
relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktik dari pada
teori.
7. SK
Menpan No. 01/kep/M.Pan/2001
Di lingkungan PNS, yang dimaksud
pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek
daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan
pendekatan pelatihan untuk orang dewasa dan bertujuan meningkatkan dalam satu
atau berbagai jenis kerampilan.
Dari berbagai pengertian di
atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan
mempelajari kemampuan dan pengetahuan dalam bidang tertentu yang dengan sengaja
diberikan melalui prosedur sistematis dan terorganisir untuk mencapai kerja
yang efektif.
2.1.1.2 Definisi Pengembangan
1. Menurut
H.Malayu.S.P Hasibuan:
Pengembangan adalah suatu usaha
untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan
pelatihan.
2.
Menurut Andrew F. Sikula dalam buku Hasibuan
(2009)
“Development, in reference to
staffing and personnel matters, is a long term educational process utilizing a
systematic and organized procedured by which managerial personnel learn
conceptual and theoritical knowledge for general purposes.”
Pengembangan yang mengacu pada
masalah staf dan personil adalah suatu proses pendidikan jangka panjang
menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi sehingga manajer
belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.
Dari dua pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu
usaha yang sistematis dan terorganisir yang dilakukan oleh perusahaan untuk
meningkatkan kemampuan teknis, teoritis,
konseptual,
dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan.
2.1.1.3 Persamaan dan Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan dan pengembangan, keduanya memberi pengajaran
dalam penambahan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap. Berdasarkan
beberapa pengertian pelatihan dan pengembangan tersebut, berikut ini perbedaan
antara pengertian pelatihan dengan pengembangan.
1.
Pelatihan
bertujuan mempersiapkan karyawan yang akan segera diberi tugas mengerjakan
pekerjaan yang telah ada dalam lembaga ( proses pendidikan jangka pendek )
2.
Pengembangan
diperlukan untuk mempersiapkan karyawan mengerjakan pekerjaan di masa yang akan
datang ( proses pendididkan jangka panjang)
DIMENSI BELAJAR
|
PELATIHAN
|
PENGEMBANGAN
|
Siapa
|
Non pimpinan
|
Pimpinan
|
Apa
|
Keterampilan Teknis
|
Kemampuan
teori dan konsepsi
|
Mengapa
|
Tujuan khusus berhubungan jabatan
|
Tujuan
Umum
|
Waktu
|
Jangka pendek
|
Jangka
panjang
|
Tabel 1. Perbedaan pelatihan dengan pengembangan berdasarkan dimensi
belajar
Robert L. Kalts, Mengutarakan
perbedaan antara pelatihan dan pengembangan terletak pada bobot materi program.
Berdasarkan asumsi, bahwa dalam organisai terdapat tiga kemampuan yang harus
dimiliki karyawan, yaitu kemampuan teknis, kemampuan untuk melakukan interaksi dengan
orang lain, dan kemampuan teori atau konsepsi. Dengan demikian dalam setiap
program pelatihan dan pengembangan, materi yang diberikan akan meliputi ketiga
kemampuan dengan tingkat intensitas bobot berbeda.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan dan
Pengembangan
Tujuan umum pelatihan dan
pengembangan, harus diarahkan untuk meningkatkan produktifitas organisasi.
Tujuan pelatihan dan pengembangan merupakan langkah untuk meningkatkan
produktivitas organisasi melalui berbagai kegiatan antara lain:
1.
Mengembangkan
pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.
2.
Mengembangkan
keterampilan atau keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat
dan efektif.
2.1.2.1 Tujuan pelatihan :
1.
Untuk
meningkatkan keterampilan para karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.
2.
Untuk
meningkatkan produktivitas kerja organisasi.
3.
Untuk
mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.
4.
Untuk
membantu masalah operasional.
5.
Memberi
wawasan kepada para karyawan untuk lebih
mengenal organisasinya.
6.
Meningkatkan
kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang sekarang.
7.
Kemampuan
menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari “kacamata” orang lain.
8.
Meningkatkan
kemampuan menginterpretasikan data dan daya nalar para karyawan.
9.
Meningkatkan
kemampuan dan keterampilan para karyawan dalam menganalisis suatu permasalahan
serta pengambilan keputusan.
2.1.2.2 Tujuan
pengembangan :
1.
Mewujudkan
hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan.
2.
Menyiapkan
para manajer yang berkompeten untuk lebih cepat masuk ke tingkat senior
(promosi jabatan).
3.
Untuk
membantu mengisi lowongan jabatan tertentu.
4.
Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja
dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi.
5.
Mendorong
sikap keterbukaan manajemen melalui gaya manajerial yang partisipatif.
6.
Meningkatkan
kepuasan kerja.
7.
Memperlancar
jalannya komunikasi yang efektif yang dapat memperlancar proses perumusan kebijakan
organisasi dan operasionalnya.
8.
Mengembangkan
atau merubah sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerja sama dengan sesama
karyawan dan manajemen ( pimpinan ).
2.1.2.3 Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
Adapun manfaat dari pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dapat dilihat dalam dua sisi diantaranya:
a)
Dari sisi individu pegawai:
1.
Menambah pengetahuan terutama penemuan
terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan, misalnya prinsip dan
filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir.
2.
Menambah dan memperbaiki keahlian dalam
bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara pelaksanaan yang lama.
3.
Merubah sikap.
4.
Memperbaiki atau menambah imbalan atau balas
jasa yang diperoleh dari organisasi tempat bekerja.
b)
Dari sisi organisasi:
1.
Menaikkan produktivitas pegawai.
2.
Menurunkan biaya.
3.
Mengurangi turn over pegawai.
4.
Kemungkinan memperoleh keuntungan yang
lebih besar, karena direalisirnya kedua manfaat tersebut terlebih dahulu.
2.3.1 Proses Pelatihan dan Pengembangan
2.3.1.1 Proses Pelatihan
Pelatihan merupakan sebuah
proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan
organisasional. Pelatihan memberikan pengetahuan, keterampilan serta mengubah
sikap yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan
mereka dalam organisasi (Mathis-Jackson:2006). Dengan adanya pengetahuan dan
ketrampilan diharapkan agar seseorang dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang
menjadi tanggung jawabnya dengan menggunakan sumber daya yang maksimal untuk
mencapai hasil yang diinginkan sesuai waktu yang ditentukan dalam organisasi.
Program pelatihan harus mencakup
sebuah pengalaman belajar dan merupakan kegiatan organisasional yang dirancang
dan dirumuskan sebagai rancangan organisasi yang efektif terdiri dari 3 faktor
utama, yaitu tahap identifikasi kebutuhan pelatihan, tahap pelaksanaan
pelatihan dan tahap evaluasi pelatihan.
PENILAIAN:
- menganalisis kebutuhan
pelatihan
- mengidentifikasi tujuan dan
kriteria pelatihan
|
EVALUASI:
-
mengukur
hasil pelatihan
-
membandingkan
hasil pada tujuan/kriteria
|
PERANCANGAN:
-
menguji
peserta pelatihan sebelumnya
-
memilih
metode pelatihan
-
merencanakan
isi pelatihan
|
PENYAMPAIAN:
-
menjadwalkan
pelatihan
-
melaksanakan
pelatihan
-
memantau
pelatihan
|
Gambar
1. Proses Pelatihan
Berikut penjelasan dari gambar di atas:
1.
Proses pelatihan yang pertama adalah penilaian yang terdiri dari
analisis kebutuhan pelatihan serta identifikasi tujuan dan kriteria pelatihan.
Penilaian dilakukan di awal sebelum melakukan pelatihan untuk mencari atau
mengidentifikasi kemampuan apa yang diperlukan karyawan dalam rangka menunjang
kebutuhan organisai. Setelah mengidentifikasi pelatihan apa saja yang
diperlukan karyawan, selanjutnya adalah menetukan tujuan dari setiap pelatihan
yang akan dilakukan.
2. Setelah melakukan penilaian, proses
pelatihan yang kedua adalah perancangan yang terdiri dari pemilihan metode
pelatihan dan isi pelatihan. Pada tahap ini menentukan metode dan isi pelatihan
seperti apa yang akan diadakan dan
disesuaikan dengan analisis penilaian kebutuhan.
3. Selanjutnya proses yang ketiga
adalah penyampaian yang terdiri dari jadwal, pelaksanaan dan pemantauan
pelatihan. Tahap ini merupakan rangkaian kegiatan pelaksanaan program pelatihan
yang sesuai dengan hasil perancangan dan ada pemantauan terhadap jalannya
pelatihan.
4. Proses pelatihan yang terakhir
adalah evaluasi yaitu mengukur hasil pelatihan dan membandingkan dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Apakah pelatihan berjalan dengan sukses dan sesuai
tujuan yang ingin dicapai atau tidak.
2.3.1.2 Proses Pengembangan
Di bawah ini merupakan
gambar yang menunjukkan pengembangan
Perencanaan Sumber Daya
Manusia
|
Perencanaan Suksesi
|
Kemampuan dan kapasitas
yang diperlukan untuk menjalankan rencana tersebut
|
Evaluasi Keberhasilan
Pengembangan
|
Penilaian Kebutuhan
Pengembangan
|
Perencanaan Pengembangan
|
Metode
Pengembangan
|
Gambar 2. Proses dan Pengembangan
SDM (Robert
L.Mathis dan John H. Jackson (2002))
Berikut merupakan
penjelasan dari gambar di atas:
1.
Perencanaan
Sumber Daya Manusia
Pengembangan
dimulai dengan membuat rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalisis,
meramalkan dan menyebutkan kebutuhan organisasional, sumber daya manusia pada
saat ini dan pada masa yang akan datang.
2.
Kemampuan
dan Kapasitas yang Diperlukan untuk Menjalankan Rencana
Setelah
merencanakan SDM, sebuah organisasi kemudian menentukan kemampuan serta
kapasitas yang dibutuhkan untuk setiap jabatan baik pada tingkat fungsional
maupun manajerial. Kemampuan yang diharapkan dapat berupa hard competencies maupun soft
competencies sesuai dengan standar kompetensi jabatan yang ada di
organisasi tersebut. Kemampuan dan kapasitas diperlukan dalam menjalankan
rencana pengembangan SDM terutama dalam pengambilan keputusan yang berkualitas,
syarat dengan nilai etika, ketrampilan teknis dan lain-lain.
3.
Perencanaan
Suksesi
Dalam
tahap ini, organisasi menentukan rencana penggantian jabatan, baik jangka
pendek maupun jangka panjang, karena adanya kemungkinan pensiun, rotasi,
promosi, keluar, meninggal, dan sebagainya.
4. Penilaian Kebutuhan Pengembangan
Dalam
tahap ini, organisasi dapat melakukannya melalui Training
need assessment (TNA) yang akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
5.
Perencanaan
Pengembangan
Melakukan rencana pengembangan
baik pengembangan secara organisasional maupun pengembangan terhadap SDM secara
individual. Hal ini akan berjalan dengan baik setelah kita
menganalisa kebutuhan apa saja untuk melakukan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.
6.
Metode Pengembangan
Pada dasarnya ada 2 pendekatan
untuk mengembangkan SDM yaitu pengembangan pada pekerjaan (on-the-job
development) dan pengembangan di luar pekerjaan (off-the-job development). Untuk
lebih jelasnya akan dibahas selanjutnya.
7. Evaluasi Keberhasilan Pengembangan
Pada tahap ini perusahaan
mengevaluasi program pengembangan SDM yang telah dilaksanakan. Hasil penilaian
program pengembangan SDM akan menjadi suatu acuan di masa yang akan datang agar
perusahaan senantiasa mengalami peningkatan dalam kinerjanya.
2.2 Perencanaan Pelatihan dan Pengembangan
Baik dalam proses pelatihan maupun pengembangan, perencanaan sangat
penting untuk menjalankan kegiatan pelatihan dan pengembangan. Sebelum
melakukan perencanaan pelatihan dan pengembangan hal yang harus dilakukan
adalah menganalisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Analisis kebutuhan
tersebut dinamakan Training Need
Assessment (TNA).
2.2.1 Training
Need Assessment (TNA)
2.2.1.1 Pengertian Training Need
Assessment
Training Needs
Assessment (TNA) atau
analisis kebutuhan pelatihan adalah
suatu langkah yang dilakukan sebelum melakukan pelatihan dan merupakan bagian terpadu
dalam merancang pelatihan untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang materi, alokasi
waktu tiap materi, dan strategi pembelajaran yang sebaiknya diterapkan dalam
penyelenggaraan pelatihan agar pelatihan bermanfaat bagi peserta pelatihan. Dari
analisis ini akan diketahui pelatihan apa saja yang relevan bagi suatu
organisasi pada saat ini dan juga di masa yang akan datang. Organisasi tidak dapat menentukan pelatihan begitu saja
tanpa menganalisis dahulu kebutuhan dan tujuan apa yang ingin dicapai.
Penilaian kebutuhan merupakan road map untuk
mencapai tujuan organsasi.
2.2.1.2 Pentingnya Training Needs Assessment
Kebutuhan menurut Briggs (dalam AKD LAN
2005) adalah ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa
yang senyatanya. Gilley dan Eggland (AKD LAN, 2005 ) menyatakan bahwa kebutuhan
adalah kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini
dengan seperangkat kondisi yang diharapkan.
Kebutuhan pelatihan dapat diketahui
sekiranya terjadi ketimpangan antara kondisi (pengetahuan, keahlian dan
perilaku) yang senyatanya ada dengan tujuan yang diharapkan tercipta pada suatu
organisasi. Kebutuhan pendidikan (education needs) atau kebutuhan
pelatihan (training needs) adalah kesenjangan yang dapat diukur antara
hasil yang ada sekarang dan hasil yang diinginkan atau dipersyaratkan. Tidak
semua kesenjangan atau kebutuhan mempunyai tingkat kepentingan yang sama untuk
segera dipenuhi. Maka antara kebutuhan yang dipilih dengan kepentingan untuk
dipenuhi kadang terjadi masalah atau selected gap.
Analisis Kebutuhan Pelatihan menurut
Rosset dan Arwady menyebutkan bahwa Training
Needs Assessment (TNA) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam
analisis untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan yang berkaitan
dengan penerapan teknologi baru.
Analisis kebutuhan pelatihan memegang
peran penting dalam setiap program pelatihan, sebab dari analisis ini akan
diketahui pelatihan apa saja yang relevan bagi suatu organisasi pada saat ini
dan juga dimasa yang akan datang, yang berarti dalam tahap analisis kebutuhan
pelatihan ini dapat diidentifikasi jenis pelatihan apa saja yang dibutuhkan
oleh pegawai dalam pengemban kewajibannya.
Fungsi Training Need Assessment :
1.
Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling
pekerja.
2.
Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context.
3.
Mendefinisikan kinerja standar dan kinerja
aktual dalam rincian yang operasional.
4.
Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan.
5.
Memberi data untuk keperluan perencanaan.
2.2.1.3 Pendekatan Training Need Assessment
Ada beberapa pendekatan dalam
melakukan TNA, diantara yang paling populer adalah :
1.
Makro
TNA yang didasarkan kepada
kebutuhan organisasi / perusahaan secara umum, sehingga hasil TNA-nya berlaku
untuk semua orang yang ada di dalamnya. Maka dari itu, seringkali disebut Organization-Based
Analysis.
TNA Makro dapat menggunakan sumber
data diantaranya :
a.
Visi,
misi, strategic objective dan target perusahaan.
b.
Keadaan
ekonomi dan finansial perusahaan.
c.
Perubahan
budaya.
d.
Perubahan
teknologi.
e.
Tema
perusahaan, seperti Pengurangan Biaya, Peningkatan Kualitas, dst.
2.
Mikro.
TNA yang didasarkan kepada
kebutuhan kelompok tertentu.
Terdiri dari 2, yaitu :
a.
Task-Based
Analysis.
Fokus utamanya adalah apakah
standar keterampilan yang dibutuhkan pada sebuah pekerjaan sudah dimiliki oleh
si pemegang jabatan atau belum.
b.
Person-Based
Analysis.
Fokus utamanya adalah apakah
karyawan sudah dapat melakukan pekerjaan sesuai tuntutan atau belum.
TNA Mikro dapat menggunakan
sumber data diantaranya :
1.
Job
Description
2.
Performance
Standar
3.
Performance
evaluation
4.
Observasi
kerja
5.
Interview
6.
Kuesioner
7.
Checklist
Baik
Task-Based maupun Person-Based sama-sama memiliki acuan standar pekerjaan,
sehingga saling melengkapi.
2.2.1.4 Tahap Training
Needs Assessment
1.
Analisis organisasi
Analisis organisasi menentukan di mana pelatihan dapat dilakukan dan di mana
seharusnya dilakukan. Analisis ini memfokuskan pada organisasi secara
keseluruhan mencakup analisis tujuan organisasi, sumber daya, iklim organisasi,
serta analisis lingkungan eksternal dan internal organisasi. Analisis ini
bertujuan memperoleh informasi tentang organisasi yang digunakan untuk
menentukan tujuan pelatihan yang hendak dicapai. Sebagai tahap awal perlu
adanya upaya mengkaitkan penilaian kebutuhan pelatihan dengan pencapaian tujuan
organisasi. Dengan mengkaitkan hubungan tersebut, kebutuhan pelatihan akan
dapat diidentifikasi.
2. Analisis tugas
Analisis tugas mengidentifikasi pelatihan apa saja
yang harus diberikan kepada karyawan terkait dengan pekerjaannya. Tujuan
analisis ini adalah mengetahui tentang tugas yang harus dilakukan karyawan,
penentuan standar kinerja untuk suatu pekerjaan, penentuan pengetahuan,
kemampuan dan perilaku yang diperlukan dalam suatu pekerjaan.
3. Analisis individu
Analisis individu mengidentifikasi siapa atau karyawan
mana yang membutuhkan pelatihan dan pelatihan apa saja yang perlu diberikan.
Untuk itu perlu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki tiap karyawan yang meliputi:
a.
Penentuan
metode
pengukuran kemampuan
b.
Penyusunan
instrumen pengukuran kemampuan
c.
Pengukuran
kemampuan di lapangan
d.
Pengolahan
hasil pengukuran kemampuan
e.
Gambaran
hasil pengukuran kemampuan
Setelah dilakukan pengukuran
kemampuan, maka
akan diperoleh gambaran kemampuan karyawan saat ini. Adapun
beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:
1) Survei
Survei merupakan metode yang sering digunakan untuk mengumpulkan data.
Pertanyaan survei harus benar agar tidak terjadi interpretasi yang keliru dari responden.
Keuntungan metode survei adalah dapat diterapkan pada populasi yang besar dan mudah dalam
memperoleh feed back.
2) Observasi
Observasi sangat baik digunakan jika populasinya sangat besar dan kompleks.
Observasi dilakukan oleh orang yang terlatih dalam teknik observasi dan
mengenal proses yang diobservasi.
3) Wawancara individu
Wawancara individu biasanya digunakan bersamaan dengan
survei tertulis,
tetapi dapat juga dilakukan secara independen.
Wawancara individu digunakan untuk mengetahui kevalidan data yang diperoleh
saat survei. Keuntungan menggunakan wawancara adalah kesempatan untuk mengadakan
interaksi secara langsung dengan karyawan dan merupakan cara paling efektif
untuk mengumpulkan data yang lengkap.
4)
Focus Groups
Dalam metode ini ada pembentukan kelompok yang
melakukan brainstorming mengenai hal
tertentu. Data yang diperoleh berupa data kualitatif.
5)
Performance Appraisal
Hasil studi menunjukkan bahwa laporan penilaian kinerja sangat berguna
dalam menentukan kebutuhan pelatihan. Yang perlu diperhatikan jika menggunakan
laporan kinerja adalah form penilaian
harus terstruktur dan pimpinan harus terampil dalam proses penilaian kinerja.
4. Penentuan
kesenjangan kemampuan
Gambaran kemampuan karyawan yang
diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui
adanya kesenjangan antara standar dengan kondisi aktual saat ini.
5. Rekomendasi
Setelah mengetahui bentuk kesenjangan yang ada dan faktor
apa yang mempengaruhi, kemudian dapat ditentukan pelatihan apa yang perlu
diberikan. Sehingga bisa merencanakan pelatihan dan pengembangan
sebelum melaksanakannya.
2.3
Pelaksanaan
Pelatihan dan Pengembangan
Setelah melakukan analisis serta perencanaan, maka
tahap selanjutnya dari pelatihan dan pengembangan adalah melaksanakannya.
Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut.
2.3.1 Metode Pelatihan dan
Pengembangan
Metode Pelatihan dan Pengembangan
|
|
On The Job
|
Off The Job
|
Rotasi Kerja
|
Simulasi
|
Bimbingan dan
Penyuluhan
|
- Studi Kasus
|
Magang
|
- Bermain Peran
|
Demonstrasi
dan Pemberian Contoh
|
- Business Game
|
|
- Vestibule Training
|
|
- Laboratory training
|
|
Pelatihan
Sensitivitas
|
|
Pelatihan
Alam Terbuka
|
|
Presentasi
Informasi
|
|
- Lecture
|
|
- Konferensi
|
|
- Transactional Analysis
|
|
- Video Presentation
|
|
Kursus Formal
|
Tabel 2. Klasifikasi Metode Pelatihan dan Pengembangan
Metode
Pelatihan
|
Metode
Pengembangan
|
Vestibule
Training
|
Semua metode pelatihan
|
Magang
|
Rotasi Kerja
|
Demonstrasi
dan Pemberian Contoh
|
Bimbingan dan
Penyuluhan
|
Simulasi
|
Pelatihan
Sensitivitas
|
Presentasi
Informasi
|
Pelatihan
Alam Terbuka
|
Kursus Formal
|
Tabel 3. Kategori Metode Pelatihan dan Pengembangan
Berdasarkan klasifikasi metode pelatihan dan
pengembangan tersebut, rincian metode pelatihan dan pengembangan menjadi
sebagai berikut :
2.3.1.1 On The Job
On the job adalah metode
pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja yang sebenarnya dan dilakukan
sambil bekerja. Kategori metode on the job terdiri dari dua jenis, yaitu
:
1.
Informal on the job
Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta pelatihan
harus memperhatikan dan mencotoh pekerja lain yang sedang bekerja untuk
kemudian melakukan pekerjaan tersebut sendiri.
2.
Formal on the job
Peserta mempunyai
pembimbing khusus. Pembimbing tersebut sambil
melaksanakan tugasnya, diberi tugas tambahan untuk membimbing peserta pelatihan
yang bekerja di tempat kerjanya.
Berikut
beberapa manfaat on
the job :
a. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan
tugas yang disimulasikan.
b. Karyawan mendapat instruksi dari karyawan senior
berpengalaman yang telah melaksanakan tugas dengan baik.
c. Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang
sesungguhnya, dalam kondisi normal tanpa membutuhkan fasilitas pelatihan
khusus.
d. Bersifat informal, tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.
e. Dapat menciptakan hubungan kerja sama langsung antara
karyawan dan pelatih.
f. Pelatihan sangat relevan dengan pekerjaan dan membantu
memotivasi kinerja tinggi.
Adapun kelemahan on
the job adalah :
a) Motivasi pelatih kurang untuk melatih, sehingga
pelatihan jadi kurang serius.
b) Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, namun
kurang memiliki kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan
dengan baik.
c) Pelatih kurang / tidak memiliki waktu untuk melatih dan kemudian
menghapus elemen penting dalam proses
pelatihan.
d) Karyawan yang tidak terlatih mungkin memiliki dampak
negatif pada pekerjaan dan organisasional.
e) Efektif biaya.
Kemudian
macam dari on the job adalah sebagai
berikut:
1. Rotation of
assignment / job rotation / planned progression / rotasi kerja
Tujuan rotasi kerja adalah memperluas latar belakang
peserta dalam bisnis. Karyawan berpindah dalam periode tertentu.
Keuntungan menggunakan metode ini antara lain :
a. Memberi latar belakang
umum tentang organisasi, dan memberi sudut pandang bersifat organisasional.
b. Mendorong kerja sama antar departemen.
c. Memperkenalkan sudut pandang yang segar secara
periodik kepada berbagai unit.
d. Mendorong keluwesan organisasi melalui penciptaan
sumber daya manusia yang fleksibel.
e. Mampu melaksanakan penilaian presentasi secara
komparatif dengan lebih obyektif.
f. Memperoleh keunggulan dalam setiap situasi.
2. Coaching and
counseling / bimbingan dan penyuluhan
Dilaksanakan dengan cara peserta harus mengerjakan tugas dengan dibimbing
oleh pejabat senior atau ahli. Penyuluhan efektif bila latihannya
diindividualisasikan dan peserta belajar melakukan pekerjaan langsung.
3. Apparenticeship / understudy / magang
Magang dilakukan dengan cara peserta mengikuti
kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh pemangku jabatan tertentu, untuk
mempelajari bagaimana cara melakukan sesuatu kegiatan.
4. Demonstration
and example / demonstrasi dan pemberian contoh
Pelatih harus memberi contoh/memperagakan cara melakukan pekerjaan/cara
bekerja suatu alat/mesin. Sangat efektif
karena peserta mendapat teori dan praktek secara langsung.
2.3.1.2 Off
The Job
Off the job method adalah pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja terpisah/di luar tempat
kerja dan di luar waktu regular:
1. Simulation (simulasi)
Dilakukan dengan cara menggunakan alat/mesin dalam
kondisi lingkungan yang dibuat sama dengan sebenarnya. Simulasi mengacu pada
materi yang berupaya menciptakan lingkungan pengambilan keputusan yang
realistik bagi pelatih. Adapun macam dari metode simulasi adalah:
a. case study (studi kasus/telaah kasus)
Penyajian tertulis dan naratif serangkaian fakta dari
permasalahan yang dinamis dan dipecahkan oleh peserta pelatihan. Pelatih yang menggunakan
metode ini hendaknya tidak mendominasi diskusi, memberi kesempatan pada beberapa peserta pelatihan untuk
mendominasi diskusi dan mengarahkan diskusi ke arah solusi yang disukainya.
Studi kasus dilakukan dengan cara peserta diminta untuk membahas
masalah/kasus tertentu dalam organisasi. Pembahasan bisa
tertulis ataupun lisan. Pembahasan kasus biasanya diambil dari kasus nyata.
Sasaran yang ingin dicapai ialah:
1) menemukan masalah dari suatu kasus.
2) memiliki kemampuan untuk memisahkan fakta yang penting
dari yang tidak penting.
3) menganalisis pokok masalah dan menggunakan logika
untuk menjembatani kesenjangan yang ada dalam fakta.
4) Menemukan berbagai cara untuk memecahkan masalah.
b. Role playing (bermain peran)
Tujuan pokok bermain peran adalah menaganalisis
masalah antar pribadi dan memupuk keahlian hubungan manusia. Bermain peran
lazim digunakan untuk mengasah kecakapan wawancara, negosiasi, konseling,
pekerjaan, pendisplinan, penilaian kinerja, penjualan dan tugas pekerjaan lain
yang melibatkan komunikasi antar pribadi. Peserta diharapkan memiliki pemahaman
pada situasi tertentu dan kondisi tertentu pula, melalui pengalihan dan
pengalaman.
Cara menggali pengalaman/pengetahuan yang dapat
dicapai dengan metode studi kasus, yaitu :
a. Menguasai pengalaman/pengetahuan praktis.
b. Menguasai pengalaman/pengetahuan dengan cara meniru
perilaku yang dikehendaki.
c. Menguasai pengalaman/pengetahuan dengan observasi dan
umpan balik.
d. Menguasai pengalaman/pengetahuan melalui analisis dan
konseptual.
c. Business game (permainan peran dalam bisnis)
Permainan dalam bisnis adalah bentuk latihan simulasi
yang dilakukan dalam kelas. Pengorganisasian para pesertanya dilakukan dengan
membagi peserta dalam tim yang bertugas secara kompetitif memecahkan masalah
tertentu dari suatu organisasi tiruan. Dengan membandingkan kualitas keputusan
pemecahan masalah dan kualitas diskusi yang berlangsung. Sasaran yang ingin
dicapai dari metode ini adalah kemampuan untuk mengambil keputusan bersama atau
keputusan yang integral.
d. Vestibule Training (pelatihan beranda)
Pelatihan beranda adalah metode pelatihan yang digunakan untuk
menggambarkan pelatihan dalam sebuah ruang kelas bagi pekerjaan klerikal atau
semi ahli. Metode ini tepat untuk keadaan dimana karyawan yang dilatih banyak
(untuk jenis pekerjaan yang sama). Penekanan
metode ini cenderung pada belajar dibandingkan dengan produksi. Pelatihan ini
biasanya dipakai untuk melatih klerk,
teller bank, operator mesin, juru
ketik dan pekerja sejenis. Peserta bisa menggunakan alat/mesin yang digunakan
di tempat kerjanya nanti dengan dibimbing oleh pelatih khusus.
Dengan metode ini, organisasi bisa menghindar dari kerugian karena
terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh peserta. Peserta juga terhindar dari
tekanan dan kebingungan dealam bekerja sehingga berkosentrasi pada materi,
sehingga diharapkan organisasi dapat memperoleh tingkat kemahiran tertentu
dengan lebih cepat.
e. Laboratory training (pelatihan dengan peralatan laboratorium)
Metode pelatihan dengan peralatan laboratorium
dilaksanakan dengan cara peserta dibawa ke dalam situasi yang dapat
menyaksikan, mearasakan dan mencoba sendiri tentang suatu keadaan/peran
sehingga pelatihan dapat lebih mantap dan lebih berkesan.
2. Sensitivity Training (pelatihan sensitivitas)
Metode pelatihan sensitivitas adalah metode pelatihan
untuk meningkatkan sensitivitas antar pribadi dengan menuntut diskusi yang
terbuka dan jujur tentang perasaan, sikap dan perilaku
peserta pelatihan. Pastisipasi dalam pelatihan ini didorong agar memberitahukan
kepada peserta lainnya secara jujur bagaimana perilakunya di mata orang lain
dan pearasaan orang lain terhadap perilakunya.
Tujuan pelatihan sensitivitas ialah :
a. Menjadi kompeten dalam hubungan pribadi seseorang.
b. Mempelajari lebih banyak tentang dirinya sebagai pribadi.
c. Mempelajari bagaimana orang lain bereaksi terhadap
perilaku seseorang.
d. Mempelajari tentang dinamika formasi kelompok.
Sasaran pokok pelatihan dan pengembangan yang dilakukan adalah
mengembangkan kesadaran dan kepekaan peserta terhadap pola tingkah laku
pribadinya dan orang lain. Sasaran tersebut dapat dicapai melalui beberapa sasaran antara lain :
1) Peningkatan keterbukaan terhadap orang lain.
2) Perhatian yang lebih besar kepada orang lain.
3) Peningkatan toleransi atas perbedaan individual.
4) Pengurangan sikap prasangka yang bersifat etnik.
5) Pemahaman atas proses kelompok.
6) Peningkatan kemampuan mendengarkan pendapat orang
lain.
7) Peningkatan kepercayaan dan pemberian dukungan kepada
orang lain.
Dalam pelaksanaanya, metode ini terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a)
T-grouping
Berisi tatacara pengorganisasian peserta pelatihan.
Para peserta dibagi ke dalam kelompok kecil 8-12 orang untuk melakukan
pertemuan terus-menerus secara tatap muka selama kurang lebih 2 minggu.
b)
Exercises
Berisi teknik yang biasa digunakan dalam diskusi pada
pertemuan yang dilakukan dalam T-group.
Teknik tersebut antara lain :
1. In basket.
2. Panel discussion.
3. Business game.
4. Leaderless group.
5. Intergroup competitive exercises
6. Role playing.
7. Case study.
c) Theory session
Digunakan untuk menjelaskan secara teoritis dan
konseptual apa yang terjadi selama kegiatan T-grouping dan exercise. Selama
theory session kepada peserta dijelaskan konsep, prinsip dan teori
perilaku manusia serta perilaku organisasi.
3. Outbond / widerness (pelatihan alam terbuka)
Metode pelatihan alam terbuka adalah metode yang digunakan untuk
menggambarkan program pengembangan manajemen dan eksekutif yang berlangsung di alam terbuka yang meliputi pendakian gunung, pelayaran,
berkano, arung jeram, sepeda gunung, dan lain-lain. Tujuan pelatihan alam
terbuka bukanlah pengembangan keahlian teknis namun lebih pada pengembangan dan
pengasahan keahlian antar pribadi seperti : keyakinan diri, penghargaan diri,
kerja tim, penetapan tujuan dan kepercayaan.
4. Presentation
information (presentasi
informasi)
Merupakan
metode pengembangan yang berupa penyampaian informasi terkait hal-hal yang akan
dikembangkan, adapun macam penyampaian yang digunakan dalah sebagai berikut:
a. Lecture (kuliah)
Kuliah adalah penyajian informasi secara lisan. Kuliah
yaitu ceramah/pidato dari pelatih yang diucapkan secara ilmiah untuk tujuan
pengajaran dan kuliah merupakan pelatihan yang paling umum. Bersifat teori dan
dapat menampung peserta dalam jumlah yang besar.
b. Conference (konferensi/seminar)
Konferensi dilakukan secara kelompok, berisi diskusi yang diawasi oleh
evaluator. Setelah diskusi selesai, evaluator menilai dan mengukur keseluruhan diskusi yang telah
dilakukan perserta.
c. Transactional analysis (analisis transaksi)
Peserta dibimbing untuk menganalisis hubungan antar pribadi dan memahami
tiga keadaan ego manusia, yaitu :
1) Ego orang tua
2) Ego anak
3) Ego orang dewasa
Keadaan ego orang tua cenderung mempertimbangkan,
merendahkan dan menghukum, keadaan ego anak, ada yang berjiwa bebas, kreatif,
dan spontan, sangat pemberontak/sangat penurut. Ego orang dewasa berkaitan
dengan kenyataan yang sedang dihadapi, mendengar pikiran terbuka dan menyatakan
opini secara singkat, aktif terlibat memperkirakan kemungkinan yang akan
terjadi, serta pengambilan keputusan rasional.
d. Video presentation (presentasi video)
Penyampaian informasi melalui
video interaktif dengan tujuan
agar yang bersangkutan dapat melihat kembali apa yang telah dilakukannya, untuk
dijadikan bahan pelajaran/penyempurnaan.
e. Programmed instruction (instruksi terprogram)
Adalah presentasi informasi yang sudah menggunakan
pola terprogram.
5.
Kursus Formal
Metode off the
job dengan cara karyawan mengikuti kursus di luar agar mampu menambah
keahliannya. Metode ini tidak selalu berhasil karena tergantung dari karyawan
itu sendiri.
2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Peatihan dan
Pengembangan
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing, berikut tabel yang menjelaskan kelebihan dan kekurangan setiap
metode pelatihan dan pengembangan.
Jenis Metode
|
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Rotasi Kerja
|
- Memberi eksplosur kepada banyak pekerjaan
|
- Tidak memberi tanggung jawab penuh
|
- Mengijinkan belajar nyata
|
- Waktu kerja singkat
|
|
Bimbingan dan Penyuluhan
|
- Memudahkan transfer belajar
|
- Bukan pekerjaan penuh sesungguhnya
|
- Memberi eksplosur kepada pekerja nyata
|
- Memberi ajaran seolah dialami diri sendiri
|
|
Magang
|
- Tidak turut campur dalam pekerjaan nyata
|
- Butuh waktu lama
|
- Memberi latihan ekstensif
|
- Biaya mahal
|
|
- Mungkin tidak berhubungan dengan pekerjaan
|
||
Demonstrasi dan Pemberian Contoh
|
- Memudahkan transfer belajar
|
- Turut campur dengan kinerja
|
- Tidak butuh fasilitas terpisah
|
- Merusak peralatan
|
|
Simulasi
|
- Membantu transfer belajar
|
Menduplikasi situasi nyata
|
- Menciptakan situasi hidup
|
||
Pelatihan Sensitivitas
|
- Baik untuk kepercayaan diri
|
- Mungkin tidak mentransfer ke tempat kerja
|
- Memberi pandangan kepada diri orang lain
|
- Mungkin tidak berhubungan dengan pekerjaan
|
|
Pelatihan Alam Terbuka
|
- Membentuk tim
|
- Mahal untuk dilaksanakan
|
- Membangun harga diri
|
- Secara fisik menantang
|
|
Presentasi Informasi
|
- Tidak mengganggu pekerjaan
|
- Keterbatasan media
|
- Dapat dilakukan dalam jumlah besar
|
- Tergantung dari peserta
|
|
Kursus Formal
|
- Tidak mahal
|
- Menuntut keterampilan lisan
|
- Tidak mengganggu pekerjaan
|
- Menghambat transfer belajar
|
|
- Tidak selalu berhasil
|
Tabel 4.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Pelatihan dan Pengembangan
2.4 Evaluasi Pelatihan dan
Pengembangan
Evaluasi pelatihan dan pengembangan secara khusus mencermati masalah yang terkait dengan
aplikasi pembelajaran di tempat kerja, implementasi jangka panjang, biaya dan
efektifitas pelatihan serta pengembangan yang diberikan (Rae, 2005). Oleh karena itu untuk
pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia sendiri ada metode tertentu dalam
mengevaluasi proses pelatihan dan pengembangan.
2.4.1 Metode Evaluasi Pelatihan
dan Pengembangan
Ada banyak metode evaluasi pelatihan dan pengembangan yang dikemukakan
oleh para ahli, menurut Kirkpatrick
(1994), mengemukakan beberapa alasan perlunya diadakan suatu evaluasi terhadap
pelatihan, diantaranya adalah :
1. Mempertanggungjawabkan keberadaan bagian diklat dengan
menunjukkan bagaimana bagian ini berkontribusi terhadap tujuan dan cita – cita
organisasi.
2. Membuat keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan
program pelatihan.
3. Mendapatkan informasi bagaimana mengembangkan program
pelatihan selanjutnya.
Kirkpatrick juga mengatakan bahwa untuk melakukan
evaluasi pelatihan teradapat empat tahap proses yang dikenal dengan The four level evaluation.
Tahapan itu merupakan serangkaian proses yang dinamis.
Meskipun evaluasi pada tahap yang lebih tinggi akan memakan waktu yang lebih
lama dan sulit, namun dapat memberikan informasi yang lebih lengkap tentang
program pelatihan yang dievaluasi.
Empat tahap evaluasi pelatihan dan pengembangan itu adalah :
1.
Reaction
Evaluasi ini dilakukan pada saat dan setelah menerima
materi pelatihan, yakni evaluasi untuk mengukur minat dan reaksi peserta atas
pelatihan.
2.
Learning
Disebut juga evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini
dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta setelah menerima pembahasan
dari para pelatih setiap sesi pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman
ini sangat penting untuk mengetahui apakah peserta materi yang diberikan dalam
pelatihan.
3. Behavior
Evaluasi ini dilakukan setelah pelatihan. Tujuannya
untuk melihat bagaimana perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, langkah
apa yang sudah dilakukan serta bagaimana sikap stakeholder terhadap hasil pelatihan.
4.
Result
Merupakan
evaluasi jangka panjang, yakni evaluasi mengenai kinerja lembaga
yang terjadi akibat kinerja anggota organisasi yang mengikuti pelatihan.
Evaluasi ini dapat dilakukan tiga sampai empat tahun setelah pelatihan.
BAB 3
Contoh Aplikatif dan Analisis
Training Need
Assessment Tenaga Sanitasi Rumah Sakit
(Pengelola Ipal,
Sampah Dan House Keeping)
Bapelkes
Lemahabang melalui DIPA
2010 telah melaksanakan TNA
bagi Sanitarian di
beberapa RS.
3.1 Ruang Lingkup TNA
Sesuai dengan
Lampiran I Kep
Menkes RI No.1204/2004
tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan RS,
maka upaya penyehatan
RS dapat dirinci
sebagai berikut :
1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman RS
2. Penyehatan higiene dan sanitasi makanan
minuman
3. Penyehatan air
4. Pengelolaan limbah
5. Pengelolaan tempat cucian/ linen
6. Pengendalian serangga, tikus dan binatang
penggagu lainnya
7. Desinfeksi dan sterilisasi
8. Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan
lingkungan
Upaya penyehatan RS ini
melibatkan banyak komponen salah satu diantaranya adalah tenaga sanitasi RS,
untuk itu agar lebih fokus pada kemampuan yang telah dimiliki saat
ini yang paling
mempengaruhi kesehatan lingkungan
RS, maka kedelapan upaya
tersebut dapat dikelompokkan
menjadi 3 obyek
besar, yakni pengelolaan limbah,
pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping yang dirasakan sangat
dominan mempengaruhi status
kesehatan lingkungan RS.
Dengan demikian fokus TNA kali
ini di tujukan pada menilai kemampuan petugas pada pengelolaan ke tiga
obyek tersebut.
3.2 Tujuan TNA
Diperolehnya gambaran secara
lengkap tentang kesenjangan (gap) yang terjadi antara kenyataan
pelaksanaan pengelolaan limbah,
pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping rumah sakit
dibandingkan dengan ketentuan yang ada. Dari
kesenjangan yang terjadi
ini akan dapat
diketahui sejauh mana
faktor kemampuan petugas mempengaruhi kesenjangan itu. Disamping itu
akan dapat diketahui pula faktor lain yang turut berkontribusi terhadap
terjadinya kesenjangan itu.
3.3 Tahapan TNA
Tahapan TNA yang digunakan
dengan pendekatan fokus kajian pada pelaksanaan ketiga obyek besar yang selama
ini telah dilaksanakan, untuk itu tahapannya dapat digambarkan sebagai berikut
:
1.
Penentuan
bidang pekerjaan/ tugas terkait dengan 3 obyek besar sanitasi RS
2.
Penentuan
standar kemampuan yang seharusnya untuk mengerjakan 3 obyek
3.
Penentuan
pengukuran kemampuan dalam pelaksanaan tugas/ pekerjaan :
a.
Penentuan
metoda pengukuran kemampuan
b.
Penyusunan
instrumen pengukuran kemampuan
c.
Pengukuran
kemampuan di lapangan
d.
Pengolahan
hasil pengukuran kemampuan
4. Gambaran hasil
pengukuran kemampuan
5. Penentuan
kesenjangan kemampuan
6. Rekomendasi
TNA ini melibatkan 10 tim
surveyor, masing terdiri dari 20 orang
yang dilakukan pada bulan November 2010.
3.3.1 Kerangka Alur
Pikir TNA
TNA ini menggunakan alur pikir
yang dibangun berdasarkan penelusuran terhadap pelaksanaan pekerjaan
pengelolaan limbah, sampah
dan house keeping
yang seharusnya dilaksanaklan dan menjadi tanggung jawab petugas
sanitasi RS. Untuk mengetahuinya secara lengkap, maka pertanyaan yang
dikembangkan adalah :
Apakah tugas pokok itu sudah dikerjakan?
a.
Jika
belum dikerjakan, Apa penyebabnya
b.
Jika sudah
dikerjakan, Apakah sudah
sesuai dengan standar
yang telah ditentukan?
c.
Jika
belum sesuai standar, Apa penyebabnya?
Secara
lengkap alur pikir TNA ini dapat divisualisasikan sebagai berikut:
3.3.2 Penentuan Standar Kemampuan (minimal)
Penentuan Standar
kemampuan diawali dengan
pertemuan pra TNA
yang melibatkan pengelola program kesehatan lingkungan (sanitarian)
RS di beberapa Rumah Sakit.
Agenda utama dari
pertemuan ini adalah
membahas dan menghasilkan tugas
pokok pengelola program
kesehatan (Sanitarian) RS
yang “seharusnya” dilakukan sesuai dengan lampiran I Kep Menkes RI
No.1204/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS. Lampiran I Kep Menkes RI No.1204/2004 adalah
sebagai berikut :
1.
Penyehatan
ruang bangunan dan halaman RS
2.
Penyehatan
higiene dan sanitasi makanan minuman
3.
Penyehatan
air
4.
Pengelolaan
limbah
5.
Pengelolaan
tempat cucian/ linen
6.
Pengendalian
serangga, tikus dan binatang penggagu lainnya
7.
Desinfeksi
dan sterilisasi
8.
Upaya
promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan
Upaya penyehatan RS ini
melibatkan banyak komponen salah satu diantaranya adalah tenaga
sanitasi RS, untuk
itu seperti telah
diungkapkan pada sub
bab ruang lingkup di
atas, maka kedelapan
upaya tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 3 obyek,
yakni pengelolaan limbah,
pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping. Dengan
demikian fokus TNA kali ini di tujukan pada penilaian kemampuan petugas terhadap ke tiga aspek tersebut.
Karena adanya
keterbatasan waktu dan
biaya, maka penentuan
standar ini banyak menggunakan
ukuran kwalitatif, dalam
arti banyak menggunakan justifikasi (indikator
penyesuaian) sehingga didapatkan
kemampuan standar minimal yang harus dikuasai.
Walaupun demikian pihak
asesor akan tetap menjaga obyektifitas penilaian. Secara
rinci analisis standar kemampuan (minimal) yang seharsunya dimiliki oleh
petugas sanitasi RS dapat di gambarkan sebagai berikut :
3.3.3 Analisis Standar
Kemampuan
Pelaksanaan Tugas
1. Metode Pengukuran
Pengukuran tingkat kemampuan
yang telah dikuasai meliputi aspek kognitif, sikap dan psikomotor. Cara
pengukuran aspek kognitif
dilakukan melalui tes
pengetahuan secara tertulis sedangkan
aspek sikap dan
psikomotor dilakukan melalui
observasi tampilan kerja ketika yang bersangkutan sedang melaksanakan
pekerjaannya (on the job).
Dalam kaitan ini karena terdapat
keterbatasan anggaran dan waktu, maka untuk pengukuran aspek sikap dan
psikomotor tidak selalu dapat dilakukan melalui observasi tampilan kerja ketika
yang bersangkutan sedang melaksanakan pekerjaannya (on the job), jika hal ini
terjadi, maka tampilan kerja diganti dengan observasi pergaan/ simulasi
tampilan kerja disertai
wawancara mendalam dan
penelusuran hasil kerja
berupa obyek fisik dan dokumen. Secara visual metoda pengukuran
kemampuan aspek sikap dan psikomotor dapat dijelaskan pada skema alur sebagai
berikut :
2. Penyusunan
Instrumen Pengukuran Kemampuan (minimal)
Instrumen pengukuran
kemampuan disusun berdasarkan
hasil analisis kemampuan yang menghasilkan “kriteria unjuk
kerja”, merupakan rincian dari elemen kemampuan yang dipersyaratkan untuk
dapat melakukan 3 unit kemampuan,
yakni pengelolaan limbah, pengelolaan
sampah dan pengelolaan
house keeping. Agar
mudah untuk diukur/ diamati, maka
kriteria unjuk kerja ini dirinci lagi menjadi indikator – indikator yang dapat
dianggap sebagai “petunjuk”
terhadap setiap kriteria
unjuk kerja yang seharusnya dilakukan.
Cara pengukuran
dilakukan melalui tes
pengetahuan untuk mengetahui
aspek kognitif, observasi tampilan kerja dan hasil kerja untuk mengetahui
aspek sikap kerja
dan aspek psikomotor.
Dengan demikian bentuk
instrumen yang disusun berupa (1)
soal tes kognitif, (2) kuesioner isian &
wawancara dan (3) daftar tilik
tampilan kerja (observasi lapangan)
dan obyek fisik hasil kerja &
dokumen .
3. Pengukuran
Kemampuan di Lapangan
a. Sasaran
Pengukuran
Sasaran
pengukuran pada TNA
ini adalah petugas
sanitasi RS beserta
kepala instalasinya,
khususnya para petugas
yang mengelolan IPAL,
sampah dan house keeping di 10 rumah sakit dengan
rincian 1 RSU Pusat, 3 RSUD Propinsi dan
6 RSUD Kota/ Kabupaten
sebagai berikut :
1)
RSUP
Fatmawati Jakarta
2)
RSJ
Jawa Barat
3)
RSUD
Denpasar
4)
RSUD
Banjarmasin
5)
RSUD
Kota Batam
6)
RSUD
Kab. Serang
7)
RSUD
Kab. Cirebon
8)
RSUD
Kab. Tasikmalaya
9)
RSUD
Kab. Garut
10)
RSUD
Kab. Cianjur
b. Pengukuran
Kemampuan
Pengumpulan data
dilakukan di masing
masing RS selama
2 hari dengan
urutan kegiatan (1) Tes kognitif tertulis, (2) Wawancara menggunakan
panduan kuesioner dan (3) Kunjungan ke
lokasi untuk mengadakan
observasi tampilan kerj
atau peragaan kerja dan observasi
terhadap hasil kerja beserta dokumen yang menyertainya.
4. Pengolahan
Data Hasil Pengukuran
Pengolahan data hasil pengukuran
kemampuan dilakukan dilakukan secara manual (rerkapitulasi) yang menghasilkan
data kuantitatif dan kualitatif yang dipadukan untuk memudahkan analisis
sesuai kebutuhan yang
menggambarkan tingkat kemampuan petugas sanitasi RS dalam
melaksanakan sanitasi ditempat kerjanya.
3.3.4 Gambaran Hasil
Pengukuran Dan Analisis Tingkat Kemampuan Petugas Sanitasi Rs Dalam
Pelaksanaan Pekerjaannya
3.3.4.1 Gambaran Hasil
Pengukuran Tingkat Kemampuan
Berdasarkan rekapitulasi
hasil pengukuran kemampuan
ini dapat digambarkan sebagai berikut :
a.
Gambaran
Kemampuan Pengelola Limbah Cair Rumah Sakit
Sesuai dengan
standar kemampuan (minimal)
yang telah ditentukan sebelumnya, maka
tingkat kemampuan pengelola
limbah cair RS
difokuskan pada operator IPAL RS
yang dapat digambarkan sebagai berikut :
1)
Tingkat Pengetahuan
petugas tentang Pengelolaan
Limbah Cair dengan menggunakan IPAL .
Tes pengetahuan
dengan 10 butir
soal tentang Pengelolaan
Limbah Cair termasuk
operasionalisai IPAL didapatkan hasil
sbb :
2)
Hasil
wawancara mendalam terhadap pekerjaan yang telah dilakukan sebagai
Indikator Kriteria Unjuk
Kerja (kemampuan) petugas
dalam pengelolaan Limbah Cair
menggunakan IPAL :
Kendala yang dihadapi :
2 RS tidak merasakan/ mejelaskan
terdapat kendala, sedangkan 8 RS menjelaskan adanya kendala sbb:
a)
Minimnya
sarana dan prasarana pendukung operasional IPAL
b)
Keadaan
mesin yang sudah tua, sering eror
c)
Bahan
kimia sangat minim, sehingga hasil pengolahan tidak optimum
d)
Jika
parameter melampui ambang batas tidak pernah ada solusi
e)
Koordinasi
dan birokrasi yang sulit
Seluruh (10)
RS menyatakan ingin
mendapat pelatihan tentang pengelolaan IPAL, khususnya yang
mengolah limbah RS Di bawah ini
adalah nilai yang
didapat dari hasil
wawancara terhadap poin pertanyaan no. 4 s/d no. 12 (9 poin) pada matrik 1.b di atas.
3)
Hasil
observasi terhadap tampilan kerja/ peragaan kerja dan dokumen hasil kerja dalam pengelolaan limbah menggunakan
IPAL
3.1
Hasil
observasi terhadap tampilan kerja di lokasi IPAL sebagai Indikator Kriteria
Unjuk Kerja Pengelolaan Limbah Cair di RS :
Di bawah ini adalah nilai yang
didapat dari hasil observasi terhadap tampilan kerja di lokasi IPAL no. 1 s/d
no. 7 (7 poin) pada matrik 1.c .1 di
atas.
3.2
Hasil
observasi terhadap Dokumen Hasil Kerja sebagai Indikator Kriteria Unjuk Kerja Pengelolaan
Limbah Cair di RS
Di bawah ini adalah nilai yang
didapat dari hasil observasi terhadap dokumen hasil kerja pengelolaan IPAL no. 4 s/d no. 8 (5
poin) pada matrik 1.c .2 di atas.
3.3.4.2 Analisis Hasil
Pengukuran Tingkat Kemampuan
Analisis hasil
pengukuran tingkat kemampuan
petugas sanitasi RS
ini dilakukan dengan pendekatan
kwalitatif untuk menemukan
kesenjangan antara kemampuan (minimal) yang
seharusnya dimiliki dengan
kemampuan kenyataan di
lapangan. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut :
a.
Analisis
Kemampuan Pengelola Limbah Cair (IPAL) RS
1)
Tingkat
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan petugas
dalam pengelolaan limbah cair / operator IPAL di 10 RS dapat dinilai CUKUP. Hal
ini dapat dilihat pada tabel 1.a menunjukkan
bahwa rata-rata nilai pengetahuan
mencapai 6,8 dengan nilai terendah 6 di
4 RS dan 6 RS menunjukkan nilai >6.
2)
Landasan
Kerja Pengelola Limbah Cair (IPAL)
Landasan kerja
ini diperlukan sebagai
panduan dalam melaksanakan
tugas/ pekerjaan dalam mengelola
Limbah Cair RS
yang menjadi tanggung
jawab petugas. Landasan kerja meliputi Tupoksi Unit kerja IPAL, Uraian
tugas setiap karyawan IPAL, Instrumen kerja pengelolaan IPAL dan SOP
Pengelolaan IPAL RS. Komponen landasan
kerja dapat digunakan
sebagai standar pekerjaan yang seharusnya
dilakukan oleh petugas
pengelola Limbah Cair
RS dan sekaligus dapat
digunakan sebagai panduan
dalam mengukur kriteria
unjuk kerja petugas pengelola
limbah cair (IPAL RS).
Hasil pengukuran didapatkan
hasil sebagai berikut : Pada matrik 1.b terlihat bahwa dari 4 poin pernyataan
yang dijadikan sebagai landasan
kerja ternyata belum
semua RS memiliki/
menggunakan, bahkan pada poin
3 tentang “Menjelaskan
(lisan) proses IPAL”
4 RS tidak
dapat melakukannya.
3)
Kemampuan
(skill) Pengelola Limbah Cair (IPAL) RS
Hasil wawancara mendalam yang
ditunjukkan pada matrik 1.b poin 4 s/d 12 menunjukkan bahwa
hanya poin “Penjelasan
pekerjaan yang dilakukan sehari-hari sebagai pengelola
limbah” dan “Melakukan pemantauan parameter air
limbah” yang telah
dilakukan oleh 10
RS, sedangkan poin
lainnya belum semua dilakukan (1
– 4 RS). Jika diberikan nilai seperti terlihat pada tabel 1.b rata – rata nilai
yang didapat : 8,2. Hal ini menunjukkan bahwa 6 RS masih di bawah nilai
rata-rata.
Hasil pengamatan yang dilakukan di tempat
kerja (IPAL) menunjukkan bahwa 7 poin yang digunakan sebagai indikator
kriteria unjuk kerja belum semua RS melakukannya terlebih pada poin “Peralatan
pemantau debit harian di influent IPAL” baru 3 RS yang melakukannya. Sedangkan
jika diberi nilai (tabel 1.c.1) nilai rata-rata : 7,3 menunjukkan 7 RS masih di bawah nilai
rata-rata
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
dokumen hasil kerja menunjukkan bahwa
8 poin yang
digunakan sebagai indikator
kriteria unjuk kerja
hanya : “Dokumen Standar
Operating Procedure (SOP) Operasional IPAL” ditemukan di seluruh
(10) RS, sedangkan
yang poin lainnya
beberapa RS tidak
dapat menunjukkan. Khusus “Dokumen sertfikat kalibrasi peralatan
lab” hanya 2 RS yang dapat
menunjukkan. Jika diberikan
nilai (tabel 1.c.2)
dengan nilai rata-rata 6,4
menunjukkan bahwa 6 RS masih di bawah rata-rata.
3.3.5 Penentuan
kesenjangan kemampuan
3.3.5.1 Temuan Hasil TNA
Berdasarkan pada uraian analisis
di atas, maka secara rinci dapat digambarkan temuan hasil TNA sebagai berikut :
Tingkat pengetahuan petugas
tentang pengelolaan limbah cair RS, pengelolaan sampah dan pengelolaan house
keeping RS rata-rata menunjukkan nilai cukup (nilai rata-rata
>6). Tingkat kemampuan
dalam pengelolaan limbah
cair RS, pengelolaan sampah
dan pengelolaan house
keeping RS yang
diukur melalui wawancara
mendalam, observasi tempat kerja dan observasi terhadap dokumen hasil kerja
menunjukkan rata-rata cukup, walaupun masih didapati beberapa poin yang digunakan sebagai indikator kriteria
unjuk kerja masih rendah.
Hal ini bukan disebabkan
rendahnya tingkat kemampuan (skill)
melainkan lebih mengarah pada faktor
lain di luar
domain kemampuan teknik
seperti yang diutarakan
dalam menuliskan kendala yang mereka hadapi selama ini. Apa lagi 6 RS
menyerahkan pengelolaan house keeping
dan pemusnahan sampah
medisnya diserahkan kepada pihak
ketiga (out sourcing). Faktor
itu diantaranya kebijakan
pihak manajemen RS yang
kurang menguntungkan, kurang
tertibnya administrasi,
kurangnya peralatan yang
memenuhi tandar, rendahnya
dukungan dana operasional dan
beberapa disebabkan faktor sikap perilaku petugas.
Hal – hal di atas diperkuat
dengan hasil wawancara terhadap kepala Unit Sanitasi RS dan
observasi hasil kerja
Unit yang menggambarkan
indikasi kondisi menejerial unit
kerja program sanitasi RS masih mengalami banyak hambatan.
3.3.5.2 Rekomendasi Tindak
Lanjut
Berdasarkan pada hasil temuan
TNA di atas maka peningkatan kemampuan teknis di bidang pengelolaan limbah cair
RS, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping RS tidak perlu dilakukan melalui pelatihan
teknis. Pelatihan yang sesuai untuk
meningkatkan kinerjanya dapat
dilakukan melalui kalakarya
dan meningkatkan motivasi kerja
untuk mendorong sikap
perilaku positif melalui kegiatan-kegiatan yang dapat merubah
mind set petugas yang diimbangi dengan perbaikan reward system.
Adapun dampak Negatif TNA :
1.
Tidak jarang
diklat yang diselenggarakan kurang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
penguasaan peserta.
2.
Membosankan
bagi peserta yang telah memiliki kompetensi tinggi.
3.
Kurang
memberikan kesempatan untuk mendalami materi secara tuntas bagi peserta yang
memiliki latar belakang kompetensi rendah.
4.
Kurang
memberikan manfaat kepada peningkatan kinerjanya setelah mengikuti diklat yang
bermuara kepada rendahnya manfaat diklat bagi peningkatan kinerja organisasi.
Sedangkan dampak positif TNA :
Melalui TNA dapat diketahui pelatihan yang tepat bagi
sasaran yang tepat dan mengetahui penyebab dari pelaksanaan yang tidak sesuai
oleh SDM atau sanitarian serta memberikan pelatihan yang sesuai nantinya.
Selain itu, dapat menilai pada SDM sudah terpenuhi atau belum terpenuhi untuk
melaksanakan pekerjaan.
Sehingga beberapa kelebihan dari
TNA ini adalah: menambah pengetahuan sumber daya manusia
( sanitarian ) di rumah sakit tersebut. Dan sekaligus memperbaiki keahlian dan
cara pelaksaan pekerjaan para sanitarian sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kebersihan rumah sakit melalui sanitasi yang baik.
BAB 4
Penutup
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Definisi Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan adalah proses dimana
pembelajaran karyawan agar mencapai keefektifannya dalam bekerja, dan lebih
menitik beratkan masalah teknis. Sedangkan pengembangan adalah suatu usaha yang sistematis dan terorganisir yang dilakukan oleh
perusahaan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan atau jabatan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan pelatihan merupakan bagian dari
pengembangan yang mana dilihat dari segi peningkatan kemampuan teknis.
4.1.2
Tujuan Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan
umum pelatian dan
pengembangan, harus diarahkan untuk meningkatkan produktifitas organisasi. Hal yang membedakan tujuan pelatihan dan pengembangan adalah sebagai
yang ditampilkan pada tabel di bawah ini
Sudut Pandang
|
Pelatihan
|
Pengembangan
|
Jangka waktu
|
Jangka pendek
|
Jangka panjang
|
Sasaran
|
Bawahan
|
Atasan
|
Pembelajaran
|
Teknis
|
Kemampuan teori
|
|
|
Konsepsi
|
Tabel 5. Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan
4.1.3
Proses Pelatihan dan Pengembangan
Inti dari proses pelatihan dan
pengembangan adalah tahap perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Sedangkan
perbedaan proses pelatihan dan pengembangan adalah adanya tahap perencanaan
suksesi dalam proses pengembangan yang mana digunakan dalam jangka panjang yang
menyangkut turn over karyawan.
Dalam proses pelatihan dan
pengembangan hal yang sangat penting sebelum melakukan perencanaan adalah Training Need Assessment (TNA) yang mana
menganalisa kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Kemudian setelah melakukan
TNA maka perencanaan akan mudah dilakukan.
Setelah merencanakan pelatihan dan
pengembangan maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan pelatihan dan
pengembangan, yang mana secara garis besar dapat dilakukan dengan metode on the job atau off the job.
Dan tahapan selanjutnya adalah
evaluasi, tidak seperti proses pada umumnya, evaluasi pelatihan dan
pengembangan memiliki metode tersendiri. Menurut Kickpatrick (1994) ada 4
proses dalam melakukan evaluasi pelatihan dan pengembangan yang dikenal dengan the four level evaluation, dimana
tahapan tersebut adalah : reaction,
learning, behavior, result.
BAB 5
Daftar Pustaka
Dessler,
Gary.2006.Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta.PT
Indeks
Sedarmayanti.2010.Manajemen sumber Daya Manusia: Reformasi
Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil.Refika Aditama
Mondy, RW, Noe, RM & Mondy,
JB 2005, Human Resources Management.
Pearson Prentice-Hall. New Jersey.
Patrick, Donal, L. (2008), Evaluating Training Programs. The Four
Level. (1st ed). San Fransisco, Berret – Koehler Publishers.
Sukarto.2011.Training Need Assessment (TNA) (Tes
Sebelum Pelatihan).diakses
pada tanggal 26 Maret 2012.<http://id.shvoong.com/social- sciences/education/2103946-training-needs-asessment-tna-tes/>
Tosi.2011.Istilah Seputar Human Resource. diakses pada tanggal 26 Maret 2012. <http://istilah-humanresource.blogspot.com/2011/12/apa-itu-training-need-analysis.html>
Hardiansyah.2011.Metode Latihan dan Pengembangan karyawan . diakses pada tanggal 10 April
2012. <http://hastagfire.wordpress.com/2011/12/04/metode-latihan-dan-pengembangan-karyawan/>
Hrcentro.2010.Mengukur Efektifitas Program Pelatihan / Training SDM. diakses pada tanggal 10 BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pelatihan dan pengembangan sering
kita dengar dalam dunia kerja di perusahaan, organisasi, lembaga, atau bahkan
dalam instansi kesehatan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelatihan dan
pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih menguasai dan lebih baik terhadap
pekerjaan yang dijabat atau akan dijabat kedepan. Tidak terlalu jauh dalam
instansi kesehatan, pelatihan dan pengembangan sering dilakukan sebagai upaya
meningkatkan kinerja para tenaga kesehatan yang dianggap belum mampu untuk
mengemban pekerjaannya karena faktor perkembangan kebutuhan masyarakat dalarn kesehatan.
Secara deskripsi tertentu potensi para pekerja kesehatan mungkin sudah memenuhi
syarat administarasi pada pekerjaannya, tapi secara aktual para pekerja
kesehatan harus mengikuti atau mengimbangi perkembangan dunia kesehatan sesuai
dengan tugas yang dijabat atau yang akan dijabatnya. Hal ini yang mendorong
pihak instansi kesehatan untuk memfasilitasi pelatihan dan pengembangan karir
para tenaga kesehatan guna mendapatkan hasil kinerja yang baik, efektif dan efisien.
Salah satu fungsi manajemen
surmber daya manusia
adalah training and development
artinya bahwa untuk mendapatkan tenaga kesehatan yang bersumber daya manusia
yang baik dan tepat sangat perlu pelatihan dan pengembangan. Hal ini sebagai upaya untuk mempersiapkan para tenaga kesehatan
untuk menghadapi tugas pekerjaan jabatan yang dianggap belum menguasainya. Management
thought yang dikernukakan Taylor, bahwa tenaga kerja membutuhkan latihan
kerja yang tepat. Teori ini sangat tepat untuk rnenghindari kemungkinan
terburuk dalam kemampuan dan tanggung jawab bekerja, sehingga dalam menyelesaikan tugas jabatan lebih efektif dan
efIsien sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dalam instansi kesehatan
biasanya para tenaga kerja yang akan menduduki jabatan baru yang tidak didukung
dengan pendidikannya atau belum mampu melaksanakan tugasnya, biasanya upaya
yang ditempuh adalah dengan melakukan pelatihan dan pengembangan karir. Dengan
melalui pelatihan dan pengembangan, tenaga kerja akan mampu mengerjakan,
meningkatkan, mengembangkan pekerjaannya. Dalarn kaitannya dengan tema ini, pemakalah mencoba dengan menyajikan poin penting yang ada kaitannya dengan pelatihan
dan pengembangan sebagai berikut:
Pengertian, tujuan, proses, metode, sudi kasus.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1. Apakah
pengertian pelatihan dan pengembangan ?
2. Apakah
tujuan dari pelatihan dan pengembangan?
3. Bagaimana
proses pelatihan dan pengembangan?
4. Apa
yang dibutuhkan saat perencanaan pelatihan dan pengembangan ?
5. Apa
itu Training Need Assessment (TNA) ?
6. Metode
apa saja yang dapat digunakan dalam pelatihan dan pengembangan ?
7. Bagaimana
evaluasi pelatihan dan pengembangan ?
8. Bagaimana
penerapan pelatihan dan pengembangan pada organisasi terutama di bidang
kesehatan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
pengertian pelatihan dan pengembangan.
2. Mengetahui
tujuan dari pelatihan dan pengembangan.
3. Mengetahui
proses pelatihan dan pengembangan.
4. Mengetahui
apa saja yang dibutuhkan saat perencanaan
pelatihan dan pengembangan.
5. Mengetahui
apa itu Training need Assessment
(TNA).
6. Mengetahui
metode yang digunakan saat pelatihan dan pengembangan.
7. Mengetahui
evaluasi dari pelatihan dan pengembangan
8. Mengetahui
penerapan pelatihan dan pengembangan pada organisasi terutama di bidang
kesehatan.
BAB 2
Kajian Pustaka
2.1 Pelatihan dan Pengembangan
2.1.1 Definisi Pelatihan dan Pengembangan
2.1.1.1 Definisi Pelatihan
1. Willian
G. Scott
“Training
in the behavioral is an activity of line and staff which he has its goal
executive developement to achieve greater individual job effectiveness,
improved interpersonal relationships in the organization, and ennhanced
executive adjustment to the context of his total environment”.
Pelatihan dalam ilmu pengetahuan
perilaku adalah suatu kegiatan yang
bertujuan untuk mengembangkan pemimpin untuk mencapai efektivitas pekerjaan
perorangan yang lebih besar, hubungan antara pribadi dalam dalam organisasi
yang lebih baik dan menyesuaikan pemimpin kepada konteks seluruh lingkungannya.
2. John H. Proctor and
william M. Thronton
“Trainning is the
intentional act of providing means for learning to take place.”
Pelatihan adalah tindakan yang
disengaja memberikan alat agar pembelajaran dapat dilaksanakan.
3.
Andrew E. Sikula
“Training is
shot-term educational process utilizing a systematic and organized procedure by
which non managerial personnal learn tecnical knowledge and skills for definite
purpose”
Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek
memanfaatkan prosedur yang sistematis dan terorganisir, di mana personal non
manajerial mempelajari kemampuan dan pengetahuan teknis untuk tujuan tertentu.
4. Keith
Davis and William B. Werther,Jr
“Training prepares
people to do their present job and development prepares employees needed
knowledge, skill and attitude”
Pelatihan adalah mempersiapkan
orang untuk melakukan pekerjaan mereka sekarang dan pengembangan mempersiapkan
pagawai yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
5. Edwin
B. Flippo
Pelatihan adalah proses membantu
pegawai memperoleh efektivitas dalam pekerjaan sekarang atau yang akan datang
melalui pengembangan kebiasaan, fikiran, dan tindakan, kecelakan, pengetahuan
dan sikap
6. Intruksi
Presiden No. 15 tahun 1974
Pelatihan adalah bagian dari pendidikan menyangkut proses
belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ketrampilan di luar sistem pendidikan
yang berlaku, dalam waktu yang
relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktik dari pada
teori.
7. SK
Menpan No. 01/kep/M.Pan/2001
Di lingkungan PNS, yang dimaksud
pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek
daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan
pendekatan pelatihan untuk orang dewasa dan bertujuan meningkatkan dalam satu
atau berbagai jenis kerampilan.
Dari berbagai pengertian di
atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan
mempelajari kemampuan dan pengetahuan dalam bidang tertentu yang dengan sengaja
diberikan melalui prosedur sistematis dan terorganisir untuk mencapai kerja
yang efektif.
2.1.1.2 Definisi Pengembangan
1. Menurut
H.Malayu.S.P Hasibuan:
Pengembangan adalah suatu usaha
untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan
pelatihan.
2.
Menurut Andrew F. Sikula dalam buku Hasibuan
(2009)
“Development, in reference to
staffing and personnel matters, is a long term educational process utilizing a
systematic and organized procedured by which managerial personnel learn
conceptual and theoritical knowledge for general purposes.”
Pengembangan yang mengacu pada
masalah staf dan personil adalah suatu proses pendidikan jangka panjang
menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi sehingga manajer
belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.
Dari dua pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu
usaha yang sistematis dan terorganisir yang dilakukan oleh perusahaan untuk
meningkatkan kemampuan teknis, teoritis,
konseptual,
dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan.
2.1.1.3 Persamaan dan Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan dan pengembangan, keduanya memberi pengajaran
dalam penambahan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap. Berdasarkan
beberapa pengertian pelatihan dan pengembangan tersebut, berikut ini perbedaan
antara pengertian pelatihan dengan pengembangan.
1.
Pelatihan
bertujuan mempersiapkan karyawan yang akan segera diberi tugas mengerjakan
pekerjaan yang telah ada dalam lembaga ( proses pendidikan jangka pendek )
2.
Pengembangan
diperlukan untuk mempersiapkan karyawan mengerjakan pekerjaan di masa yang akan
datang ( proses pendididkan jangka panjang)
DIMENSI BELAJAR
|
PELATIHAN
|
PENGEMBANGAN
|
Siapa
|
Non pimpinan
|
Pimpinan
|
Apa
|
Keterampilan Teknis
|
Kemampuan
teori dan konsepsi
|
Mengapa
|
Tujuan khusus berhubungan jabatan
|
Tujuan
Umum
|
Waktu
|
Jangka pendek
|
Jangka
panjang
|
Tabel 1. Perbedaan pelatihan dengan pengembangan berdasarkan dimensi
belajar
Robert L. Kalts, Mengutarakan
perbedaan antara pelatihan dan pengembangan terletak pada bobot materi program.
Berdasarkan asumsi, bahwa dalam organisai terdapat tiga kemampuan yang harus
dimiliki karyawan, yaitu kemampuan teknis, kemampuan untuk melakukan interaksi dengan
orang lain, dan kemampuan teori atau konsepsi. Dengan demikian dalam setiap
program pelatihan dan pengembangan, materi yang diberikan akan meliputi ketiga
kemampuan dengan tingkat intensitas bobot berbeda.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan dan
Pengembangan
Tujuan umum pelatihan dan
pengembangan, harus diarahkan untuk meningkatkan produktifitas organisasi.
Tujuan pelatihan dan pengembangan merupakan langkah untuk meningkatkan
produktivitas organisasi melalui berbagai kegiatan antara lain:
1.
Mengembangkan
pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.
2.
Mengembangkan
keterampilan atau keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat
dan efektif.
2.1.2.1 Tujuan pelatihan :
1.
Untuk
meningkatkan keterampilan para karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.
2.
Untuk
meningkatkan produktivitas kerja organisasi.
3.
Untuk
mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.
4.
Untuk
membantu masalah operasional.
5.
Memberi
wawasan kepada para karyawan untuk lebih
mengenal organisasinya.
6.
Meningkatkan
kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang sekarang.
7.
Kemampuan
menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari “kacamata” orang lain.
8.
Meningkatkan
kemampuan menginterpretasikan data dan daya nalar para karyawan.
9.
Meningkatkan
kemampuan dan keterampilan para karyawan dalam menganalisis suatu permasalahan
serta pengambilan keputusan.
2.1.2.2 Tujuan
pengembangan :
1.
Mewujudkan
hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan.
2.
Menyiapkan
para manajer yang berkompeten untuk lebih cepat masuk ke tingkat senior
(promosi jabatan).
3.
Untuk
membantu mengisi lowongan jabatan tertentu.
4.
Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja
dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi.
5.
Mendorong
sikap keterbukaan manajemen melalui gaya manajerial yang partisipatif.
6.
Meningkatkan
kepuasan kerja.
7.
Memperlancar
jalannya komunikasi yang efektif yang dapat memperlancar proses perumusan kebijakan
organisasi dan operasionalnya.
8.
Mengembangkan
atau merubah sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerja sama dengan sesama
karyawan dan manajemen ( pimpinan ).
2.1.2.3 Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
Adapun manfaat dari pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dapat dilihat dalam dua sisi diantaranya:
a)
Dari sisi individu pegawai:
1.
Menambah pengetahuan terutama penemuan
terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan, misalnya prinsip dan
filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir.
2.
Menambah dan memperbaiki keahlian dalam
bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara pelaksanaan yang lama.
3.
Merubah sikap.
4.
Memperbaiki atau menambah imbalan atau balas
jasa yang diperoleh dari organisasi tempat bekerja.
b)
Dari sisi organisasi:
1.
Menaikkan produktivitas pegawai.
2.
Menurunkan biaya.
3.
Mengurangi turn over pegawai.
4.
Kemungkinan memperoleh keuntungan yang
lebih besar, karena direalisirnya kedua manfaat tersebut terlebih dahulu.
2.3.1 Proses Pelatihan dan Pengembangan
2.3.1.1 Proses Pelatihan
Pelatihan merupakan sebuah
proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan
organisasional. Pelatihan memberikan pengetahuan, keterampilan serta mengubah
sikap yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan
mereka dalam organisasi (Mathis-Jackson:2006). Dengan adanya pengetahuan dan
ketrampilan diharapkan agar seseorang dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang
menjadi tanggung jawabnya dengan menggunakan sumber daya yang maksimal untuk
mencapai hasil yang diinginkan sesuai waktu yang ditentukan dalam organisasi.
Program pelatihan harus mencakup
sebuah pengalaman belajar dan merupakan kegiatan organisasional yang dirancang
dan dirumuskan sebagai rancangan organisasi yang efektif terdiri dari 3 faktor
utama, yaitu tahap identifikasi kebutuhan pelatihan, tahap pelaksanaan
pelatihan dan tahap evaluasi pelatihan.
PENILAIAN:
- menganalisis kebutuhan
pelatihan
- mengidentifikasi tujuan dan
kriteria pelatihan
|
EVALUASI:
-
mengukur
hasil pelatihan
-
membandingkan
hasil pada tujuan/kriteria
|
PERANCANGAN:
-
menguji
peserta pelatihan sebelumnya
-
memilih
metode pelatihan
-
merencanakan
isi pelatihan
|
PENYAMPAIAN:
-
menjadwalkan
pelatihan
-
melaksanakan
pelatihan
-
memantau
pelatihan
|
Gambar
1. Proses Pelatihan
Berikut penjelasan dari gambar di atas:
1.
Proses pelatihan yang pertama adalah penilaian yang terdiri dari
analisis kebutuhan pelatihan serta identifikasi tujuan dan kriteria pelatihan.
Penilaian dilakukan di awal sebelum melakukan pelatihan untuk mencari atau
mengidentifikasi kemampuan apa yang diperlukan karyawan dalam rangka menunjang
kebutuhan organisai. Setelah mengidentifikasi pelatihan apa saja yang
diperlukan karyawan, selanjutnya adalah menetukan tujuan dari setiap pelatihan
yang akan dilakukan.
2. Setelah melakukan penilaian, proses
pelatihan yang kedua adalah perancangan yang terdiri dari pemilihan metode
pelatihan dan isi pelatihan. Pada tahap ini menentukan metode dan isi pelatihan
seperti apa yang akan diadakan dan
disesuaikan dengan analisis penilaian kebutuhan.
3. Selanjutnya proses yang ketiga
adalah penyampaian yang terdiri dari jadwal, pelaksanaan dan pemantauan
pelatihan. Tahap ini merupakan rangkaian kegiatan pelaksanaan program pelatihan
yang sesuai dengan hasil perancangan dan ada pemantauan terhadap jalannya
pelatihan.
4. Proses pelatihan yang terakhir
adalah evaluasi yaitu mengukur hasil pelatihan dan membandingkan dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Apakah pelatihan berjalan dengan sukses dan sesuai
tujuan yang ingin dicapai atau tidak.
2.3.1.2 Proses Pengembangan
Di bawah ini merupakan
gambar yang menunjukkan pengembangan
Perencanaan Sumber Daya
Manusia
|
Perencanaan Suksesi
|
Kemampuan dan kapasitas
yang diperlukan untuk menjalankan rencana tersebut
|
Evaluasi Keberhasilan
Pengembangan
|
Penilaian Kebutuhan
Pengembangan
|
Perencanaan Pengembangan
|
Metode
Pengembangan
|
Gambar 2. Proses dan Pengembangan
SDM (Robert
L.Mathis dan John H. Jackson (2002))
Berikut merupakan
penjelasan dari gambar di atas:
1.
Perencanaan
Sumber Daya Manusia
Pengembangan
dimulai dengan membuat rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalisis,
meramalkan dan menyebutkan kebutuhan organisasional, sumber daya manusia pada
saat ini dan pada masa yang akan datang.
2.
Kemampuan
dan Kapasitas yang Diperlukan untuk Menjalankan Rencana
Setelah
merencanakan SDM, sebuah organisasi kemudian menentukan kemampuan serta
kapasitas yang dibutuhkan untuk setiap jabatan baik pada tingkat fungsional
maupun manajerial. Kemampuan yang diharapkan dapat berupa hard competencies maupun soft
competencies sesuai dengan standar kompetensi jabatan yang ada di
organisasi tersebut. Kemampuan dan kapasitas diperlukan dalam menjalankan
rencana pengembangan SDM terutama dalam pengambilan keputusan yang berkualitas,
syarat dengan nilai etika, ketrampilan teknis dan lain-lain.
3.
Perencanaan
Suksesi
Dalam
tahap ini, organisasi menentukan rencana penggantian jabatan, baik jangka
pendek maupun jangka panjang, karena adanya kemungkinan pensiun, rotasi,
promosi, keluar, meninggal, dan sebagainya.
4. Penilaian Kebutuhan Pengembangan
Dalam
tahap ini, organisasi dapat melakukannya melalui Training
need assessment (TNA) yang akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
5.
Perencanaan
Pengembangan
Melakukan rencana pengembangan
baik pengembangan secara organisasional maupun pengembangan terhadap SDM secara
individual. Hal ini akan berjalan dengan baik setelah kita
menganalisa kebutuhan apa saja untuk melakukan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.
6.
Metode Pengembangan
Pada dasarnya ada 2 pendekatan
untuk mengembangkan SDM yaitu pengembangan pada pekerjaan (on-the-job
development) dan pengembangan di luar pekerjaan (off-the-job development). Untuk
lebih jelasnya akan dibahas selanjutnya.
7. Evaluasi Keberhasilan Pengembangan
Pada tahap ini perusahaan
mengevaluasi program pengembangan SDM yang telah dilaksanakan. Hasil penilaian
program pengembangan SDM akan menjadi suatu acuan di masa yang akan datang agar
perusahaan senantiasa mengalami peningkatan dalam kinerjanya.
2.2 Perencanaan Pelatihan dan Pengembangan
Baik dalam proses pelatihan maupun pengembangan, perencanaan sangat
penting untuk menjalankan kegiatan pelatihan dan pengembangan. Sebelum
melakukan perencanaan pelatihan dan pengembangan hal yang harus dilakukan
adalah menganalisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Analisis kebutuhan
tersebut dinamakan Training Need
Assessment (TNA).
2.2.1 Training
Need Assessment (TNA)
2.2.1.1 Pengertian Training Need
Assessment
Training Needs
Assessment (TNA) atau
analisis kebutuhan pelatihan adalah
suatu langkah yang dilakukan sebelum melakukan pelatihan dan merupakan bagian terpadu
dalam merancang pelatihan untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang materi, alokasi
waktu tiap materi, dan strategi pembelajaran yang sebaiknya diterapkan dalam
penyelenggaraan pelatihan agar pelatihan bermanfaat bagi peserta pelatihan. Dari
analisis ini akan diketahui pelatihan apa saja yang relevan bagi suatu
organisasi pada saat ini dan juga di masa yang akan datang. Organisasi tidak dapat menentukan pelatihan begitu saja
tanpa menganalisis dahulu kebutuhan dan tujuan apa yang ingin dicapai.
Penilaian kebutuhan merupakan road map untuk
mencapai tujuan organsasi.
2.2.1.2 Pentingnya Training Needs Assessment
Kebutuhan menurut Briggs (dalam AKD LAN
2005) adalah ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa
yang senyatanya. Gilley dan Eggland (AKD LAN, 2005 ) menyatakan bahwa kebutuhan
adalah kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini
dengan seperangkat kondisi yang diharapkan.
Kebutuhan pelatihan dapat diketahui
sekiranya terjadi ketimpangan antara kondisi (pengetahuan, keahlian dan
perilaku) yang senyatanya ada dengan tujuan yang diharapkan tercipta pada suatu
organisasi. Kebutuhan pendidikan (education needs) atau kebutuhan
pelatihan (training needs) adalah kesenjangan yang dapat diukur antara
hasil yang ada sekarang dan hasil yang diinginkan atau dipersyaratkan. Tidak
semua kesenjangan atau kebutuhan mempunyai tingkat kepentingan yang sama untuk
segera dipenuhi. Maka antara kebutuhan yang dipilih dengan kepentingan untuk
dipenuhi kadang terjadi masalah atau selected gap.
Analisis Kebutuhan Pelatihan menurut
Rosset dan Arwady menyebutkan bahwa Training
Needs Assessment (TNA) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam
analisis untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan yang berkaitan
dengan penerapan teknologi baru.
Analisis kebutuhan pelatihan memegang
peran penting dalam setiap program pelatihan, sebab dari analisis ini akan
diketahui pelatihan apa saja yang relevan bagi suatu organisasi pada saat ini
dan juga dimasa yang akan datang, yang berarti dalam tahap analisis kebutuhan
pelatihan ini dapat diidentifikasi jenis pelatihan apa saja yang dibutuhkan
oleh pegawai dalam pengemban kewajibannya.
Fungsi Training Need Assessment :
1.
Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling
pekerja.
2.
Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context.
3.
Mendefinisikan kinerja standar dan kinerja
aktual dalam rincian yang operasional.
4.
Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan.
5.
Memberi data untuk keperluan perencanaan.
2.2.1.3 Pendekatan Training Need Assessment
Ada beberapa pendekatan dalam
melakukan TNA, diantara yang paling populer adalah :
1.
Makro
TNA yang didasarkan kepada
kebutuhan organisasi / perusahaan secara umum, sehingga hasil TNA-nya berlaku
untuk semua orang yang ada di dalamnya. Maka dari itu, seringkali disebut Organization-Based
Analysis.
TNA Makro dapat menggunakan sumber
data diantaranya :
a.
Visi,
misi, strategic objective dan target perusahaan.
b.
Keadaan
ekonomi dan finansial perusahaan.
c.
Perubahan
budaya.
d.
Perubahan
teknologi.
e.
Tema
perusahaan, seperti Pengurangan Biaya, Peningkatan Kualitas, dst.
2.
Mikro.
TNA yang didasarkan kepada
kebutuhan kelompok tertentu.
Terdiri dari 2, yaitu :
a.
Task-Based
Analysis.
Fokus utamanya adalah apakah
standar keterampilan yang dibutuhkan pada sebuah pekerjaan sudah dimiliki oleh
si pemegang jabatan atau belum.
b.
Person-Based
Analysis.
Fokus utamanya adalah apakah
karyawan sudah dapat melakukan pekerjaan sesuai tuntutan atau belum.
TNA Mikro dapat menggunakan
sumber data diantaranya :
1.
Job
Description
2.
Performance
Standar
3.
Performance
evaluation
4.
Observasi
kerja
5.
Interview
6.
Kuesioner
7.
Checklist
Baik
Task-Based maupun Person-Based sama-sama memiliki acuan standar pekerjaan,
sehingga saling melengkapi.
2.2.1.4 Tahap Training
Needs Assessment
1.
Analisis organisasi
Analisis organisasi menentukan di mana pelatihan dapat dilakukan dan di mana
seharusnya dilakukan. Analisis ini memfokuskan pada organisasi secara
keseluruhan mencakup analisis tujuan organisasi, sumber daya, iklim organisasi,
serta analisis lingkungan eksternal dan internal organisasi. Analisis ini
bertujuan memperoleh informasi tentang organisasi yang digunakan untuk
menentukan tujuan pelatihan yang hendak dicapai. Sebagai tahap awal perlu
adanya upaya mengkaitkan penilaian kebutuhan pelatihan dengan pencapaian tujuan
organisasi. Dengan mengkaitkan hubungan tersebut, kebutuhan pelatihan akan
dapat diidentifikasi.
2. Analisis tugas
Analisis tugas mengidentifikasi pelatihan apa saja
yang harus diberikan kepada karyawan terkait dengan pekerjaannya. Tujuan
analisis ini adalah mengetahui tentang tugas yang harus dilakukan karyawan,
penentuan standar kinerja untuk suatu pekerjaan, penentuan pengetahuan,
kemampuan dan perilaku yang diperlukan dalam suatu pekerjaan.
3. Analisis individu
Analisis individu mengidentifikasi siapa atau karyawan
mana yang membutuhkan pelatihan dan pelatihan apa saja yang perlu diberikan.
Untuk itu perlu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki tiap karyawan yang meliputi:
a.
Penentuan
metode
pengukuran kemampuan
b.
Penyusunan
instrumen pengukuran kemampuan
c.
Pengukuran
kemampuan di lapangan
d.
Pengolahan
hasil pengukuran kemampuan
e.
Gambaran
hasil pengukuran kemampuan
Setelah dilakukan pengukuran
kemampuan, maka
akan diperoleh gambaran kemampuan karyawan saat ini. Adapun
beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:
1) Survei
Survei merupakan metode yang sering digunakan untuk mengumpulkan data.
Pertanyaan survei harus benar agar tidak terjadi interpretasi yang keliru dari responden.
Keuntungan metode survei adalah dapat diterapkan pada populasi yang besar dan mudah dalam
memperoleh feed back.
2) Observasi
Observasi sangat baik digunakan jika populasinya sangat besar dan kompleks.
Observasi dilakukan oleh orang yang terlatih dalam teknik observasi dan
mengenal proses yang diobservasi.
3) Wawancara individu
Wawancara individu biasanya digunakan bersamaan dengan
survei tertulis,
tetapi dapat juga dilakukan secara independen.
Wawancara individu digunakan untuk mengetahui kevalidan data yang diperoleh
saat survei. Keuntungan menggunakan wawancara adalah kesempatan untuk mengadakan
interaksi secara langsung dengan karyawan dan merupakan cara paling efektif
untuk mengumpulkan data yang lengkap.
4)
Focus Groups
Dalam metode ini ada pembentukan kelompok yang
melakukan brainstorming mengenai hal
tertentu. Data yang diperoleh berupa data kualitatif.
5)
Performance Appraisal
Hasil studi menunjukkan bahwa laporan penilaian kinerja sangat berguna
dalam menentukan kebutuhan pelatihan. Yang perlu diperhatikan jika menggunakan
laporan kinerja adalah form penilaian
harus terstruktur dan pimpinan harus terampil dalam proses penilaian kinerja.
4. Penentuan
kesenjangan kemampuan
Gambaran kemampuan karyawan yang
diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui
adanya kesenjangan antara standar dengan kondisi aktual saat ini.
5. Rekomendasi
Setelah mengetahui bentuk kesenjangan yang ada dan faktor
apa yang mempengaruhi, kemudian dapat ditentukan pelatihan apa yang perlu
diberikan. Sehingga bisa merencanakan pelatihan dan pengembangan
sebelum melaksanakannya.
2.3
Pelaksanaan
Pelatihan dan Pengembangan
Setelah melakukan analisis serta perencanaan, maka
tahap selanjutnya dari pelatihan dan pengembangan adalah melaksanakannya.
Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut.
2.3.1 Metode Pelatihan dan
Pengembangan
Metode Pelatihan dan Pengembangan
|
|
On The Job
|
Off The Job
|
Rotasi Kerja
|
Simulasi
|
Bimbingan dan
Penyuluhan
|
- Studi Kasus
|
Magang
|
- Bermain Peran
|
Demonstrasi
dan Pemberian Contoh
|
- Business Game
|
|
- Vestibule Training
|
|
- Laboratory training
|
|
Pelatihan
Sensitivitas
|
|
Pelatihan
Alam Terbuka
|
|
Presentasi
Informasi
|
|
- Lecture
|
|
- Konferensi
|
|
- Transactional Analysis
|
|
- Video Presentation
|
|
Kursus Formal
|
Tabel 2. Klasifikasi Metode Pelatihan dan Pengembangan
Metode
Pelatihan
|
Metode
Pengembangan
|
Vestibule
Training
|
Semua metode pelatihan
|
Magang
|
Rotasi Kerja
|
Demonstrasi
dan Pemberian Contoh
|
Bimbingan dan
Penyuluhan
|
Simulasi
|
Pelatihan
Sensitivitas
|
Presentasi
Informasi
|
Pelatihan
Alam Terbuka
|
Kursus Formal
|
Tabel 3. Kategori Metode Pelatihan dan Pengembangan
Berdasarkan klasifikasi metode pelatihan dan
pengembangan tersebut, rincian metode pelatihan dan pengembangan menjadi
sebagai berikut :
2.3.1.1 On The Job
On the job adalah metode
pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja yang sebenarnya dan dilakukan
sambil bekerja. Kategori metode on the job terdiri dari dua jenis, yaitu
:
1.
Informal on the job
Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta pelatihan
harus memperhatikan dan mencotoh pekerja lain yang sedang bekerja untuk
kemudian melakukan pekerjaan tersebut sendiri.
2.
Formal on the job
Peserta mempunyai
pembimbing khusus. Pembimbing tersebut sambil
melaksanakan tugasnya, diberi tugas tambahan untuk membimbing peserta pelatihan
yang bekerja di tempat kerjanya.
Berikut
beberapa manfaat on
the job :
a. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan
tugas yang disimulasikan.
b. Karyawan mendapat instruksi dari karyawan senior
berpengalaman yang telah melaksanakan tugas dengan baik.
c. Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang
sesungguhnya, dalam kondisi normal tanpa membutuhkan fasilitas pelatihan
khusus.
d. Bersifat informal, tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.
e. Dapat menciptakan hubungan kerja sama langsung antara
karyawan dan pelatih.
f. Pelatihan sangat relevan dengan pekerjaan dan membantu
memotivasi kinerja tinggi.
Adapun kelemahan on
the job adalah :
a) Motivasi pelatih kurang untuk melatih, sehingga
pelatihan jadi kurang serius.
b) Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, namun
kurang memiliki kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan
dengan baik.
c) Pelatih kurang / tidak memiliki waktu untuk melatih dan kemudian
menghapus elemen penting dalam proses
pelatihan.
d) Karyawan yang tidak terlatih mungkin memiliki dampak
negatif pada pekerjaan dan organisasional.
e) Efektif biaya.
Kemudian
macam dari on the job adalah sebagai
berikut:
1. Rotation of
assignment / job rotation / planned progression / rotasi kerja
Tujuan rotasi kerja adalah memperluas latar belakang
peserta dalam bisnis. Karyawan berpindah dalam periode tertentu.
Keuntungan menggunakan metode ini antara lain :
a. Memberi latar belakang
umum tentang organisasi, dan memberi sudut pandang bersifat organisasional.
b. Mendorong kerja sama antar departemen.
c. Memperkenalkan sudut pandang yang segar secara
periodik kepada berbagai unit.
d. Mendorong keluwesan organisasi melalui penciptaan
sumber daya manusia yang fleksibel.
e. Mampu melaksanakan penilaian presentasi secara
komparatif dengan lebih obyektif.
f. Memperoleh keunggulan dalam setiap situasi.
2. Coaching and
counseling / bimbingan dan penyuluhan
Dilaksanakan dengan cara peserta harus mengerjakan tugas dengan dibimbing
oleh pejabat senior atau ahli. Penyuluhan efektif bila latihannya
diindividualisasikan dan peserta belajar melakukan pekerjaan langsung.
3. Apparenticeship / understudy / magang
Magang dilakukan dengan cara peserta mengikuti
kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh pemangku jabatan tertentu, untuk
mempelajari bagaimana cara melakukan sesuatu kegiatan.
4. Demonstration
and example / demonstrasi dan pemberian contoh
Pelatih harus memberi contoh/memperagakan cara melakukan pekerjaan/cara
bekerja suatu alat/mesin. Sangat efektif
karena peserta mendapat teori dan praktek secara langsung.
2.3.1.2 Off
The Job
Off the job method adalah pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja terpisah/di luar tempat
kerja dan di luar waktu regular:
1. Simulation (simulasi)
Dilakukan dengan cara menggunakan alat/mesin dalam
kondisi lingkungan yang dibuat sama dengan sebenarnya. Simulasi mengacu pada
materi yang berupaya menciptakan lingkungan pengambilan keputusan yang
realistik bagi pelatih. Adapun macam dari metode simulasi adalah:
a. case study (studi kasus/telaah kasus)
Penyajian tertulis dan naratif serangkaian fakta dari
permasalahan yang dinamis dan dipecahkan oleh peserta pelatihan. Pelatih yang menggunakan
metode ini hendaknya tidak mendominasi diskusi, memberi kesempatan pada beberapa peserta pelatihan untuk
mendominasi diskusi dan mengarahkan diskusi ke arah solusi yang disukainya.
Studi kasus dilakukan dengan cara peserta diminta untuk membahas
masalah/kasus tertentu dalam organisasi. Pembahasan bisa
tertulis ataupun lisan. Pembahasan kasus biasanya diambil dari kasus nyata.
Sasaran yang ingin dicapai ialah:
1) menemukan masalah dari suatu kasus.
2) memiliki kemampuan untuk memisahkan fakta yang penting
dari yang tidak penting.
3) menganalisis pokok masalah dan menggunakan logika
untuk menjembatani kesenjangan yang ada dalam fakta.
4) Menemukan berbagai cara untuk memecahkan masalah.
b. Role playing (bermain peran)
Tujuan pokok bermain peran adalah menaganalisis
masalah antar pribadi dan memupuk keahlian hubungan manusia. Bermain peran
lazim digunakan untuk mengasah kecakapan wawancara, negosiasi, konseling,
pekerjaan, pendisplinan, penilaian kinerja, penjualan dan tugas pekerjaan lain
yang melibatkan komunikasi antar pribadi. Peserta diharapkan memiliki pemahaman
pada situasi tertentu dan kondisi tertentu pula, melalui pengalihan dan
pengalaman.
Cara menggali pengalaman/pengetahuan yang dapat
dicapai dengan metode studi kasus, yaitu :
a. Menguasai pengalaman/pengetahuan praktis.
b. Menguasai pengalaman/pengetahuan dengan cara meniru
perilaku yang dikehendaki.
c. Menguasai pengalaman/pengetahuan dengan observasi dan
umpan balik.
d. Menguasai pengalaman/pengetahuan melalui analisis dan
konseptual.
c. Business game (permainan peran dalam bisnis)
Permainan dalam bisnis adalah bentuk latihan simulasi
yang dilakukan dalam kelas. Pengorganisasian para pesertanya dilakukan dengan
membagi peserta dalam tim yang bertugas secara kompetitif memecahkan masalah
tertentu dari suatu organisasi tiruan. Dengan membandingkan kualitas keputusan
pemecahan masalah dan kualitas diskusi yang berlangsung. Sasaran yang ingin
dicapai dari metode ini adalah kemampuan untuk mengambil keputusan bersama atau
keputusan yang integral.
d. Vestibule Training (pelatihan beranda)
Pelatihan beranda adalah metode pelatihan yang digunakan untuk
menggambarkan pelatihan dalam sebuah ruang kelas bagi pekerjaan klerikal atau
semi ahli. Metode ini tepat untuk keadaan dimana karyawan yang dilatih banyak
(untuk jenis pekerjaan yang sama). Penekanan
metode ini cenderung pada belajar dibandingkan dengan produksi. Pelatihan ini
biasanya dipakai untuk melatih klerk,
teller bank, operator mesin, juru
ketik dan pekerja sejenis. Peserta bisa menggunakan alat/mesin yang digunakan
di tempat kerjanya nanti dengan dibimbing oleh pelatih khusus.
Dengan metode ini, organisasi bisa menghindar dari kerugian karena
terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh peserta. Peserta juga terhindar dari
tekanan dan kebingungan dealam bekerja sehingga berkosentrasi pada materi,
sehingga diharapkan organisasi dapat memperoleh tingkat kemahiran tertentu
dengan lebih cepat.
e. Laboratory training (pelatihan dengan peralatan laboratorium)
Metode pelatihan dengan peralatan laboratorium
dilaksanakan dengan cara peserta dibawa ke dalam situasi yang dapat
menyaksikan, mearasakan dan mencoba sendiri tentang suatu keadaan/peran
sehingga pelatihan dapat lebih mantap dan lebih berkesan.
2. Sensitivity Training (pelatihan sensitivitas)
Metode pelatihan sensitivitas adalah metode pelatihan
untuk meningkatkan sensitivitas antar pribadi dengan menuntut diskusi yang
terbuka dan jujur tentang perasaan, sikap dan perilaku
peserta pelatihan. Pastisipasi dalam pelatihan ini didorong agar memberitahukan
kepada peserta lainnya secara jujur bagaimana perilakunya di mata orang lain
dan pearasaan orang lain terhadap perilakunya.
Tujuan pelatihan sensitivitas ialah :
a. Menjadi kompeten dalam hubungan pribadi seseorang.
b. Mempelajari lebih banyak tentang dirinya sebagai pribadi.
c. Mempelajari bagaimana orang lain bereaksi terhadap
perilaku seseorang.
d. Mempelajari tentang dinamika formasi kelompok.
Sasaran pokok pelatihan dan pengembangan yang dilakukan adalah
mengembangkan kesadaran dan kepekaan peserta terhadap pola tingkah laku
pribadinya dan orang lain. Sasaran tersebut dapat dicapai melalui beberapa sasaran antara lain :
1) Peningkatan keterbukaan terhadap orang lain.
2) Perhatian yang lebih besar kepada orang lain.
3) Peningkatan toleransi atas perbedaan individual.
4) Pengurangan sikap prasangka yang bersifat etnik.
5) Pemahaman atas proses kelompok.
6) Peningkatan kemampuan mendengarkan pendapat orang
lain.
7) Peningkatan kepercayaan dan pemberian dukungan kepada
orang lain.
Dalam pelaksanaanya, metode ini terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a)
T-grouping
Berisi tatacara pengorganisasian peserta pelatihan.
Para peserta dibagi ke dalam kelompok kecil 8-12 orang untuk melakukan
pertemuan terus-menerus secara tatap muka selama kurang lebih 2 minggu.
b)
Exercises
Berisi teknik yang biasa digunakan dalam diskusi pada
pertemuan yang dilakukan dalam T-group.
Teknik tersebut antara lain :
1. In basket.
2. Panel discussion.
3. Business game.
4. Leaderless group.
5. Intergroup competitive exercises
6. Role playing.
7. Case study.
c) Theory session
Digunakan untuk menjelaskan secara teoritis dan
konseptual apa yang terjadi selama kegiatan T-grouping dan exercise. Selama
theory session kepada peserta dijelaskan konsep, prinsip dan teori
perilaku manusia serta perilaku organisasi.
3. Outbond / widerness (pelatihan alam terbuka)
Metode pelatihan alam terbuka adalah metode yang digunakan untuk
menggambarkan program pengembangan manajemen dan eksekutif yang berlangsung di alam terbuka yang meliputi pendakian gunung, pelayaran,
berkano, arung jeram, sepeda gunung, dan lain-lain. Tujuan pelatihan alam
terbuka bukanlah pengembangan keahlian teknis namun lebih pada pengembangan dan
pengasahan keahlian antar pribadi seperti : keyakinan diri, penghargaan diri,
kerja tim, penetapan tujuan dan kepercayaan.
4. Presentation
information (presentasi
informasi)
Merupakan
metode pengembangan yang berupa penyampaian informasi terkait hal-hal yang akan
dikembangkan, adapun macam penyampaian yang digunakan dalah sebagai berikut:
a. Lecture (kuliah)
Kuliah adalah penyajian informasi secara lisan. Kuliah
yaitu ceramah/pidato dari pelatih yang diucapkan secara ilmiah untuk tujuan
pengajaran dan kuliah merupakan pelatihan yang paling umum. Bersifat teori dan
dapat menampung peserta dalam jumlah yang besar.
b. Conference (konferensi/seminar)
Konferensi dilakukan secara kelompok, berisi diskusi yang diawasi oleh
evaluator. Setelah diskusi selesai, evaluator menilai dan mengukur keseluruhan diskusi yang telah
dilakukan perserta.
c. Transactional analysis (analisis transaksi)
Peserta dibimbing untuk menganalisis hubungan antar pribadi dan memahami
tiga keadaan ego manusia, yaitu :
1) Ego orang tua
2) Ego anak
3) Ego orang dewasa
Keadaan ego orang tua cenderung mempertimbangkan,
merendahkan dan menghukum, keadaan ego anak, ada yang berjiwa bebas, kreatif,
dan spontan, sangat pemberontak/sangat penurut. Ego orang dewasa berkaitan
dengan kenyataan yang sedang dihadapi, mendengar pikiran terbuka dan menyatakan
opini secara singkat, aktif terlibat memperkirakan kemungkinan yang akan
terjadi, serta pengambilan keputusan rasional.
d. Video presentation (presentasi video)
Penyampaian informasi melalui
video interaktif dengan tujuan
agar yang bersangkutan dapat melihat kembali apa yang telah dilakukannya, untuk
dijadikan bahan pelajaran/penyempurnaan.
e. Programmed instruction (instruksi terprogram)
Adalah presentasi informasi yang sudah menggunakan
pola terprogram.
5.
Kursus Formal
Metode off the
job dengan cara karyawan mengikuti kursus di luar agar mampu menambah
keahliannya. Metode ini tidak selalu berhasil karena tergantung dari karyawan
itu sendiri.
2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Peatihan dan
Pengembangan
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing, berikut tabel yang menjelaskan kelebihan dan kekurangan setiap
metode pelatihan dan pengembangan.
Jenis Metode
|
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Rotasi Kerja
|
- Memberi eksplosur kepada banyak pekerjaan
|
- Tidak memberi tanggung jawab penuh
|
- Mengijinkan belajar nyata
|
- Waktu kerja singkat
|
|
Bimbingan dan Penyuluhan
|
- Memudahkan transfer belajar
|
- Bukan pekerjaan penuh sesungguhnya
|
- Memberi eksplosur kepada pekerja nyata
|
- Memberi ajaran seolah dialami diri sendiri
|
|
Magang
|
- Tidak turut campur dalam pekerjaan nyata
|
- Butuh waktu lama
|
- Memberi latihan ekstensif
|
- Biaya mahal
|
|
- Mungkin tidak berhubungan dengan pekerjaan
|
||
Demonstrasi dan Pemberian Contoh
|
- Memudahkan transfer belajar
|
- Turut campur dengan kinerja
|
- Tidak butuh fasilitas terpisah
|
- Merusak peralatan
|
|
Simulasi
|
- Membantu transfer belajar
|
Menduplikasi situasi nyata
|
- Menciptakan situasi hidup
|
||
Pelatihan Sensitivitas
|
- Baik untuk kepercayaan diri
|
- Mungkin tidak mentransfer ke tempat kerja
|
- Memberi pandangan kepada diri orang lain
|
- Mungkin tidak berhubungan dengan pekerjaan
|
|
Pelatihan Alam Terbuka
|
- Membentuk tim
|
- Mahal untuk dilaksanakan
|
- Membangun harga diri
|
- Secara fisik menantang
|
|
Presentasi Informasi
|
- Tidak mengganggu pekerjaan
|
- Keterbatasan media
|
- Dapat dilakukan dalam jumlah besar
|
- Tergantung dari peserta
|
|
Kursus Formal
|
- Tidak mahal
|
- Menuntut keterampilan lisan
|
- Tidak mengganggu pekerjaan
|
- Menghambat transfer belajar
|
|
- Tidak selalu berhasil
|
Tabel 4.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Pelatihan dan Pengembangan
2.4 Evaluasi Pelatihan dan
Pengembangan
Evaluasi pelatihan dan pengembangan secara khusus mencermati masalah yang terkait dengan
aplikasi pembelajaran di tempat kerja, implementasi jangka panjang, biaya dan
efektifitas pelatihan serta pengembangan yang diberikan (Rae, 2005). Oleh karena itu untuk
pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia sendiri ada metode tertentu dalam
mengevaluasi proses pelatihan dan pengembangan.
2.4.1 Metode Evaluasi Pelatihan
dan Pengembangan
Ada banyak metode evaluasi pelatihan dan pengembangan yang dikemukakan
oleh para ahli, menurut Kirkpatrick
(1994), mengemukakan beberapa alasan perlunya diadakan suatu evaluasi terhadap
pelatihan, diantaranya adalah :
1. Mempertanggungjawabkan keberadaan bagian diklat dengan
menunjukkan bagaimana bagian ini berkontribusi terhadap tujuan dan cita – cita
organisasi.
2. Membuat keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan
program pelatihan.
3. Mendapatkan informasi bagaimana mengembangkan program
pelatihan selanjutnya.
Kirkpatrick juga mengatakan bahwa untuk melakukan
evaluasi pelatihan teradapat empat tahap proses yang dikenal dengan The four level evaluation.
Tahapan itu merupakan serangkaian proses yang dinamis.
Meskipun evaluasi pada tahap yang lebih tinggi akan memakan waktu yang lebih
lama dan sulit, namun dapat memberikan informasi yang lebih lengkap tentang
program pelatihan yang dievaluasi.
Empat tahap evaluasi pelatihan dan pengembangan itu adalah :
1.
Reaction
Evaluasi ini dilakukan pada saat dan setelah menerima
materi pelatihan, yakni evaluasi untuk mengukur minat dan reaksi peserta atas
pelatihan.
2.
Learning
Disebut juga evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini
dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta setelah menerima pembahasan
dari para pelatih setiap sesi pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman
ini sangat penting untuk mengetahui apakah peserta materi yang diberikan dalam
pelatihan.
3. Behavior
Evaluasi ini dilakukan setelah pelatihan. Tujuannya
untuk melihat bagaimana perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, langkah
apa yang sudah dilakukan serta bagaimana sikap stakeholder terhadap hasil pelatihan.
4.
Result
Merupakan
evaluasi jangka panjang, yakni evaluasi mengenai kinerja lembaga
yang terjadi akibat kinerja anggota organisasi yang mengikuti pelatihan.
Evaluasi ini dapat dilakukan tiga sampai empat tahun setelah pelatihan.
BAB 3
Contoh Aplikatif dan Analisis
Training Need
Assessment Tenaga Sanitasi Rumah Sakit
(Pengelola Ipal,
Sampah Dan House Keeping)
Bapelkes
Lemahabang melalui DIPA
2010 telah melaksanakan TNA
bagi Sanitarian di
beberapa RS.
3.1 Ruang Lingkup TNA
Sesuai dengan
Lampiran I Kep
Menkes RI No.1204/2004
tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan RS,
maka upaya penyehatan
RS dapat dirinci
sebagai berikut :
1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman RS
2. Penyehatan higiene dan sanitasi makanan
minuman
3. Penyehatan air
4. Pengelolaan limbah
5. Pengelolaan tempat cucian/ linen
6. Pengendalian serangga, tikus dan binatang
penggagu lainnya
7. Desinfeksi dan sterilisasi
8. Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan
lingkungan
Upaya penyehatan RS ini
melibatkan banyak komponen salah satu diantaranya adalah tenaga sanitasi RS,
untuk itu agar lebih fokus pada kemampuan yang telah dimiliki saat
ini yang paling
mempengaruhi kesehatan lingkungan
RS, maka kedelapan upaya
tersebut dapat dikelompokkan
menjadi 3 obyek
besar, yakni pengelolaan limbah,
pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping yang dirasakan sangat
dominan mempengaruhi status
kesehatan lingkungan RS.
Dengan demikian fokus TNA kali
ini di tujukan pada menilai kemampuan petugas pada pengelolaan ke tiga
obyek tersebut.
3.2 Tujuan TNA
Diperolehnya gambaran secara
lengkap tentang kesenjangan (gap) yang terjadi antara kenyataan
pelaksanaan pengelolaan limbah,
pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping rumah sakit
dibandingkan dengan ketentuan yang ada. Dari
kesenjangan yang terjadi
ini akan dapat
diketahui sejauh mana
faktor kemampuan petugas mempengaruhi kesenjangan itu. Disamping itu
akan dapat diketahui pula faktor lain yang turut berkontribusi terhadap
terjadinya kesenjangan itu.
3.3 Tahapan TNA
Tahapan TNA yang digunakan
dengan pendekatan fokus kajian pada pelaksanaan ketiga obyek besar yang selama
ini telah dilaksanakan, untuk itu tahapannya dapat digambarkan sebagai berikut
:
1.
Penentuan
bidang pekerjaan/ tugas terkait dengan 3 obyek besar sanitasi RS
2.
Penentuan
standar kemampuan yang seharusnya untuk mengerjakan 3 obyek
3.
Penentuan
pengukuran kemampuan dalam pelaksanaan tugas/ pekerjaan :
a.
Penentuan
metoda pengukuran kemampuan
b.
Penyusunan
instrumen pengukuran kemampuan
c.
Pengukuran
kemampuan di lapangan
d.
Pengolahan
hasil pengukuran kemampuan
4. Gambaran hasil
pengukuran kemampuan
5. Penentuan
kesenjangan kemampuan
6. Rekomendasi
TNA ini melibatkan 10 tim
surveyor, masing terdiri dari 20 orang
yang dilakukan pada bulan November 2010.
3.3.1 Kerangka Alur
Pikir TNA
TNA ini menggunakan alur pikir
yang dibangun berdasarkan penelusuran terhadap pelaksanaan pekerjaan
pengelolaan limbah, sampah
dan house keeping
yang seharusnya dilaksanaklan dan menjadi tanggung jawab petugas
sanitasi RS. Untuk mengetahuinya secara lengkap, maka pertanyaan yang
dikembangkan adalah :
Apakah tugas pokok itu sudah dikerjakan?
a.
Jika
belum dikerjakan, Apa penyebabnya
b.
Jika sudah
dikerjakan, Apakah sudah
sesuai dengan standar
yang telah ditentukan?
c.
Jika
belum sesuai standar, Apa penyebabnya?
Secara
lengkap alur pikir TNA ini dapat divisualisasikan sebagai berikut:
3.3.2 Penentuan Standar Kemampuan (minimal)
Penentuan Standar
kemampuan diawali dengan
pertemuan pra TNA
yang melibatkan pengelola program kesehatan lingkungan (sanitarian)
RS di beberapa Rumah Sakit.
Agenda utama dari
pertemuan ini adalah
membahas dan menghasilkan tugas
pokok pengelola program
kesehatan (Sanitarian) RS
yang “seharusnya” dilakukan sesuai dengan lampiran I Kep Menkes RI
No.1204/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS. Lampiran I Kep Menkes RI No.1204/2004 adalah
sebagai berikut :
1.
Penyehatan
ruang bangunan dan halaman RS
2.
Penyehatan
higiene dan sanitasi makanan minuman
3.
Penyehatan
air
4.
Pengelolaan
limbah
5.
Pengelolaan
tempat cucian/ linen
6.
Pengendalian
serangga, tikus dan binatang penggagu lainnya
7.
Desinfeksi
dan sterilisasi
8.
Upaya
promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan
Upaya penyehatan RS ini
melibatkan banyak komponen salah satu diantaranya adalah tenaga
sanitasi RS, untuk
itu seperti telah
diungkapkan pada sub
bab ruang lingkup di
atas, maka kedelapan
upaya tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 3 obyek,
yakni pengelolaan limbah,
pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping. Dengan
demikian fokus TNA kali ini di tujukan pada penilaian kemampuan petugas terhadap ke tiga aspek tersebut.
Karena adanya
keterbatasan waktu dan
biaya, maka penentuan
standar ini banyak menggunakan
ukuran kwalitatif, dalam
arti banyak menggunakan justifikasi (indikator
penyesuaian) sehingga didapatkan
kemampuan standar minimal yang harus dikuasai.
Walaupun demikian pihak
asesor akan tetap menjaga obyektifitas penilaian. Secara
rinci analisis standar kemampuan (minimal) yang seharsunya dimiliki oleh
petugas sanitasi RS dapat di gambarkan sebagai berikut :
3.3.3 Analisis Standar
Kemampuan
Pelaksanaan Tugas
1. Metode Pengukuran
Pengukuran tingkat kemampuan
yang telah dikuasai meliputi aspek kognitif, sikap dan psikomotor. Cara
pengukuran aspek kognitif
dilakukan melalui tes
pengetahuan secara tertulis sedangkan
aspek sikap dan
psikomotor dilakukan melalui
observasi tampilan kerja ketika yang bersangkutan sedang melaksanakan
pekerjaannya (on the job).
Dalam kaitan ini karena terdapat
keterbatasan anggaran dan waktu, maka untuk pengukuran aspek sikap dan
psikomotor tidak selalu dapat dilakukan melalui observasi tampilan kerja ketika
yang bersangkutan sedang melaksanakan pekerjaannya (on the job), jika hal ini
terjadi, maka tampilan kerja diganti dengan observasi pergaan/ simulasi
tampilan kerja disertai
wawancara mendalam dan
penelusuran hasil kerja
berupa obyek fisik dan dokumen. Secara visual metoda pengukuran
kemampuan aspek sikap dan psikomotor dapat dijelaskan pada skema alur sebagai
berikut :
2. Penyusunan
Instrumen Pengukuran Kemampuan (minimal)
Instrumen pengukuran
kemampuan disusun berdasarkan
hasil analisis kemampuan yang menghasilkan “kriteria unjuk
kerja”, merupakan rincian dari elemen kemampuan yang dipersyaratkan untuk
dapat melakukan 3 unit kemampuan,
yakni pengelolaan limbah, pengelolaan
sampah dan pengelolaan
house keeping. Agar
mudah untuk diukur/ diamati, maka
kriteria unjuk kerja ini dirinci lagi menjadi indikator – indikator yang dapat
dianggap sebagai “petunjuk”
terhadap setiap kriteria
unjuk kerja yang seharusnya dilakukan.
Cara pengukuran
dilakukan melalui tes
pengetahuan untuk mengetahui
aspek kognitif, observasi tampilan kerja dan hasil kerja untuk mengetahui
aspek sikap kerja
dan aspek psikomotor.
Dengan demikian bentuk
instrumen yang disusun berupa (1)
soal tes kognitif, (2) kuesioner isian &
wawancara dan (3) daftar tilik
tampilan kerja (observasi lapangan)
dan obyek fisik hasil kerja &
dokumen .
3. Pengukuran
Kemampuan di Lapangan
a. Sasaran
Pengukuran
Sasaran
pengukuran pada TNA
ini adalah petugas
sanitasi RS beserta
kepala instalasinya,
khususnya para petugas
yang mengelolan IPAL,
sampah dan house keeping di 10 rumah sakit dengan
rincian 1 RSU Pusat, 3 RSUD Propinsi dan
6 RSUD Kota/ Kabupaten
sebagai berikut :
1)
RSUP
Fatmawati Jakarta
2)
RSJ
Jawa Barat
3)
RSUD
Denpasar
4)
RSUD
Banjarmasin
5)
RSUD
Kota Batam
6)
RSUD
Kab. Serang
7)
RSUD
Kab. Cirebon
8)
RSUD
Kab. Tasikmalaya
9)
RSUD
Kab. Garut
10)
RSUD
Kab. Cianjur
b. Pengukuran
Kemampuan
Pengumpulan data
dilakukan di masing
masing RS selama
2 hari dengan
urutan kegiatan (1) Tes kognitif tertulis, (2) Wawancara menggunakan
panduan kuesioner dan (3) Kunjungan ke
lokasi untuk mengadakan
observasi tampilan kerj
atau peragaan kerja dan observasi
terhadap hasil kerja beserta dokumen yang menyertainya.
4. Pengolahan
Data Hasil Pengukuran
Pengolahan data hasil pengukuran
kemampuan dilakukan dilakukan secara manual (rerkapitulasi) yang menghasilkan
data kuantitatif dan kualitatif yang dipadukan untuk memudahkan analisis
sesuai kebutuhan yang
menggambarkan tingkat kemampuan petugas sanitasi RS dalam
melaksanakan sanitasi ditempat kerjanya.
3.3.4 Gambaran Hasil
Pengukuran Dan Analisis Tingkat Kemampuan Petugas Sanitasi Rs Dalam
Pelaksanaan Pekerjaannya
3.3.4.1 Gambaran Hasil
Pengukuran Tingkat Kemampuan
Berdasarkan rekapitulasi
hasil pengukuran kemampuan
ini dapat digambarkan sebagai berikut :
a.
Gambaran
Kemampuan Pengelola Limbah Cair Rumah Sakit
Sesuai dengan
standar kemampuan (minimal)
yang telah ditentukan sebelumnya, maka
tingkat kemampuan pengelola
limbah cair RS
difokuskan pada operator IPAL RS
yang dapat digambarkan sebagai berikut :
1)
Tingkat Pengetahuan
petugas tentang Pengelolaan
Limbah Cair dengan menggunakan IPAL .
Tes pengetahuan
dengan 10 butir
soal tentang Pengelolaan
Limbah Cair termasuk
operasionalisai IPAL didapatkan hasil
sbb :
2)
Hasil
wawancara mendalam terhadap pekerjaan yang telah dilakukan sebagai
Indikator Kriteria Unjuk
Kerja (kemampuan) petugas
dalam pengelolaan Limbah Cair
menggunakan IPAL :
Kendala yang dihadapi :
2 RS tidak merasakan/ mejelaskan
terdapat kendala, sedangkan 8 RS menjelaskan adanya kendala sbb:
a)
Minimnya
sarana dan prasarana pendukung operasional IPAL
b)
Keadaan
mesin yang sudah tua, sering eror
c)
Bahan
kimia sangat minim, sehingga hasil pengolahan tidak optimum
d)
Jika
parameter melampui ambang batas tidak pernah ada solusi
e)
Koordinasi
dan birokrasi yang sulit
Seluruh (10)
RS menyatakan ingin
mendapat pelatihan tentang pengelolaan IPAL, khususnya yang
mengolah limbah RS Di bawah ini
adalah nilai yang
didapat dari hasil
wawancara terhadap poin pertanyaan no. 4 s/d no. 12 (9 poin) pada matrik 1.b di atas.
3)
Hasil
observasi terhadap tampilan kerja/ peragaan kerja dan dokumen hasil kerja dalam pengelolaan limbah menggunakan
IPAL
3.1
Hasil
observasi terhadap tampilan kerja di lokasi IPAL sebagai Indikator Kriteria
Unjuk Kerja Pengelolaan Limbah Cair di RS :
Di bawah ini adalah nilai yang
didapat dari hasil observasi terhadap tampilan kerja di lokasi IPAL no. 1 s/d
no. 7 (7 poin) pada matrik 1.c .1 di
atas.
3.2
Hasil
observasi terhadap Dokumen Hasil Kerja sebagai Indikator Kriteria Unjuk Kerja Pengelolaan
Limbah Cair di RS
Di bawah ini adalah nilai yang
didapat dari hasil observasi terhadap dokumen hasil kerja pengelolaan IPAL no. 4 s/d no. 8 (5
poin) pada matrik 1.c .2 di atas.
3.3.4.2 Analisis Hasil
Pengukuran Tingkat Kemampuan
Analisis hasil
pengukuran tingkat kemampuan
petugas sanitasi RS
ini dilakukan dengan pendekatan
kwalitatif untuk menemukan
kesenjangan antara kemampuan (minimal) yang
seharusnya dimiliki dengan
kemampuan kenyataan di
lapangan. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut :
a.
Analisis
Kemampuan Pengelola Limbah Cair (IPAL) RS
1)
Tingkat
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan petugas
dalam pengelolaan limbah cair / operator IPAL di 10 RS dapat dinilai CUKUP. Hal
ini dapat dilihat pada tabel 1.a menunjukkan
bahwa rata-rata nilai pengetahuan
mencapai 6,8 dengan nilai terendah 6 di
4 RS dan 6 RS menunjukkan nilai >6.
2)
Landasan
Kerja Pengelola Limbah Cair (IPAL)
Landasan kerja
ini diperlukan sebagai
panduan dalam melaksanakan
tugas/ pekerjaan dalam mengelola
Limbah Cair RS
yang menjadi tanggung
jawab petugas. Landasan kerja meliputi Tupoksi Unit kerja IPAL, Uraian
tugas setiap karyawan IPAL, Instrumen kerja pengelolaan IPAL dan SOP
Pengelolaan IPAL RS. Komponen landasan
kerja dapat digunakan
sebagai standar pekerjaan yang seharusnya
dilakukan oleh petugas
pengelola Limbah Cair
RS dan sekaligus dapat
digunakan sebagai panduan
dalam mengukur kriteria
unjuk kerja petugas pengelola
limbah cair (IPAL RS).
Hasil pengukuran didapatkan
hasil sebagai berikut : Pada matrik 1.b terlihat bahwa dari 4 poin pernyataan
yang dijadikan sebagai landasan
kerja ternyata belum
semua RS memiliki/
menggunakan, bahkan pada poin
3 tentang “Menjelaskan
(lisan) proses IPAL”
4 RS tidak
dapat melakukannya.
3)
Kemampuan
(skill) Pengelola Limbah Cair (IPAL) RS
Hasil wawancara mendalam yang
ditunjukkan pada matrik 1.b poin 4 s/d 12 menunjukkan bahwa
hanya poin “Penjelasan
pekerjaan yang dilakukan sehari-hari sebagai pengelola
limbah” dan “Melakukan pemantauan parameter air
limbah” yang telah
dilakukan oleh 10
RS, sedangkan poin
lainnya belum semua dilakukan (1
– 4 RS). Jika diberikan nilai seperti terlihat pada tabel 1.b rata – rata nilai
yang didapat : 8,2. Hal ini menunjukkan bahwa 6 RS masih di bawah nilai
rata-rata.
Hasil pengamatan yang dilakukan di tempat
kerja (IPAL) menunjukkan bahwa 7 poin yang digunakan sebagai indikator
kriteria unjuk kerja belum semua RS melakukannya terlebih pada poin “Peralatan
pemantau debit harian di influent IPAL” baru 3 RS yang melakukannya. Sedangkan
jika diberi nilai (tabel 1.c.1) nilai rata-rata : 7,3 menunjukkan 7 RS masih di bawah nilai
rata-rata
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
dokumen hasil kerja menunjukkan bahwa
8 poin yang
digunakan sebagai indikator
kriteria unjuk kerja
hanya : “Dokumen Standar
Operating Procedure (SOP) Operasional IPAL” ditemukan di seluruh
(10) RS, sedangkan
yang poin lainnya
beberapa RS tidak
dapat menunjukkan. Khusus “Dokumen sertfikat kalibrasi peralatan
lab” hanya 2 RS yang dapat
menunjukkan. Jika diberikan
nilai (tabel 1.c.2)
dengan nilai rata-rata 6,4
menunjukkan bahwa 6 RS masih di bawah rata-rata.
3.3.5 Penentuan
kesenjangan kemampuan
3.3.5.1 Temuan Hasil TNA
Berdasarkan pada uraian analisis
di atas, maka secara rinci dapat digambarkan temuan hasil TNA sebagai berikut :
Tingkat pengetahuan petugas
tentang pengelolaan limbah cair RS, pengelolaan sampah dan pengelolaan house
keeping RS rata-rata menunjukkan nilai cukup (nilai rata-rata
>6). Tingkat kemampuan
dalam pengelolaan limbah
cair RS, pengelolaan sampah
dan pengelolaan house
keeping RS yang
diukur melalui wawancara
mendalam, observasi tempat kerja dan observasi terhadap dokumen hasil kerja
menunjukkan rata-rata cukup, walaupun masih didapati beberapa poin yang digunakan sebagai indikator kriteria
unjuk kerja masih rendah.
Hal ini bukan disebabkan
rendahnya tingkat kemampuan (skill)
melainkan lebih mengarah pada faktor
lain di luar
domain kemampuan teknik
seperti yang diutarakan
dalam menuliskan kendala yang mereka hadapi selama ini. Apa lagi 6 RS
menyerahkan pengelolaan house keeping
dan pemusnahan sampah
medisnya diserahkan kepada pihak
ketiga (out sourcing). Faktor
itu diantaranya kebijakan
pihak manajemen RS yang
kurang menguntungkan, kurang
tertibnya administrasi,
kurangnya peralatan yang
memenuhi tandar, rendahnya
dukungan dana operasional dan
beberapa disebabkan faktor sikap perilaku petugas.
Hal – hal di atas diperkuat
dengan hasil wawancara terhadap kepala Unit Sanitasi RS dan
observasi hasil kerja
Unit yang menggambarkan
indikasi kondisi menejerial unit
kerja program sanitasi RS masih mengalami banyak hambatan.
3.3.5.2 Rekomendasi Tindak
Lanjut
Berdasarkan pada hasil temuan
TNA di atas maka peningkatan kemampuan teknis di bidang pengelolaan limbah cair
RS, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping RS tidak perlu dilakukan melalui pelatihan
teknis. Pelatihan yang sesuai untuk
meningkatkan kinerjanya dapat
dilakukan melalui kalakarya
dan meningkatkan motivasi kerja
untuk mendorong sikap
perilaku positif melalui kegiatan-kegiatan yang dapat merubah
mind set petugas yang diimbangi dengan perbaikan reward system.
Adapun dampak Negatif TNA :
1.
Tidak jarang
diklat yang diselenggarakan kurang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
penguasaan peserta.
2.
Membosankan
bagi peserta yang telah memiliki kompetensi tinggi.
3.
Kurang
memberikan kesempatan untuk mendalami materi secara tuntas bagi peserta yang
memiliki latar belakang kompetensi rendah.
4.
Kurang
memberikan manfaat kepada peningkatan kinerjanya setelah mengikuti diklat yang
bermuara kepada rendahnya manfaat diklat bagi peningkatan kinerja organisasi.
Sedangkan dampak positif TNA :
Melalui TNA dapat diketahui pelatihan yang tepat bagi
sasaran yang tepat dan mengetahui penyebab dari pelaksanaan yang tidak sesuai
oleh SDM atau sanitarian serta memberikan pelatihan yang sesuai nantinya.
Selain itu, dapat menilai pada SDM sudah terpenuhi atau belum terpenuhi untuk
melaksanakan pekerjaan.
Sehingga beberapa kelebihan dari
TNA ini adalah: menambah pengetahuan sumber daya manusia
( sanitarian ) di rumah sakit tersebut. Dan sekaligus memperbaiki keahlian dan
cara pelaksaan pekerjaan para sanitarian sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kebersihan rumah sakit melalui sanitasi yang baik.
BAB 4
Penutup
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Definisi Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan adalah proses dimana
pembelajaran karyawan agar mencapai keefektifannya dalam bekerja, dan lebih
menitik beratkan masalah teknis. Sedangkan pengembangan adalah suatu usaha yang sistematis dan terorganisir yang dilakukan oleh
perusahaan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan atau jabatan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan pelatihan merupakan bagian dari
pengembangan yang mana dilihat dari segi peningkatan kemampuan teknis.
4.1.2
Tujuan Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan
umum pelatian dan
pengembangan, harus diarahkan untuk meningkatkan produktifitas organisasi. Hal yang membedakan tujuan pelatihan dan pengembangan adalah sebagai
yang ditampilkan pada tabel di bawah ini
Sudut Pandang
|
Pelatihan
|
Pengembangan
|
Jangka waktu
|
Jangka pendek
|
Jangka panjang
|
Sasaran
|
Bawahan
|
Atasan
|
Pembelajaran
|
Teknis
|
Kemampuan teori
|
|
|
Konsepsi
|
Tabel 5. Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan
4.1.3
Proses Pelatihan dan Pengembangan
Inti dari proses pelatihan dan
pengembangan adalah tahap perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Sedangkan
perbedaan proses pelatihan dan pengembangan adalah adanya tahap perencanaan
suksesi dalam proses pengembangan yang mana digunakan dalam jangka panjang yang
menyangkut turn over karyawan.
Dalam proses pelatihan dan
pengembangan hal yang sangat penting sebelum melakukan perencanaan adalah Training Need Assessment (TNA) yang mana
menganalisa kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Kemudian setelah melakukan
TNA maka perencanaan akan mudah dilakukan.
Setelah merencanakan pelatihan dan
pengembangan maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan pelatihan dan
pengembangan, yang mana secara garis besar dapat dilakukan dengan metode on the job atau off the job.
Dan tahapan selanjutnya adalah
evaluasi, tidak seperti proses pada umumnya, evaluasi pelatihan dan
pengembangan memiliki metode tersendiri. Menurut Kickpatrick (1994) ada 4
proses dalam melakukan evaluasi pelatihan dan pengembangan yang dikenal dengan the four level evaluation, dimana
tahapan tersebut adalah : reaction,
learning, behavior, result.
BAB 5
Daftar Pustaka
Dessler,
Gary.2006.Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta.PT
Indeks
Sedarmayanti.2010.Manajemen sumber Daya Manusia: Reformasi
Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil.Refika Aditama
Mondy, RW, Noe, RM & Mondy,
JB 2005, Human Resources Management.
Pearson Prentice-Hall. New Jersey.
Patrick, Donal, L. (2008), Evaluating Training Programs. The Four
Level. (1st ed). San Fransisco, Berret – Koehler Publishers.
Sukarto.2011.Training Need Assessment (TNA) (Tes
Sebelum Pelatihan).diakses
pada tanggal 26 Maret 2012.<http://id.shvoong.com/social- sciences/education/2103946-training-needs-asessment-tna-tes/>
Tosi.2011.Istilah Seputar Human Resource. diakses pada tanggal 26 Maret 2012. <http://istilah-humanresource.blogspot.com/2011/12/apa-itu-training-need-analysis.html>
Hardiansyah.2011.Metode Latihan dan Pengembangan karyawan . diakses pada tanggal 10 April
2012. <http://hastagfire.wordpress.com/2011/12/04/metode-latihan-dan-pengembangan-karyawan/>
Hrcentro.2010.Mengukur Efektifitas Program Pelatihan / Training SDM. diakses pada tanggal 10 April
2012 . <http://www.hrcentro.com/artikel/_Mengukur_Efektivitas_Program_PelatihanTraining_SDM__100306.html>
Bapelkes Lemahabang.2010.Laporan
TNA Sanitarian Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 26 Maret 2012. <http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescikarang/images/stories/laptnasanrs.pdf>
2012 . <http://www.hrcentro.com/artikel/_Mengukur_Efektivitas_Program_PelatihanTraining_SDM__100306.html>
Bapelkes Lemahabang.2010.Laporan
TNA Sanitarian Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 26 Maret 2012. <http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescikarang/images/stories/laptnasanrs.pdf>
No comments:
Post a Comment